Share

Bab 2. Istri ke dua?

"Jaga sikapmu, Felicia!" 

Wanita bernama Felicia itu terlihat mundur, wajahnya tiba-tiba menjadi sendu, air mata mengalir di sudut pipinya.

Sagara mendesah "Maaf, aku tak bermaksud membentakmu. Hanya saja aku merasa lelah!" ucap Sagara dengan raut menyesal.

"It's oke. Never mind. Aku selalu memaafkanmu bahkan sebelum kau memintanya. Now, give me a warm hug!" Felice merentangkan tangan, yang kemudian di sambut Sagara dengan menarik tubuh ramping itu ke dalam rengkuhannya.

"I miss you Beib, so much!" bisik Felicia. Mata wanita itu menatap Arimbi dengan tajam, melempar sebuah senyuman sinis dan meremehkan.

Arimbi meremas ujung jilbabnya. Sepertinya bapak Arimbi salah mengambil langkah. Dia telah memaksa Arimbi memasuki sebuah pernikahan yang tak mudah. Arimbi tak sadar bahwa bukan hanya wanita yang tengah dipeluk suaminya itu yang akan menjadi ujian dalam rumah tangga yang baru satu hari di jalani. Akan ada ujian yang lebih berat dari ini, bahkan itu bisa mengambil nyawa Arimbi dan orang-orang terkasihnya.

"Apa yang kau lihat, rusa kecil?" Felicia, wanita dengan rambut pirang di bawah bahu itu memindai wajah Arimbi. Dari ujung rambut hingga kaki. Tersenyum samar.

"Bukan selera, Sagaku. Ck, dari ujung kepala sampai kaki nampak kampungan sekali. Meski aku tahu kau dari kampung dan memakai hijab, tak bisakah kau berpakaian sedikit modis?" tanya Felicia dengan senyum penuh ejekan.

"Apa kau tak ingin tahu siapa aku?" tanya Felicia lagi.

"Iya aku mau tahu siapa mbak ini? Kenapa terlihat sangat mesra layaknya suami istri dengan Tuan Sagara.

Felicia tersenyum sinis dengan pertanyaan Arimbi. "Tuan?" Lagi Felicia tersenyum mengejek. "Apakah Sagara tak memberitahumu tentang aku?" 

Arimbi menggelengkan kepala.

"Aku istri Sagara. Tepatnya aku ini adalah kakak madumu!"

Wajah Arimbi seketika pias dengan apa yang dikatakan Felicia. 

"I-i-itu ... itu ... itu tidak mungkin!"

Felicia tergelak. "Sangat lucu sekali. Bagaimana mungkin kau menikahi seseorang tanpa menyelidiki siapa calon suamimu. Ah, ya. Aku baru ingat! Kau kan dijual oleh bapakmu. Jadi wajarlah kalau kau sama sekali tak perduli tentang calon suamimu! Pelakor kecil!" Felicia sangat santai sekali mengatakan hal itu. Seolah-olah itu hal yang sangat lucu. 

Tapi tidak dengan Arimbi. Ia merasa saat ini amat sangat ingin berteriak, memaki Sagara karena telah menipunya. 

"Apa yang sedang kau pikirkan rusa kecil?" Felicia mencolek bahu Arimbi. "Apakah sekarang kau menyesali pernikahan ini?" tanya Felicia lagi.

Arimbi bergeming. Pikiran wanita itu saat ini kosong. Tubuhnya pun terasa seperti tak bertenaga.

"Kenapa, Mbak, gak marah sama saya, mengamuk atau pun mencaci maki saya? Mbak, malah terlihat sangat santai sekali?" tanya Arimbi. Manik bening Arimbi tak berkedip sekali pun, fokus kepada wajah Felicia 

"Kenapa aku harus marah? Kau itu sama sekali tak berarti apa-apa bagi Sagara, selain pembayar hutang!" 

Ucapan Felicia menohok hati Arimbi, menyebabkan nyeri di dalam sana. Arimbi ingin secepatnya pergi dari hadapan Felicia. Yang Arimbi inginkan saat ini adalah beristirahat, mengistirahatkan tak hanya tubuh tapi juga otaknya. Rasa terkejut dengan kenyataan yang baru saja didengarnya membuat seluruh tubuh Arimbi seperti tak bertenaga.

"Kamar saya di mana? Saya mau istirahat, capek!" Pertanyaan Arimbi membuat Felicia mengetatkan rahangnya. Istri kecil suaminya itu sengaja mengubah topik.

"Silvi!!" Felicia berteriak nyaring memanggil pelayan wanita berpakaian serba hitam yang sedang membersihkan kaca lemari. Dengan tergopoh-gopoh pelayan itu mendekat.

"Saya, Nya!"

"Antar Nyonya kecil ke kamarnya!" titah Felicia, sebelum kemudian felicia menyusul Sagara ke dalam kamar. 

