Share

Terjebak Pernikahan Dadakan dengan Presdir Tampan
Terjebak Pernikahan Dadakan dengan Presdir Tampan
Penulis: Aililea (din din)

Tragedi Pertemuan

Seorang pria bertubuh tinggi dan berwajah tampan dengan hidung mancung sedang berdiri menatap sebuah lukisan. Aura dingin yang dipancarkan wajahnya, juga rahang tegas dan tatapan setajam elang itu semakin menunjukkan karismanya.

Pria berkebangsaaan Indonesia itu berdiri di depan sebuah lukisan. Menatap lekat lukisan yang menggambarkan wanita yang memeluk anak laki-laki, terlihat jika wanita yang dilukis bukanlah dari kalangan kaya.

Kananda Dayyan Mahendra terus memandang lukisan yang ada di hadapannya, seolah dia sedang mengenang sesuatu yang tak mampu diucapkan.

Kananda membaca tulisan di lukisan itu.

‘Kebahagiaan tidak selalu tentang, berapa banyak materi yang dimiliki, tapi tentang berapa banyak rasa syukur atas apa yang dimiliki.’~ SEA.

“SEA.” Nanda menyebut lirih nama penulis yang ada di lukisan itu.

“Pak Nanda.” Seorang pria memanggil nama pria itu.

Nanda menoleh dan melihat asistennya sudah berdiri di sampingnya.

“Utusan Tuan Amber sudah menunggu Anda untuk jamuan. Anda diharapkan hadir ke sana,” kata asisten Nanda.

Nanda hanya mengangguk lantas membalikkan badan untuk pergi, tapi sebelum itu dia kembali berhenti dan menoleh ke lukisan yang mampu membuatnya menatap lama.

“Tanyakan ke panitia pameran, berapa harga lukisan ini. Aku ingin membelinya,” perintah Nanda.

“Hah, apa Pak?” tanya asisten yang meminta atasannya mengulang pertanyaan.

Nanda menyipitkan mata mendengar pertanyaan sang asisten, hingga kemudian membalas, “Apa aku perlu membawamu berobat ke dokter THT?”

Asisten terkejut dan langsung menggelengkan kepala.

“Tidak, Pak. Saya akan melakukan yang Anda perintahkan, tadi itu saya hanya memastikan jika tidak salah dengar.” Asisten itu memberi alasan agar tidak kena marah.

Nanda hanya memberi ekspresi wajah datar sebelum kemudian pergi meninggalkan ruang pameran.

Di sisi lain, seorang wanita memakai gaun biru muda dengan belahan dada rendah tampak berdiri menatap sebuah lukisan yang terpajang di ruang pameran sebuah gedung seni di luar negeri.

Bibirnya tersenyum tipis melihat lukisan yang begitu indah dengan makna yang menyentuh.

“Nona Sashi.”

Wanita bergaun biru muda yang dipanggil Sashi itu menoleh. Dia memulas senyum ke wanita berkebangsaan asing yang menyapanya.

“Bisa bicara sebentar?” tanya wanita itu.

“Tentu.” Sashi mengangguk.

Wanita itu mempersilakan Sashi berjalan ke arah yang ditunjuk.

Sashi Eldar Abimand, wanita blasteran Indonesia-Prancis itu berjalan mengikuti arah dari wanita yang tadi memanggilnya.

Sashi bicara dengan wanita yang tadi mengajaknya bicara berdua.

“Ada apa?” tanya Sashi.

“Lukisan Anda sudah terjual semua, hanya tinggal yang ada di ruang pameran,” jawab wanita yang ternyata pengurus pameran itu.

“Baguslah.” Sashi terlihat begitu puas. “Tapi, tidak ada yang tahu kalau pelukisnya aku, kan?” tanya Sashi kemudian memastikan.

“Tentu saja tidak, Nona. Anda tidak perlu cemas,” jawab wanita itu.

Sashi mengangguk-angguk, selama ini memang merahasiakan identitasnya sebagai pelukis dan memilih menyandang profesi dokter muda di sebuah rumah sakit di Indonesia.

“Anda akan menyumbangkan hasil penjualan seperti biasa?” tanya wanita itu.

“Ya, lakukan seperti biasa. Pastikan anak-anak penderita kanker mendapatkan hasil penjualan lukisan. Aku serahkan semua kepadamu.”

**

Setelah selesai menikmati acara pameran. Sashi naik taksi menuju ke hotel. Namun, saat sedang dalam perjalanan, Sashi melihat seorang tunawisma yang kedinginan di bahu jalan. Dia meminta sopir taksi berhenti di dekat tunawisma yang kebetulan juga sudah dekat dengan hotel.

