Home / Romansa / Terjebak Obsesi Sang CEO / 4. Terjebak Dominasi Lorenzo

Share

4. Terjebak Dominasi Lorenzo

Author: feynaa
last update Huling Na-update: 2025-02-03 16:22:12

Mata Ella membelalak penuh ketegangan dan keterkejutan, pupilnya melebar. Dengan cepat ia menepis tangan Lorenzo lagi. Sentuhannya, walau hanya sekilas, terasa panas di kulitnya.

Tangannya mencengkeram kerah baju Lorenzo dengan kekuatan yang lahir dari campuran amarah dan keputusasaan, hingga jari-jarinya memucat.

Ia salah telah percaya pada Lorenzo di awal. Percaya pada pria sepertinya adalah sebuah bencana!

“Kau semakin kelewatan. Ini namanya penculikan, Lorenzo! Hentikan mobilnya sekarang! Aku mau turun!” desisnya.

Lorenzo menarik napas panjang dan berat. Satu alisnya terangkat, ia mendekatkan wajahnya ke wajah Ella hingga napasnya menerpa halus di kulit wajah gadis itu.

Lorenzo menyeringai lebih lebar, ada kilatan kemenangan di matanya. Tangan Lorenzo di pinggul Ella mencengkramnya kuat, hampir menyakitkan membuat gadis itu meringis.

“Siapa kau berani memberiku perintah?” gumamnya dengan nada yang sangat rendah.

“Dasar bajingan sialan!” maki Ella, kata-katanya penuh kebencian yang membara.

Keberanian Ella tidak goyah meski gadis itu sudah terpojok. Hanya dirinyalah yang bisa melindunginya saat ini.

“Hati-hati dengan kata-katamu, Sayang,” bisiknya. “Aku sudah cukup sabar menghadapi tingkahmu yang kurang ajar selama ini. Jangan kau pikir kesabaranku tidak punya batas. Haruskah aku memberi hukuman untuk lidah tajammu itu?” peringatnya tegas.

Ella melepaskan tangannya dari kerah kemeja Lorenzo untuk menepis tangan Lorenzo dari dagunya dengan gerakan penuh amarah, lalu memalingkan wajahnya dari pria itu untuk menatap keluar jendela.

Ia menyugar rambutnya hingga berantakan. Dadanya naik turun dengan cepat, frustrasi menggerogoti setiap inci tubuhnya.

Matanya mulai menyisir jalanan di luar jendela, mencari sesuatu. Apa saja yang bisa menjadi petunjuk, atau tanda-tanda kecil yang mungkin bisa membantunya jika ada kesempatan untuk kabur tanpa tersesat.

Ralat, ia akan menciptakan kesempatan untuk kabur dari Lorenzo apa pun yang terjadi. Selama darah masih mengalir di nadinya, ia tidak akan pernah tunduk pada pria seperti Lorenzo.

Mobil akhirnya berhenti di sebuah parkiran villa dua lantai yang berada di daerah pantai, pelabuhan.

Mesin mobil mati, dan sopir turun membukakan pintu untuk Lorenzo. Pria itu turun sembari menggendong Ella bridal style. Cengkramannya tidak sedikit pun melonggarkan di pinggang Ella.

Sedangkan Ella kehabisan cara untuk memberontak. Lorenzo melangkah mantap menaiki tangga. Pria itu membuka pintu salah satu ruangan. Membawa Ella masuk ke sebuah kamar sederhana lalu menurunkan gadis itu di atas kasur.

“Mau apa kau bawa aku ke sini? Jangan macam-macam denganku, Lorenzo!” geram Ella, tangannya terkepal kuat seolah siap meninju wajah tampan Lorenzo yang arogan itu.

Lorenzo menatapnya dengan senyum sinis. “Kalau aku memiliki niat untuk macam-macam denganmu, kau sudah mengandung anakku sejak lama, Ella,” sarkasnya.

“Lalu kau mau apa membawaku ke sini? Aku tidak mau, aku ingin pulang, Lorenzo!” bentak Ella, suaranya meninggi, nyaring, bergema di ruangan kamar yang kosong ini, memekakkan telinga Lorenzo.

“Teriaklah sesukamu, tidak akan ada yang bersimpati padamu. Kau akan tinggal di sini, bersamaku, suka atau tidak, mau atau tidak."

Suara Lorenzo tegas tidak meninggalkan celah untuk perlawanan. “Dan jangan coba-coba kabur. Villa ini dijaga ketat. Memberontak hanya akan sia-sia.”