Di sisi lain di sebuah kamar bercat serba cream, Sagara tengah melepas satu persatu pakaiannya. Masuk ke dalam kamar mandi, mengguyur seluruh tubuhnya dengan air dingin. Perjalanan dari Jawa Timur ke Jakarta membuat tubuh pria itu lengket.

Aroma samphoo menguar begitu pria itu keluar dari kamar mandi, tubuh telanjangnya hanya tertutup handuk yang terlilit di bagian bawah, memamerkan tubuh bak ukiran maha sempurna. Otot tubuh indah itu tercetak jelas. Tetesan air sehabis mandi membuat tubuh Sagara semakin seksi.

Sagara mengambil pengering rambut, berniat mengeringkan rambut basahnya. Tapi gerakan tangan pria itu tertahan, saat tiba-tiba sebentuk tangan lembut menyentuh tubuh bagian bawahnya.

"Sh,sh, hentikan Fel!" desahnya tertahan. Namun, bukannya menghentikan tindakannya, Felicia semakin liar memperlakukan area tubuh Sagara di bawah sana. 

Sagara tak dapat lagi menahannya. Ditariknya tubuh Felicia, menghempaskan tubuh wanita itu ke atas tempat tidur. 

"Jadi apa yang kau inginkan, gadis nakal? Bagian mana yang harus aku lukai terlebih dahulu?" tanya Sagara dengan suara serak menahan hasrat. Felicia menyeringai. Ia memajukan tubuhnya.

"Seluruh tubuhku adalah milikmu. Setiap jengkalnya adalah hakmu. Jadi tak perlu izinku lagi!" Senyum Felicia kini terkembang dengan sempurna. 

Sagara membuka laci, meraih borgol. Perlahan mendekati Felicia, dengan tubuh tanpa sehelai benang pun. Memasangkan borgol itu pada kedua tangan Felicia. Kemudian mengaitkan di sebuah tiang besi. Tiang itu seperti sengaja di pasang di sisi tempat tidur, karena tiang itu hanya sebuah saja.

"Berteriaklah jal*ng!!!" bentak Sagara pada Felicia saat ujung cemeti kecil dari besi menyentuh tubuh mulus Felicia.

Sejurus kemudian erangan, lolongan kesakitan memenuhi kamar. Felicia bisa berteriak sekencang-kencangnya, menangis meraung-raung, tanpa harus khawatir akan ada orang yang akan mendengar segala teriakan kesakitan. Karena kamar mereka dilengkapi peredam.

Sadomasokis. Kelainan seks yang dimiliki kedua pasangan ini. Bila Sagara nafsu seksnya terpuaskan dengan menyakiti baik secara fisik atau psikis pasangannya, maka Felicia adalah kebalikannya. Dia hanya akan terpuaskan hasratnya bila pasangannya menyakiti dirinya.

"Apa kau bisa berjanji padaku untuk tak jatuh cinta pada rusa kecil itu?" pinta Felicia seusai pertarungan mereka. Tubuh wanita itu terlihat mengerikan. Luka lebam ada di mana-mana. Sesekali Sagara menyesap darah pada luka-luka di tubuh Felicia.

"Rusa kecil?" Sagara mengerutkan dahi mendengar sebutan Felicia untuk Arimbi.

"Kau lebih paham diriku dari siapa pun, bahwa aku tak pernah melibatkan hati saat menjalin hubungan dengan wanita!" jawab Sagara. Pria itu perlahan memejamkan mata terlihat gurat kelelahan di wajahnya.

Sudut hati Felicia gerimis. Ada denyut nyeri di benda berbentuk segitiga berwarna pink itu. "Setelah lima tahun pernikahan kita, apakah aku tetap tak bisa mengisi hatimu, meski itu hanya bagian sudut saja!" guman Felicia. Sunyi. Tak ada jawaban. Yang terdengar justeru dengkuran halus dari bibir Sagara.

Felicia menatap lekat wajah tampan bak pahatan Dewa Arjuna itu. Bulu mata yang kadang membuat Felicia iri. Bagaimana bisa pria memiliki bulu mata panjang dan lentik seperti itu? Bulu mata itu saling bertautan, terlihat indah. Jemari Felicia menyentuh lembut bibir penuh Sagara, hidung menjulang tingga, alis bak camar. Kemudian beralih menyentuh rahang tegas yang ditumbuhi bulu-bulu halus menambah kesan jantan. Wajah Sagara adalah bentuk kesempurnaan.

Sementara itu di lantai dua, kamar Arimbi. Gadis yang kini telah berubah status menjadi seorang istri itu tak sedetik pun dapat memicingkan mata. Kalimat demi kalimat Felicia masih terngiang jelas di telinganya.

"Aku istri ke dua? Aku pelakor?" bisik Arimbi sendu. "Kenapa bapak tega sekali?" Arimbi menangis tersedu-sedu, ia menutup wajahnya dengan bantal agar tangisannya tak terdengar keluar kamar.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status