Share

03

Tidak ada kilatan kamera tidak ada media yang mengerubunginya, tidak ada jeritan fan yang memekakkan telinganya. Pendaratan dirinya dari Italia berjalan sesuai rencana. Gamis dan kerudung lebar serta cadar yang dikenakannya pasti membuat siapa pun pangling jika perempuan yang saat ini menenteng Hermes Picotin22 adalah salah satu model kenamaan asal Indonesia yang sukses berkarier di Italia.

Tempat yang pertama ia tuju bukan rumahnya, melainkan apartemen yang delapan tahun lalu diberikan neneknya sebagai kado ulang tahunnya.

Mika mengumpat pelan, menyadari kode aksesnya masih sama. Padahal ia sudah meminta Risa untuk mengubahnya sejak ia memasrahkannya. Sementara itu Risa yang sedang bersiap untuk berangkat kerja tampak kaget hingga menjatuhkan tas yang dipegangnya tatkala mendapati sosok dengan tampilan serba asing itu berdiri tak jauh darinya bersama dengan enam koper di belakangnya.

"B aja bisa nggak lihatnya?"

Suara itu tidak asing baginya, suara teman yang sudah berbaik hati meminjaminya penthouse super mewah untuk kasta rendah seperti dirinya.

"Ini benaran elo, Mik? Ya ampun! Gue nggak nyangka lo beneran pulang." Usai berteriak Risma langsung menghambur ke pelukan Mika. Memastikan sosok yang dilihatnya benar-benar nyata. Namun itu tidak berlangsung lama, pasalnya ia mendapati hal yang tak biasa. Tampilannya.

"Mik, sori, ya. Tapi gue beneran kepo. Lo pindah keyakinan?"

"Sembarangan," jawab Mika kemudian menoyor kening Risma yang saat ini menunjukkan wajah herannya. "Masih bego aja lo, Ris."

"Dandanan lo aneh, Mik. Gue yakin Mami dan Papi lo juga bakalan hebring kalau lihat bentukan elo yang seperti ini."

"Biar enggak terendus media, Manajemen gue di Italia udah berhasil menyembunyikan momen kepulangan gue kemari. Ya udah, gue tinggal nerusin aja. Lo udah dapet detektifnya?"

Mendapati pertanyaan itu Risa langsung menarik nafasnya dalam-dalam. "Itu lagi. Lo itu baru datang, Mik. Belum ada satu jam lo tiba di Jakarta tapi—"

"Gue kasih extend lima jam, kalau lo enggak bisa dapetin apa yang gue pinta, lo tau konsekuensinya 'kan?"

"Ya Ampun! Masih suka ngancem ya! Bener-bener nggak berubah," gerutu Risa.

"Nggak usah bacot. Pergi lo! Gue mau tidur. Capek. Awas aja kalau gue bangun nanti lo belum dapat apa yang gue mau."

Setelahnya Mika langsung melenggang pergi meninggalkan Risma, menuju tempat yang dulu pernah menjadi keramat untuknya. Kamarnya. Dengan penuh keraguan ia akhirnya mencoba memutar hendel pintu kamarnya. Tidak terkunci. Yang artinya ia juga harus mempersiapkan segala konsekuensi saat ia memutuskan untuk melangkahkan kaki.

"Heh! Main nyelonong gitu aja. Gue masih belum niat pindah dari sini, ya. Kalau ada yang bisa ngasih gue tempat tinggal gratisan ngapain juga gue harus pindah ke tempat yang memaksa gue mengeluarkan cuan?"

"Bisa nggak sih lo nggak usah ngagetin gue?" teriak Mika kesal. Bagaimana tidak, tiba-tiba saja Risma menepuk pundaknya dan meneriakinya.

"Ini, gue ada tiga kartu nama. Terserah lo mau yang mana. Tapi kata temen gue, Mahendra lebih berpengalaman. Mantan napi soalnya," terang Risma menyodorkan tiga kartu nama detektif yang berhasil didapatkannya. Sementara Mika hanya menggumam mengiyakan.

"Anyway lo kelihatan ragu untuk masuk kamar lo? Lo takut ya? Percaya sama gue, kamar elo nggak berhantu. Meski lama nggak pernah elo tempatin tapi gue rajin bersihin, kok. Lo cek aja! Dan lagi, gue nggak merubah satupun setingan kamar lo, seperti permintaan lo waktu itu."

"Thanks."

"Gue kerja dulu, jam lima-an gue udah balik. Mau gue beliin makan nggak? Itung-itung welcoming dishes dari gue."

"No, Thanks."

"Ya-ya gue ngerti. Sultan kayak elo enggak mungkin doyan makanan murahan dari gue."

"Bukan gitu, Ris. Gue—"

"—cuman capek dan butuh istirahat. Betul 'kan? Gue berangkat sekarang kalau gitu. Selamat beristirahat, Sensei."

Risma mungkin tidak mengerti, selain lelah diri Mika sebenarnya juga galau hati. Sejak ia menginjakkan kakinya di depan pintu, kegelisahan itu sudah mulai menghinggapi. Apalagi saat ia menekan password penthousenya. Tidak ada yang tahu kalau perasaannya sudah campur aduk tidak karuan. Dendam membara yang sudah sematang itu ia susun di Italia sejenak lebur karena nostalgia.

