Share

04

Mika buru-buru membuka emailnya setelah sepuluh menit lalu ia menerima pesan dari detektif suruhannya. Di sana terdapat informasi lengkap mengenai sosok yang diincarnya selama ini.

Tertulis jika sejak delapan tahun lalu sosok yang ia cari telah berpindah kota. Bogor menjadi alamat terakhir yang tertera di KTP nya. Namun ada satu hal yang agak aneh. Sang detektif hanya menuliskan SMA sebagai pendidikan terakhir, bukan sekolah administrasi negara seperti yang terakhir diketahuinya.

Seingat Mika, dulu laki-laki ini menjadi satu-satunya murid SMA di sekolahnya yang berhasil memasuki sekolah tersebut, lengkap dengan beasiswa sebagai fasilitasnya. Tidak mengherankan memang, karena sudah sejak kelas satu laki-laki yang dulu gemar berkaca mata bulat ini memang sering mengharumkan nama sekolah dalam berbagai jenis Olimpiade akademik.

Semua murid yang dulu menertawai keculunan dan kepolosannya mendadak dibuat iri kala itu, karena gambaran masa depan sudah pasti, mengingat lulusannya langsung direkrut sebagai pegawai negeri.

"Kira-kira Papi kamu nanti setuju nggak ya, kalau  anak gadisnya dipinang oleh pegawai negeri sepertiku empat tahun lagi?"

Mika yang mendengar itu langsung menghadiahkan toyoran kecil di kepala sang kekasih, ia kesal, namun jantungnya berdetak dengan tidak normal.

"Siapa juga yang mau married sama elo? PD banget."

"Ya aku paksa pokoknya. Cintanya sudah habis untuk kamu semua."

Kilatan percakapan yang terjadi di warung lontong kupang selepas pengumuman beasiswa itu muncul begitu saja tanpa ada yang meminta.

"Sialan! Kenapa yang bagian itu juga muncul, sih?" gerutunya. Kemudian Mika baca sekali lagi, kalau pendidikan terakhirnya hanya sampai SMA, lantas apa yang ada di otaknya hingga melewatkan kesempatan yang begitu berharga?"

Mika kembali membaca kata demi kata, di sana ia menemukan sesuatu lainnya. Bahwa dua tahun setelahnya, usai menamatkan SMA nya, sosok ini tercatat sebagai salah satu murid di sekolah Boga ternama. Dibuktikan dengan data lengkap yang dilampirkan oleh sang detektif.

"Dasar bego. Ngelepasin sekolah bagus demi sekolah Boga? Bener-bener udah sinting."

Sepertinya Mika harus meralat kata 'sinting' yang baru saja terucap. Karena pada kalimat berikutnya tertulis jika sosok ini ternyata berhasil menjuarai event bergengsi tingkat nasional. Bahkan salah satu orang terkaya Hongkong pernah memintanya untuk dibuatkan wedding cake yang luar biasa megah.

Namun setelah itu tidak ada lagi prestasi yang membanggakan mengenai kemampuannya dalam ber-tata boga, karena setelahnya targetnya memilih untuk menekuni sebuah usaha.

Ia memilih holtikutura sebagai bidang yang digelutinya, suplier buah dan sayur organik untuk beberapa supermarket besar. Bahkan kini sedang merintis usaha makanan olahan kaleng yang berbahan organik pula.

Bicara mengenai aset, jelas pria ini tidak memiliki apa-apa. Dalam arti menurut standardisasi pengusaha yang biasanya propertinya bertebaran dimana-mana. Tabungan di rekeningnya juga kurang dari dua ratus juta. Kendaraan pribadinya pun hanya berupa mobil keluarga yang paling murah harganya. Huniannya apalagi, hanya berupa rumah minimalis tipe 21 yang terdiri dari dua lantai. Hal yang terlalu rendah untuk ukuran pemilik perusahaan.

 “Ini orang sebenarnya bego apa gimana? Pemilik perusahaan kenapa bisa miskin begini?" tanya Mika dalam hati.

Lantas kehidupan pribadinya, tidak ada satupun nama wanita yang tertera di sana, sejak delapan tahun lalu hingga saat ini. Hal yang pada akhirnya membuat Mikha bertanya-tanya, apa iya lelaki itu masih memegang janji yang pernah diucapkannya?

"Asal itu kamu, aku pasti akan menunggu dan memperjuangkanmu hingga akhir."

Tapi kalau janji itu masih nyata adanya, kenapa delapan lalu dia pergi begitu saja? Kenapa delapan tahun lalu ia tidak pernah menanyakan kabarnya, kenapa delapan tahun lalu berhasil menghancurkan cinta yang hanya satu-satunya?