Saat Lorenzo berbalik untuk keluar, Ella bangun, melangkah dengan gesit. Ia meraih pistol yang terselip di celana belakang pria itu. Tanpa ragu, ia mengacungkan senjata itu ke arah Lorenzo.

Pria itu berbalik perlahan, keningnya berkerut dalam, matanya menatap Ella dengan tajam.

“Setelah semua yang kau lakukan padaku jangan harap aku akan menurut,” ungkap Ella penuh tekad.

Ella melangkah maju hingga ujung pistol kini menempel di kening Lorenzo.

Pria itu bisa merasakan ujung pistol yang bergetar di keningnya. Tangan Ella tidak stabil menggenggam pistol. Gadis itu takut.

Lorenzo tersenyum mengejek. Tubuh tegapnya tidak gentar sama sekali.

“Kau mau menembakku dengan tangan gemetar seperti itu? Baiklah, lakukan, Sayang, sekarang. Tunjukkan padaku sebesar apa kemarahanmu,” tantangnya, suaranya penuh percaya diri.

Ella menelan ludah, tenggorokannya terasa tercekat. Ketakutannya berubah menjadi kemarahan yang membakar dadanya yang semakin tidak terkontrol karena sikap Lorenzo yang meremehkannya.

Ia mengangkat dagunya, jari-jarinya mengencang di pelatuk. “Tantangan diterima,” desisnya.

Tanpa peringatan, tanpa jeda untuk berpikir ulang, Ella menarik pelatuk.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Terjebak Obsesi Sang CEO   33. Wishlist Ella

    "Aku sudah memperingatkanmu, Jessica,” kata Lorenzo, suaranya lebih tenang kali ini. Walau amarah masih terlihat dalam tatapan tajamnya. Kini hanya ada mereka berdua di ruangan tamu. Lorenzo menatap Jessica yang terduduk lemas di lantai sambil menunduk. “Jangan. Macam-macam. Dengannya.” Suaranya penuh penekanan. Ia melangkah ke sofa melepaskan jasnya dengan gerakan cepat dan melemparkannya asal ke sofa kulit. Tatapannya tidak pernah lepas pada Jessica. Gadis itu terpojok, terintimidasi, membuatnya menciut. “Apa pun yang kau lakukan dengan Ella harus atas izinku,” lanjutnya sembari melepas dasinya kemudian menggulung lengannya sampai ke siku memperlihatkan tato rantai yang melilit lengannya. “Sekarang jelaskan padaku, apa maksudmu melakukan ini?” Ia duduk di sofa, menyisir rambutnya yang berantakan ke belakang. Kemudian menyandarkan punggung tegangnya sembari mengeluarkan sebatang rokoknya. Tangan Jessica mengepal di sisi tubuhnya. Napasnya sudah stabil sekarang. Perla

  • Terjebak Obsesi Sang CEO   32. Murkanya Lorenzo

    Lorenzo berdecak jengkel sembari meremas ponselnya yang nyari meremukkan ponsel tersebut saat lagi-lagi teleponnya tidak dapat tersambung pada Ella. Ia duduk dengan tidak tenang di depan laptopnya yang dibiarkan menyala tanpa disentuh. Urat di lehernya mulai mencuat, bukti kesabarannya yang sudah habis. Rahangnya mengetat, kerutan dalam terbentuk di antara alisnya yang tebal. Jemarinya bermain dia atas layar, beralih menghubungi Alfonso. Tidak seperti Ella, Alfonso menjawab pada deringan pertama. “Bagaimana kemoterapinya?” tanya Lorenzo langsung, suaranya rendah. “Semuanya berjalan baik. Tidak ada masalah. Ada apa?” Alfonso menjawab dengan nada yang lebih santai. “Sudah selesai? Ella sudah pulang?” desak Lorenzo. “Ya, kemoterapinya sudah selesai beberapa menit yang lalu. Ella sudah pulang sejak lama,” jawab Alfonso tenang. Tangan Lorenzo mengepal. “Kau yakin?” Lorenzo menekan setiap suku katanya. “Tentu saja karena sekarang ruang kemoterapinya digunakan untuk pasien lain

