Benar, genap satu jam kami dari waktu selesai makan, akhirnya Kanisan memberikan aba-aba kepada kami yang tengah menikmati udara sejak di waktu setengah pagi, dan setengah siang.
“Cepat-cepat, semua siap berangkat menuju misi pertama!” kata dia dengan berteriak dari depan rumahnya.
Aku tidak lagi bertanya mengenai misi apa yang akan kami lakukan untuk pertama kali. Aku yakin, pasti misi dari perjalanan ini semua adalah mencarikan diriku jalan pulang, tidak ada yang lain.
***
Pukul sebelas siang, kami semua telah berada di dalam moter. Siang ini kami hanya menggunakan satu moter, untuk empat orang. Sebelumnya, rupanya Kanisan juga telah menghubungi beberapa temannya, atau mungkin anak buahnya, untuk berangkat menuju misi pertama dengan kami. Jumlah keseluruhan saat ini ada tiga moter, dan dua belas manusia di dalamnya.
Moter berjalan pelan mengarungi jalanan yang masih utuh dengan tanah. Ini adalah jalan yang sama dengan jalan tadi malam
Akhirnya kami entah berada di tempat apa sekarang ini. Ruangannya berbau pepohonan basah, tanah basah, dan suara-suara titikan air dari atas mengenai lantai ruangan. Seandainya jika keadaannya sekarang tidak seperti ini, aku akan merasa senang dengan suasana ini. Lihatlah, kawan! Kakiku diikat dengan tali besar, sedangkan tanganku diikat dengan menggunakan rantai kecil, namun sangat berat. Tiga temanku, yakni Nia, Nai, dan Kanisan juga sama denganku, diikat tangan serta kaki.Mereka bertiga masih terlelap, belum bisa melepaskan diri dari pengarus udara bius. Samar-samar aku mendengar percakapan dari dua penjaga yang berada di ruangan ini.“Mereka tidak akan bangun sampai besok pagi.” Kata laki-laki bertubuh gempal, dengan menggunakan seragam polisi lengkap.Satunya menimpali, “Bagaimanapun, kita tetap harus menjaga segala kemungkinan yang akan terjadi. Kita belum mengetahu siapa mereka. Jangan begitu saja meninggalkan. Walaupun tangan dan kaki
Hai, kawan! Ternyata semua perkiraan yang aku kira-kirakan tidak masuk akal, dan tidak akan menjadi kenyataan. Siang ini, setelah sarapan pagi, aku sangat senang. Walaupun aku tidak ikut sarapan, terlambat, karena aku baru bangun dari pengaruh obat bius udara.“Jadi, Kanisan, apa rencanamu selanjutnya?” tanya ketua Kaliasin.Kanisan tertawa, lalu menjawabnya, “Jangan terburu-buru, Kabisan. Kami baru saja sampai.” Sambil melirik kepada kami, “Bisakah kamu memberikan hidangan yang lebih nikmat dari pada apa yang kami lihat ini?” lanjutnya.Nia langsung menyela, “Benar, aku setuju dengan orang jahat ini.” Katanya.Dan kami semua tertawa bersama dalam alunan siang hari yang sejuk ini.Aku belum sepenuhnya memahai alur kehidupan siang ini. Tapi, yahh... sudah cukup untuk menjalani hidup tanpa tekanan.Nanti aku akan mencertikannya kepada kalian.Perutku sudah sangat lapar, dari tadi malam bel
Dilain tempat, Kanisan, Kabisan, dan beberapa orang lainnya tengah melakukan musyawarah. Aku sudah tidak lagi menghiraukan hasilnya. Sekarang, aku hanya pasrah terhadap takdir yang akan diterapkan oleh Tuhan. Manusia tidak mempunyai kemampuan untuk mengubah segala hal yang telah ditentukan oleh Tuhan. Bukankah demikian? Bahkan, sekadar kencing, manusia tidak bisa menentukan waktu dan tempatnya. Sungguh... manusia adalah makhluk Tuhan yang lemah, dan harus bersandar kepada Tuhan yang perkasa.Mataku berkaca-kaca, kenapa aku bisa melakukan kesalahan besar ini?Satu sisi hatiku menyalahkan buku keajaiban. Satunya lagi tetap menyalahkan diriku. Akhirnya antara aku dan buku keajaiban sama saja, tidak ada yang bisa membawa kami untuk kembali kepada bumi.Ibu...Aku rindu kepadamu.Apakah dirimu juga rindu dengan anakmu ini? Anak yang sering menolak untuk mengerjakan perintahmu?Pernah suatu hari ibu memberikan tugas kepadaku untuk membeli cabai di