Mika ingat betul setelah dirinya tiba di Milan, ia menghubungi kekasihnya yang dalam benaknya pasti gelisah, galau, merana akibat ditinggal pergi olehnya. Ia kirimkan pesan mengabarkan kalau dirinya sudah tiba di Milan dengan selamat. Dan dibalas. Juga saat Mika mengabarkan bahwa mulai minggu depan dirinya sudah mulai aktif mengikuti Orientasi Mahasiswa Baru, ia masih mendapatkan balasan. Bahkan keduanya tidak jarang melakukan panggilan video untuk melepaskan rasa rindu yang membelenggu.

Namun perubahan itu terkesan mendadak seminggu setelahnya, saat seluruh pesan yang dikirimkan Mika tidak lagi mendapatkan balasan. Untuk beberapa hari ia masih bisa mengerti karena mungkin kekasihnya juga sama repotnya mempersiapkan perkuliahannya yang baru akan dimulai.

Hari berganti minggu, minggu berubah menjadi bulan, sementara kekasihnya masih juga belum ada kabar. Mika mulai berpikir jika dirinya diblokir karena seluruh pesan yang ia kirimkan failed. Tapi apa masalahnya? Karena seingatnya tidak ada perselisihan dalam asmara mereka.

Khas remaja yang sedang bego-begonya karena cinta, Mika memutuskan untuk memandangi aplikasi pesannya sesering yang ia bisa, sembari menangisi kisah cinta pertamanya yang seketika sirna. Tak lupa Mika terus merapal do'a barangkali kekasihnya akan kembali menghubunginya. Semua itu Mika lakukan selama berbulan-bulan hingga kesehatan dan perkuliahannya berantakan.

Ia ingat betul saat orang tuanya datang mengunjunginya dengan raut wajah yang amat sangat khawatir saat mendapati dirinya dirawat di rumah sakit akibat kacaunya pola makan. Belum lagi raut kecewa karena pada dua semester awal GPA Mika amat sangat rendah. Bahkan maminya sempat menawarkan untuk kembali ke Indonesia kalau memang perkuliahan di sini terasa begitu menyulitkannya.

Dari sana Mika sadar, bahwa masih ada orang tua yang punya mimpi besar terhadapnya. Ada orang tua yang berharap anaknya sukses melampaui batas maksimalnya. Saat itulah Mika memutuskan untuk menyudahi penantiannya, memutuskan untuk menutup seluruh pintu kesempatan yang pernah ditawarkannya, Mika benar-benar ingin melupakan semuanya. 

Mika tau ini sulit, tapi ia harus mengubah kepahitan yang pernah ia rasa menjadi hal manis sebagai penawarnya. Ia mungkin pernah menunggu sampai tak kenal waktu, ia mungkin pernah berharap dalam senyap hingga ia lupa bagaimana nikmatnya lelap. Namun semua itu kini harus lenyap. 

Dan untuk memaksimalkan proses move on-nya dirinya nekat ambil program double degree ditahun kedua, agar makin sibuk dengan tugas-tugas kampus katanya, agar otaknya tidak memiliki celah memikirkan makhluk terkutuk yang kini amat dibencinya. Tak hanya itu, ia bahkan menyengsarakan dirinya dengan bekerja sebagai pelayan di kedai kopi saat malam tiba. Mika sungguh-sungguh memforsir dirinya.

Cukup berhasil, karena dalam empat tahun dirinya berhasil mengikis ingatan-ingatan tentang sang mantan. Siang maupun malam. Bonusnya ia bisa melihat senyum bangga yang tersungging dari bibir kedua orang tuanya saat namanya dipanggil untuk dua gelar yang kini disandangnya.

"Thanks to you, Bangsat, udah bikin gue patah hati se-patah-patahnya, udah bikin gue hancur se hancur-hancurnya. Berkat lo, jadi gue bisa se - stunning ini sekarang," ucap Mika dalam hati waktu selebrasi kelulusannya kala itu.

"Gue pastiin lo nyesel karena udah nyia-nyiain gue juga cinta tulus yang pernah gue punya." 

Sejak saat itulah rencana balas dendam itu menguat dengan sempurna. Ia ingin melihat dengan mata kepalanya saat laki-laki itu merasakan sakit yang sama seperti dirinya. Ia ingin turun tangan agar laki-laki itu sama menderitanya seperti dirinya, setidaknya dalam waktu satu tahun lamanya.

Namun masih ada hal yang menurut Mika kurang sempurna. Mika belum memiliki pasangan agar kesan move on itu benar-benar ia dapatkan. Maka saat Hans menawarkan hubungan, Mika tidak menyia-nyiakan, karena dengan hadirnya Hans rencana balas dendamnya sudah pasti dekat dengan kata sempurna.

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status