  • Terjebak Obsesi Sang CEO   31. Penawaran Licik Jessica

    Ella berdiri di depan cermin panjang, sedang mengikat rambutnya dengan gaya half ponytail. Beberapa helai rambut dibiarkan jatuh membingkai wajahnya yang bulat. Ia mengenakan mini dress berwarna biru pastel yang membungkus lekuk tubuh mungilnya dengan sempurna. Ella melirik Lorenzo dari cermin, menangkapnya yang terdiam kaku dengan tatapan yang terlalu intens. “Kenapa?” tanyanya pelan. Lorenzo mengedip sekali, tersadar dari lamunannya. Ia tersentum tipis, lalu melangkah masuk mendekati gadis itu, matanya tidak pernah lepas dari tubuh Ella. Ketika sampai di belakangnya, ia melingkarkan lengannya di pinggang gadis itu dengan lembut, tapi tegas, memeluknya dari belakang. Dada bidang Lorenzo yang hangat terasa menekan punggung Ella, menciptakan sensasi yang anehnya menenangkan sehingga Ella bahkan tidak bergerak menghindar. Lorenzo memberikan ciuman singkat di leher Ella, tepat di titik sensitif, di bawah telinganya. Tubuh Ella menegang seketika, sentuhan di sana selalu membua

  • Terjebak Obsesi Sang CEO   30. Perasaan Terpendam

    Lorenzo menyeringai, tapi sebelum ia sempat bekasi lebih jauh, Jessica dengan gerakan yang tampak disengaja menumpahkan jus jeruknya di atas meja. Cairan oranye pekat itu membasahi kaus Ella dan sebagian celana Lorenzo. Ella menjerit kecil, tubuhnya tersentak. Ia refleks bangkit dari pangkuan Lorenzo, wajahnya meringis jengkel melihat noda yang kini menghiasi sebagian pakaiannya. Menempel lembab di kulitnya. Sedangkan Lorenzo, menatap tajam Jessica. “Ups, maaf, aku tidak sengaja!” seru Jessica dengan ekspresi panik yang dibuat-buat. Matanya mengerling pada Lorenzo. “Kau tidak apa-apa?” Jessica menatap Lorenzo panik, seolah pertanyaan itu hanya ditujukan pada Lorenzo, sengaja mengabaikan Ella. Nada kekhawatiran dalam suaranya Jessica membuat Ella mual karena suaranya terlalu lembut, terlalu dibuat manis. Tanpa menunggu jawaban, Jessica langsung bergegas mengambil tisu dan mulai mengusap noda di celana pria itu. Tangannya berlama-lama di paha Lorenzo lebih dari yang seharusnya. El

  • Terjebak Obsesi Sang CEO   29. Sentuhan Nakal

    Ella terbangun karena alarmnya, matanya masih terasa berat untuk terbuka. Tidurnya cukup larut semalam. Setelah mematikan alarm, ia mengusap wajahnya pelan. Sejenak terdiam sambil memandangi langit-langit kamar, membiarkan matanya beradaptasi dengan cahaya pagi yang menerobos dari tirai tipis. Dengan lesu ia mendudukan dirinya, mengikat asal rambut kemudian bangkit. Melangkah lunglai ke kamar mandi untuk membasuh wajahnya. Suara perutnya memecah keheningnya, Ella mengusapnya. Perutnya menuntut asupan karena semalam ia tidak makan dengan baik. Ia pun bergegas turun ke ruang makan. Samar-samar mendengar suara bising dari ruang makan. Sesampainya di sana, ia melihat beberapa maid sedang menata sarapan di atas meja. Ia juga melihat Jessica di sana. Wajahnya tampak segar kontras dengan penampilan Ella yang berantakan. Wanita itu meliriknya, lalu menyunggingkan senyum ramahnya. “Hai, Ella, mau sarapan? Maid sudah buatkan sarapan untuk kita.” Ella mengernyit, keramahan Jessica te

  • Terjebak Obsesi Sang CEO   28. Kelebihan Ella

    Kecupan singkat mendarat di kening Ella. “Berhenti overthinking, Ella, berhenti menyakiti kepalamu,” ucap Lorenzo lembut seolah menenangkan isi kepala Ella yang semrawut. “Istirahatlah,” lanjutnya kemudian mundur, menatap wajah Ella yang masih memerah. Setelah mengatakan itu Lorenzo keluar dari kamar Ella. Ia menuruni tangga dengan langkah yang berat seolah obrolan mereka masih membebaninya. Ia berjalan menuju pantry. Menuangkan wine ke gelas kristal. Duduk dengan menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi. Telinganya samar-samar mendengar suara langkah kaki mendekat. Jessica muncul dengan gaun tidurnya yang sangat terbuka, sengaja memamerkan lekuk tubuhnya. Senyum menggoda terukir di wajahnya yang cantik. “Kau belum tidur?” tanya Lorenzo datar, meliriknya sekilas kemudian kembali meneguk minumannya. Gadis itu duduk di sebelah Lorenzo, tangannya mengusap lembut otot-otot lengan Lorenzo. Sentuhannya sangat menggoda. Pria itu tidak menepis, tapi terlihat acuh tak acuh. “B