“Permisi, Anda butuh mantel?” tanya Sashi ingin menawarkan mantelnya agar tunawisma itu tidak kedinginan di malam hari.

Namun, ternyata niat baik Sashi malah menjadi bencana untuknya. Saat Sashi sedang menawari mantel, tiba-tiba beberapa pria muncul dari semak dan langsung menatap lapar ke wanita itu.

Tentu saja Sashi terkejut dan panik, apalagi tunawisma itu pun ternyata satu kelompok dengan pria yang menyergahnya.

“Kamu butuh teman untuk menghangatkan?” Seorang pria mulai merangsek mendekat, bahkan menyentuh lengan Sashi.

Sashi tentu saja semakin panik. Dia menepis tangan pria yang menyentuhnya.

“Jangan menyentuhku!” bentak Sashi. Ingin kabur tapi dia dikepung.

Sashi ketakutan melihat pria-pria itu mengelilingi dan tersenyum penuh nafsu ke arahnya.

“Bagaimana kalau kamu temani kami saja? Kami kebetulan sangat kesepian.” Seorang pria mencengkram lengan Sashi dengan kuat.

“Lepaskan! Singkirkan tanganmu dariku!” pekik Sashi yang panik tapi berusaha kuat.

“Ayolah!” Para pria itu mulai memaksa Sashi untuk ikut dengannya. Belum lagi dua dari pria itu menarik paksa mantel Sashi, memperlihatkan tubuh yang berbalut gaun tanpa penutup lain.

Sashi berteriak dan mencoba memberontak tapi sia-sia. Dia mencium aroma alkohol dari napas para pria itu, membuat Sashi semakin panik karena mereka memaksanya ikut ke kegelapan.

“Tidak, lepas!” teriak Sashi memberontak.

Saat Sashi berusaha memberontak. Sebuah sinar terang dari lampu depan mobil menyilaukan semua mata.

Sashi sampai memejamkan mata karena lampu menyorot ke arah mereka. Hingga dia melihat seorang pria turun dari mobil, berdiri tegap begitu gagah lantas membanting pintu mobil.

“Apa begini cara kalian memperlakukan wanita?” Suara lugas, tegas dengan bariton tinggi itu menyelinap di telinga Sashi.

Sashi mencoba memandang pria yang baru saja turun dari mobil, tapi silau lampu membuatnya tidak bisa melihat dengan jelas wajah pria itu.

“Lepaskan dia!” perintah pria yang tak lain Nanda.

“Tidak usah ikut campur urusan kami. Kamu tamu di sini, pergi saja jika tidak ingin babak belur!” perintah salah satu pria itu mengejek.

Sashi menyilangkan kedua tangan di dada, jangan sampai mata jelalatan para pria itu melihat belahan dadanya. Dia lantas menatap pria yang datang sebagai penolongnya itu.

“Mau tamu atau bukan, aku tidak akan membiarkan kalian melecehkan wanita!”

Sashi melihat Nanda mengepalkan telapak tangan, hingga para pria berandalan itu menyerang dan mulai mengayunkan pukulan ke pria yang menolongnya.

Sashi begitu syok melihat perkelahian itu, meski harus diakui dia kagum karena pria yang menolongnya menang dan mampu membuat para pria brengsek tadi terkapar tak berdaya.

“Kamu baik-baik saja?” tanya Nanda sambil mendekat ke Sashi. Dia melepas jasnya saat mendekati Sashi.

Sashi memandang sosok pria yang menolongnya. Sosok pria berkebangsaan Indonesia tempatnya tumbuh besar.

Pria itu memakaikan jas ke tubuh Sashi, membuat wanita itu malah diam membeku tidak bisa mengalihkan pandangan.

“Kamu baik-baik saja? Kamu mau ke mana? Biar aku antar.” Nanda memberi tawaran ke Sashi.

“Aku--” Belum juga Sashi selesai menjawab. Dia melihat pria mesum tadi berdiri dengan belati di tangan.

“Awas!” teriak Sashi panik karena pria yang sudah dihajar habis-habisan tadi berusaha menusuk Nanda.

Nanda membalikkan badan dengan cepat, tapi terlambat menghindari belati pria tadi.

Sashi begitu syok ketika melihat darah menetes hingga jatuh ke jalanan yang berbalut salju malam itu.

Komen (12)
goodnovel comment avatar
Sari 💚
Nanda kena tikam yah, bukan jdi Sashi yang kena kan
goodnovel comment avatar
Dwi Wardawati
awal pertemuan yg menegangkan ,,,jadi jodoh ya semoga ...
goodnovel comment avatar
Roby Alif
awal yg bagus
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status