"Kenapa kamu membawanya, Hana?" sinis Fera memalingkan wajah karena enggan melihat salah satu tamunya. Sedangkan Elea yang tahu dirinya disindir hanya tersenyum kecut."Aku memberitahumu alamatku karena masih menganggap mu teman, Hana."Hana yang disalahkan sejak tadi, hanya menghela napas, kasihan pada Elea tapi juga kasihan pada Hana yang pasti sangat hancur hatinya. Hana tahu secinta apa Fera pada Julian, tapi pria itu memang tak pantas mendapatkan kedua temannya. Elea berhak bahagia, begitupun juga dengan Fera."Sekarang aku sudah tahu, kalau kamu memang sudah bukan temanku lagi," kembali Fera melancarkan kekesalannya. Hana dan Elea saling pandang, karena keduanya belum sempat duduk dan sekarang sudah diusir.Hana yang menjadi dalang tentu merasa bersalah, ia hanya ingin membuat kedua temannya berbaikan kembali, tentang musibah yang Fera hadapi, jelas bukan salah Eleanora.Dengan perasaan bersalahnya, Hana mendekat, duduk di sebelah Fera yang masih memalingkan wajah. Hana tahu ba
Elea baru saja selesai membersihkan diri, setelah membuat Calix tenang dan sekarang tertidur. Anaknya yang malang, entah kenapa dia merasa tidak tenang, tadi. Karena sesampainya di rumah mereka Calix langsung ceria seperti biasa, seolah tadi tak pernah mengeluarkan air mata.Dengan rambut yang masih setengah basah, Elea duduk di meja rias, mengeringkan rambut dan mulai merias wajahnya setipis biasanya. Ia menghela napas pelan, rencana akan kerumah mertua bersama Aldrich gagal. Mendadak suaminya menjadi lebih sibuk dari biasanya. Kemudian ingatkan bagaimana Aldrich dan Olivia yang tertawa bersama di gedung itu kembali menyesakkan hatinya. "Kenapa aku merasa sesak, bukankah Rich sudah mengatakan kalau dia tak memiliki perasaan apapun pada Olivia?"Jadi, malam itu mereka bersama, dengan Aldrich yang tak mengenakan pakaian?"Sesak sekali, ia merasa di khianati padahal yakin kalau Rich setia padanya. Tidak, sebenarnya ia tak tahu, apakah Rich memang benar mencintainya, bukankah mereka me
Sampai di rumah, Eleanora langsung membaringkan Calix di kasur miliknya. Malam ini, ia ingin tidur di samping sang putra, rasa sedih merasa dicurangi membuatnya tak ingin jauh dari Calix.Elea menatap putranya sayang, wajah itu begitu mirip dengan sang suami. Pertemuan tak terduga mereka hingga hadirlah si buah hati.Tanpa diminta, air mata Elea menetes, bayangan bagaimana Aldrich yang tertidur dengan dada telanjang, tertawa bersama Olivia bahkan kue yang dia buat untuk Olivia.Elea menutup mulut karena tangisnya yang ingin keluar, rasa sakit yang ia rasakan jauh lebih besar dibandingkan rasa sakit saat ia di khianati oleh Julian. Sungguh bukan karena ia tak mencintai Julian atau karena Aldrich jauh diatasnya. Sepanjang malam, ibu satu anak itu terus menunggu sang suami pulang, ia terus menatap pintu kamar terbuka dan sesekali terus mencoba menghubungi nomor Aldrich yang tetap saja tidak bisa di hubungi.Ia tak perlu menelpon Jack, karena sudah jelas disana tidak ada Asisten pribadi
Hingga sore hari, Aldrich baru keluar dari ruang kerja. Ia melangkah ke arah dapur, di mama pelayan sudah bersiap untuk memasak makan malam. Juga di jam itu, dia akan mendapatkan Eleanora ikut memasak.Namun, Aldrich tidak melihat istrinya, juga tidak melihat Calix di tempat anaknya biasa bermain."Di mana Eleanora dan Calix, mereka belum turun?" tanya nya menatap ke lantai atas. Sungguh ia merindukan keduanya."Nyonya belum kembali, tuan," jawab salah satu dari mereka dengan takut.Aldrich menoleh, tatapannya berubah karena mengetahui istrinya yang belum kembali sementara hari sudah mulai gelap. Ia meraih ponselnya dan menghubungi nomor Eleanora."Kenapa tidak di angkat?" gerutunya, naik ke lantai atas, masih dengan perasaan was-was. Ia tidak tahu harus mencari kemana karena tidak tahu alamat temannya. Juga, selama ini Aldrich tidak terlalu tahu dengan siapa. Istrinya berteman.Sampai di kamar, Aldrich mengeram marah karena ponsel yang ia hubungi ternyata berada di atas meja rias. De