  • Terjebak Obsesi Sang CEO   27. Deep Talk

    Malam telah menyelimuti kota ketika Ella kembali ke penthouse. Jessica menemaninya makan malam. Beruntung kali ini Jessica tidak banyak bicara. Meskipun begitu, ia tetap tidak bisa menikmati makan malamnya, ia tidak nafsu makan. Jessica beberapa kali meliriknya heran karena Ella hanya mengaduk-aduk makanannya dan wajahnya terlihat melamun. “Kau tidak suka makanannya?” tanya Jessica membuat Ella mengalihkan pandangannya. Gadis itu menghela napas. Makananannya terasa hambar. Di saat seperti ini, Ella merindukan masakan Karen. Ia merindukan orang tuanya. “Aku sudah kenyang, aku ingin istirahat,” katanya kemudian beranjak ke kamarnya. Ia duduk termenung di tepi ranjang. Masih memikirkan dengan kata-kata Alfonso untuk menikmati hidupnya yang tidak bertahan lama. Ia harus memikirkan dirinya sendiri. Itu artinya ia tidak seharusnya memikirkan kesembuhan Daren atau cara kabur dari Lorenzo. Alfonso benar, ia berhak bahagia dengan atau tanpa penyakitnya. Ia tidak boleh hidup pasr

  • Terjebak Obsesi Sang CEO   26. Kepedulian Alfonso

    Mata Ella berkedip, secercah cahaya putih terasa menyilaukan membuatnya kesulitan membuka mata. Bunyi elektrokardigraf mengalun lembut di telinganya diikuti oleh aroma antiseptik yang menyengat hidungnya. Kepalanya terasa berat. Ia memperhatikan sektitarnya, menyadari bahwa dirinya tidak berada di penthouse, tapi di ranjang rumah sakit. Selang infus menusuk di lengannya yang pucat. “Bagaimana keadaanmu?” Suara bariton Lorenzo membuatnya menoleh dengan lemah. Pria itu duduk di kursi samping ranjangnya, tangannya menggengam erat tangan gadis itu. Matanya yang tajam itu sekilas terlihat melembut saat melihat kerentanan Ella. “Kau benar-benar membuatku ketakutan,” bisiknya dengan suara parau. Suaranya sedikit bergetar. Nada yang hampir tidak pernah Ella dengar dari pria yang tegas sepertinya. “Tidak sadarkan diri berjam-jam, kau membuatku tidak bisa bernapas dengan baik, Ella.” “Ocehamu tidak akan membuat keadaanku lebih baik, Lorenzo,” balas Ella dengan suara serak, nyar

  • Terjebak Obsesi Sang CEO   25. Antara Ella dan Seline

    Langkah kaki Lorenzo mengalun tegas keluar dari pintu lift, memasuki penthouse. Tangannya bergerak cepat melepas kancing jasnya kemudian meletakan jas tersebut di atas sofa ruang tamu. Matanya melirik Jessica yang sedang duduk di sana. Wajahnya kaku, tatapannya dingin saat menatap wanita itu yang mendekat padanya dengan senyum manisnya. “Ella di mana?” tanyanya datar sembari melepaskan dasinya. “Di kamarnya,” balas Jessica singkat, tangannya terulur hendak membantu Lorenzo melepaskan dasinya. “Tidak perlu,” sergah Lorenzo tegas sambil menepis tangan Jessica. Jessica mendengus pelan, sedikit tersinggung. Namun, ia masih memaksakan senyum manisnya. “Ngomong-ngomong tentang Ella, dia—” “Nanti saja bicaranya,” potong Lorenzo sembari melangkah meninggalkan Jesica. Wajah Jessica berubah kecewa dalam sekejap. Ia memperhatikan Lorenzo yang menaiki anak tangga dengan tangan terkepal. Pria itu menaiki tanga dengan langkah yang lebar-lebar, seolah terburu-buru. Tangannya sibuk m

Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status