Akhirnya pagi datang. Aku harus bersiap-siap, baik lahir maupun batin untuk mendengar keputusan dari pembesar Kali Asin. Apakah aku bisa pulang? Nasibku diputuskan oleh Tuhan pada hari ini, diputuskan Tuhan pada pagi hari yang cerah ini.Nia dan Nai terlihat tidak banyak bicara. Mungkin mereka tengah memahami bahwa suasana ini sangat mencekam. Ini adalah hari keputusan Tuhan. Apakah Tuhan berkehendak untuk mengembalikanku pada bumi?Ah... ini yang aku suka. Pagi hari, sebelum mendengarkan penjelasan dari Kanisan, atau Kabisan, atau pembesar-pembesar lain, kami sarapan terlebih dahulu. Suasana ramai, banyak orang yang tidak aku kenal. Dan baru kali ini aku melihat mereka. Nampaknya mereka adalah para pembesar yang dimaksudkan Kabisan beberapa waktu lalu untuk merembuk tentang mantra kepulangan.Menu sarapan tidak jauh berbeda dengan hari-hari sebelumnya selama aku di Kulstar. Makanan dengan tekstur seperti pentol, tapi rasanya tidak dapat aku ungkapkan. Aku tidak
Sebelum berkumpul di ruangan utama, aku dan Kanisan sempat bicara sebentar. Aku ingin tahu beberapa hal dari dia, mengenai mantra kepulangan.“Kanisan, apakah mereka mempunyai mantra kepulangan?” tanyaku.“Sebenarnya mantra kepulangan itu hanya sebuah sebutan. Lebih lengkapnya lagi, mantra kepulangan adalah sebuah teknologi. Jadi, maafkan aku sejak awal tidak mengatakan kepadamu bahwa mantra itu adalah teknologi. Akulah pembawa mantra itu semenjak Kulstar tidak stabil sistem pemerintahannya.” Jawab Kanisan.Aku benar-benar kaget. Apakah benar demikian? Berarti, sebenarnya bisa pulang atau tidaknya aku berada di tangan Kanisan? Yahh... mungkin begitulah. Andai aku melakukan satu kesalahan kepada dia, itu akan mempengaruhi nasib hidupku.“Nah, untuk mengembalikanmu pulang, kami harus mengondisikan lorong antar klan terlebih dahulu. Itulah inti musyawarah malam ini. Aku harap kamu bisa menerima, manusia bumi, dan jangan marah ke
Aku benar-benar sebal. Kenapa harus ada dua orang itu dalam tim kami?Ternyata dia adalah orang yang bernama Kaldian dan Kaldesi. Adik kakak rupanya. Entah dari mana mereka berasal, aku tidak mementingkannya.“Safa, kenapa kamu cemberut seperti itu?” tanya Nai yang tiba-tiba muncul dari belakangku.“Eh... tidak. Aku hanya rindu dengan orang tua saja.” Aku segera menjawab dengan alasan yang paling mungkin.Nai diam, tidak berkata-kata lagi untuk beberapa saat.“Yahh... aku juga demikian. Setiap hari aku dan Nia selalu merindukan orang tua kami.” Kata Nai.Aku menjadi merasa bersalah mengambil alasan demikian.“Tapi, kami telah bersumpah untuk melanjutkan misi orang tua kami sebagai bukti pengabdian dan kecintaan kami pada mereka, yaitu menjadikan Kulstar bangsa yang penuh dengan kedamaian.” Lanjutnya.Hampir saja aku meneteskan air mata. Entah kenapa kata-kata dari Nai begitu menye
Setiap manusia akan menganggap dirinya benar walaupun salahDewan Kota tengah merencanakan penyergapan terhadap makhluk asing.Dewan Kota telah setuju untuk melakukan ekspedisi besar-besaran. Mereka esok pagi akan menyebarkan pasukan udara untuk menyusuri seluruh bagian Kulstar, tidak ada yang dikecualikan. Bahkan, mereka sudah mengirim pasukan shadow untuk masuk wilayah Kali Asin, wilayah yang memutuskan diri dari Kulstar.20.000 pasukan udara akan berangkat pagi-pagi benar, tanpa apel pemberangkatan, tanpa momen pelepasan oleh Dewan Kota Kulstar. Mereka tidak banyak cakap, namun sigap dalam bertindak. Tidak sama dengan pemimpin kebanyakan di bumi, banyak cakap namun jarang bertindak.Tidak hanya itu, 5.000 pasukan juga akan menyusuri jalur darat, ditambah lagi dengan 3.000 pasukan laut. Tidak tanggung-tanggung mereka memperlihatkan keseriusan. Sebab, kedatangan makhluk bumi itu adalah sebuah ancaman besar bagi kedamaian Kulstar, lebih-lebih pengaruhnya
Pagi benar, Kanisan mendapatkan panggilan dari ketua Kali Asin, Kabisan.“Cobalah sekali lagi kamu periksa semua pasukan, Kanisan!” kata Kabisan.“Bukankah misi ini sudah ada ketuanya?” tanya Kanisan.“Tidak apa-apa, aku hanya ingin memastikan lewat orang yang berbeda. Karfan telah melaporkan kepadaku bahwa semua sudah siap berangkat. Namun, aku ingin mendapatkan laporan dari orang lain selain dia.” Katanya.“Baiklah, kalau itu yang kamu inginkan, saya akan melakukannya.” Kata Kanisan akhirnya.Kanisan berjalan menuju barak pasukan yang tidak terlalu jauh dengan lokasi utama. Terlihat di sana semua pasukan telah siap diberangkatkan.Benar, pagi itu semua pasukan berangkat menuju misi pertama.***Dari lantai dua, Alkasi melihat pasukan-pasukannya berangkat. Terlihat dari raut wajahnya rasa bersalah, entah kenapa dia berpikiran seperti itu.Moter-moter mulai beterbangan, sua