Aldrich memijat pangkal hidung, ia mengerang marah karena sikap Elea yang toba-tiba saja berubah dan membingungkan untuknya."Cari terus, kalau perlu cari tahu siapa saja teman-temannya!" Aldrich memberikan ponsel dan melirik kembali ke arah Olivia yang tertidur. Ia menghela napas dan mengusap wajah kasar.Ia menelepon Rea--adiknya untuk menemani Olivia. Sempat Aldrich merasa curiga hubungan keduanya yang lama tidak saling bersama. Tetapi, Aldrich masih belum ada waktu untuk mengatakan itu pada keduanya.Keningnya mengerut saat Rea dengan tegas menolak. Rea bahkan mengatakan tak ingin tahu apapun dengan Olivia ke depannya. "Mereka bertengkar?" batin Aldrich kembali menatap Olivia.Karena tidak tahan lagi, Aldrich meminta salah satu pelayan di rumahnya untuk ke rumah sakit. Tidak ada cara lain karena ia tidak tahu teman Olivia selain Rea.Beberapa menit menunggu, pelayan wanita datang dengan beberapa makanan, ia masuk dan mengangguk saat Aldrich memintanya untuk menjaga Olivia hingga b
Siang hari Aldrich baru terbangun. Pria satu anak itu, terlihat lebih segar dan lebih bercahaya. Apalagi, dengan rambut basah yang masih meneteskan air di pundak kokohnya. Aldrich melangkah mendekati Eleanora dan Calix yang duduk di sofa bermain.CupSatu kecupan di pipi Elea dapatkan. Wajah ibu Calix terlihat merona dalam sekejap. Calix yang melihat interaksi keduanya lantas tertawa memperlihatkan dua gigi yang baru muncul."Calix kamu juga ingin papa cium?" Aldrich mendekat dan mencium pipi gembul sang putra berkali-kali hingga menimbulkan tawa lucu yang menggemaskan.Elea memperhatikan kedua orang tersayangnya. Bahagia sekali rasanya melihat hal ini. Apalagi, Aldrich yang belakang sangat jarang berada di rumah.Aldrich duduk di sebelah Elea. Membiarkan dada bidang yang masih terbuka bebas. Ia tidak peduli apakah Elea akan tergoda atau tidak, hari ini dia memang ingin memamerkan bentuk indah tubuhnya."Rich, pakai bajumu!" pinta Elea memalingkan wajah sudah mulai gelisah.Aldrich t
Dua orang penjaga berlari tergesa dengan wajah pucat. Mereka bahkan tidak berani mengangkat wajah karena Aldrich yang sudah diliputi oleh emosi. "Apa kalian tidur sampai tidak tahu apa yang terjadi?" suaranya menggelegar hingga Olivia langsung terdiam tidak berani mengangkat wajah. "Sekarang, siapa yang akan bertanggung jawab? Kalian tahu berapa biaya yang aku keluarkan sampai bangunan ini berdiri, hah!" "Rich ...." Olivia menenangkan Aldrich dengan mengusap lengan mantannya lembut. "Tahan emosimu." Aldrich tidak menghiraukan, ia menatap marah pada dua penjaga yang tidak bekerja dengan benar. Bagaimana bisa mereka tidak tahu ada kabel yang bermasalah. Dengan amarah yang menggelora, Aldrich sudah tidak bisa lagi menahan emosinya. "Kalian berdua aku pecat!" Kedua pria yang di maksud langsung saling pandang, dan berlutut secara bersamaan. "Tuan, tolong maafkan kami. Semalam kami sudah memeriksa dan tidak ada yang salah," katanya mengadu. "Lalu, bagaimana bisa terjadi kebakara
Malam harinya, Aldrich kembali lagi ke rumah yang Eleanora--tinggali--di ujung kota. Pria satu anak itu, membawa bunga dan beberapa coklat untuk sang istri.Calix sudah tertidur saat ayahnya tiba. Sementara Eleanora sedang sibuk dengan laptop di atas meja. Melihat apa yang suaminya bawa, Elea hanya menatap datar tanpa minta sama sekali. Namun, wanita dengan rambut sebahu itu, langsung berdiri dan menyiapkan air mandi untuk sang suami.Aldrich menghela napas berat, ia meletakkan bunga dan coklat yang ia bawa di atas meja, dekat dengan laptop yang masih menyala. Ia sempat mengintip apa yang istrinya kerjakan dengan serius.Ia mengepalkan tangan dan mengerang marah. Ia melangkah ke arah kamar dan mencari keberadaan Eleanora. Membuka pintu kamar mandi dengan kasar dan membalik Elea dengan kasar."Apa maksudmu dengan mencari pekerjaan? Apa kamu merasa kurang selama ini?"Elea berdecak dan kembali mengisi bathtub. "Jangan tinggikan suaramu, Calix bisa saja terganggu karena itu," jawabnya d