051525, Mika tidak mungkin lupa dengan sejarah terciptanya password itu. Susunan angka itu merupakan tanggal-tanggal penting dalam hidupnya kala itu. 05 adalah tanggal lahirnya, 15 adalah tanggal lahir orang yang teramat spesial untuknya dan 25 adalah tanggal dimana mereka memutuskan untuk bersama dalam hubungan yang berlandaskan cinta.

Maka dari itu, untuk mengembalikan kewarasannya ia langsung sodorkan pertanyaan mengenai detektif kepada sahabatnya. Agar tekadnya tetap bulat, agar niatnya tetap kuat. Beruntung Risma tidak memerlukan extend time. Karena kalau hal itu terjadi Mika yakin dirinya mungkin akan goyah, apalagi saat masuk ke dalam kamar yang sudah delapan tahun tidak ditempatinya. Salah satu tempat yang menyimpan banyak kenangan untuknya.

Dan apa tadi? Sensei? Mendengar panggilan itu, Mika semakin tidak karuan saja dibuatnya. Pasalnya sebutan itu pernah menjadi sesuatu yang amat disenanginya.

"Kenapa nomer gue nggak lo namain Baby, Honey, Bunny atau Sweety?"

"Kamu itu, istimewa, makanya aku kasih nama berbeda. Anggap saja itu panggilan cinta, dari sosok jelata untuk seorang yang begitu bertahta. Tidak apa-apa 'kan, Sensei?"

Begitu awalnya, hingga Mika akhirnya terbiasa dan suka saat kata Sensei keluar dari sosok yang selama ini tidak pernah lagi dilihatnya.

Sebelum kilatan - kilatan kisah lama itu makin menggila dan mengacaukan semua rencananya, Mika akhirnya memilih untuk keluar dari tempat yang menurutnya sesat. Ia putuskan untuk pulang ke rumah orang tuanya, mungkin dengan begitu tidak ada hal berbau nostalgia yang bisa merusak segala apa yang sudah tertata.

***

"Bulan depan bakery gue ada job gede, pertunangan anak sultan. Tapi salah satu karyawan gue yang mestinya nge-dekor kue pertunangan sekaligus kue ulang tahun si Model hari ini kecelakaan. Patah tulang gitu. Padahal konsep kuenya udah jadi dan sudah di setujui. Lo bisa nggak bantuin gue?"

"Jadi ini tujuan kamu malam-malam bertamu rumah saya?" tanya Sakti sembari menyesap kopinya.

"Sebenarnya sih iya," jawab Naga tanpa dosa. Apalagi ditambah dengan cengiran senyum yang terukir di bibirnya.

"Gue udah mentok, Sak. Satu-satunya sosok yang muncul di benak gue ya cuman elo. Jadi bisa dong, lo bantuin gue? Gue kasih tips gede deh."

"Maaf ya, Ga. Bukanya saya bermaksud menolak atau bagaimana. Tapi kamu tahu sendiri bahwa saya sudah lama tidak bersentuhan dengan cake decoration atau sejenisnya. Jadi saya sendiri juga ragu apakah kemampuan saya masih sama atau tidak."

"Gue, sebagai orang yang pernah menjadi panitia penyelenggara lomba cake decoration tingkat nasional masih ingat betul betapa elo sukses memikat para dewan juri dengan desain cake yang lo namai 'miracle cake'. Dan seminggu kemudian crazy rich Hongkong dengan gilanya nyamperin elo cuman pengen dibuatin cake untuk wedding nya mereka. Lo itu penuh dengan 'magic' Sak. Sadar nggak sih?"

"Itu sudah lama, Ga. Sudah beberapa tahun lalu, sejak saat itu kamu tahu pekerjaan saya apa, saya cuman tukang sayur, Ga."

"Itu karena elo nya yang bego. Seandainya lo mau nyebur saat ada seleksi International Wedding Cake Competition, gue yakin lo nggak bakalan pulang dengan tangan kosong. Atau gini deh, anggap saja gue adalah utusan Tuhan yang bertugas untuk membuat elo keluar dari bidang pertanian menuju bidang perkulineran. Gimana?" 

Sakti terdiam, kebingungan merangkai jawaban penolakan untuk tetangganya yang rumahnya hanya berjarak lima ratus meter dari rumahnya. Pasalnya dirinya sendiri juga ragu dengan hal yang sudah lama tidak dilakukannya. Apalagi tadi Naga bilang ini untuk acara keluarga sultan, mungkin sekelas keluarga petir atau keluarga politisi yang juga merajai dunia pertelevisian negeri ini.

"Diam berarti setuju." seru Naga. "Gue tunggu kedatangan lo di kantor gue se. ce. pat. nya! Awas aja lo nggak datang, gue rusakin semua tanaman lo yang ada di perkebunan." ancam Naga sebelum dirinya pergi meninggalkan kediaman Sakti. 

***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status