Share

Terjebak Pernikahan Dengan pria Sadomasokis
Terjebak Pernikahan Dengan pria Sadomasokis
Author: Kenzi Hinata

Bab 1. Nikah paksa

"Jangan lakukan itu, Tuan! Saya mohon!" ucap Arimbi dengan wajah ketakutan. Wanita itu meringkuk bagaikan anak anjing yang kedinginan. Polos yang biasanya ceria itu kini kuyu dan terlihat cemas. Manik bening yang biasa bekerjab indah itu terlihat berkaca-kaca. Buliran bening berdesakan bak air bah.

Namun itu semua tak membuat Sagara iba justeru tangis dan ratapan membuatnya makin bersemangat dan hasratnya kian membuncah.

"Berteriaklah jalang, yang keras! Menngislah, memohonlah!" bentak Sagara.

🥀🥀🥀🥀

Udara siang ini terasa terik sekali, sang Bagaskara menunjukkan kuasanya. Kemarau yang melanda desa Wetan Alas sebuah desa pertanian di ujung Jawa Timur, menyebabkan seluruh warga desa yang mayoritas petani padi, siap mengalami gagal panen. Bendungan irigasi yang biasanya memiliki air melimpah ruah kini kering kerontang. 

"Suruh anakmu itu pulang. Kita tidak bisa lagi membiayai kursusnya!" ujar pria dengan rambut yang mulai memutih. Kepulan asap dari rokok lintingan di tangannya membumbung memenuhi seluruh ruang tamu sederhana. Wanita berusia sekitar tiga puluhan itu mendesah pelan dengan ucapan pria yang ternyata adalah suaminya.

"Sih, krungu ra, ne dijak ngomong?" tanya pria itu dengan intonasi meninggi. Dia mulai kehilangan kesabaran karena Asih, sang istri tak juga menanggapi ucapannya, tangan dan kaki wanita itu lincah memainkan benang dan jarum mesin jahit. Suaranya meningkahi detak jarum jam di dinding.

"Bapak nyuruh Arimbi pulang itu untuk apa? Dia sudah melepaskan cita-citanya untuk kuliah, sekarang dia lagi kursus menjahit pun bapak suruh berhenti." ucap Asih akhirnya menanggapi ucapan sang suami.

"Mau tak kawinin sama anaknya Juragan Atmaja. Itu lho, pengusaha intan dan batu bara yang sekarang berada di Jakarta!" jawab pria itu, kembali menyedot lintingan putih di antara jari jemarinya yang hitam legam karena paparan sinar matahari.

"Apa Bapak kenal baik dengan pemuda itu. Sifat dan sikapnya?" tanya Asih, menatap lekat suami yang dinikahinya delapan belas tahun lalu saat Arimbi masih bayi merah. Ya, Asih menikahi duda beranak dua. Yaitu kakak iparnya sendiri. Melupakan cita-citanya yang ingin melanjutkan sekolah menjahit di Surabaya, dia iba melihat sang ponakan yang sudah kehilangan bundanya di usia hitungan hari.

"Dia itu orang kaya, terpandang. Dengan menikahinya kita akan terbebas dari segala masalah. Hutang di bank modal tanam padi dan juga hutang-

"Pras, karena judi!" potong Asih. Joko menatap Asih tak suka. "Benar kan yang aku katakan? Bapak mau menikahkan Arimbi dengan anak juragan Atmaja karena hutang Prasetyo anak ke sayanganmu itu?!" Mata Asih menatap nyalang. Selalu saja seperti ini. Mereka harus berkorban untuk Prasetyo anak lelaki kesayangan Joko yang kini mendekam di penjara.

"Kali ini Arimbi yang akan jadi korban? Begitu Pak? Setelah berhektar-hektar sawah, kalung dan uang simpananku untuk menyelamatkan anak kesayanganmu, sekarang Arimbi ku yang akan dijadikan korban demi dia, aku tak izinkan!" teriak Asih. Dadanya terasa sesak.

"Kau tahu, Sih? Rumah ini dan sawah sehektar itu juga akan di sita bank kalau kita tak bisa melunasi hutang! Aku sudah ndak punya apa-apa, Sih. Ndak tau kemana lagi harus mencari bantuan. Lagi pula Arimbi bukan akan menikahi Atmaja, tapi anaknya!" Joko masih terus membujuk, berusaha meluluhkan wanita terkasihnya itu.

"Orangnya ganteng. Sopan, ramah! Aku sudah ketemu sama dia!" kata Joko dusta. Padahal tak sekali pun dia pernah berbicara pada anak Atmaja itu. Pernah memang melihat wajahnya tapi tak pernah terlibat pembicaraan dengan pria itu. Pria berusia tiga puluh tahun itu berwajah dingin dan menakutkan. Membuat siapa saja merasa takut dan enggan berbicara dengannya. Untuk wajah, Joko tak salah. Pria itu memang rupawan. Kalau diibaratkan, pria itu perpaduan antara Arjuna dan Dasamuka. Wajah tampan bak Arjuna, tapi sikap dingin dan kejam seperti Dasamuka.

Maka berakhirlah pembicaraan suami isteri itu dengan kesepakatan. Arimbi menikah tapi dengan syarat dia akan tetap melanjutkan sekolahnya.

Atmaja bukan tak punya alasan menikahkan Arimbi dan puteranya Sagara. Joko telah menyelamatkan nyawa Atmaja saat akan dimakan harimau hutan. Sejak itu dia berjanji akan mengabulkan apa pun permintaan Joko. Selama ini Joko belum menagih janji, maka kali ini adalah waktunya. Saat dia terjepit tak berdaya. Sebenarnya dia juga tak tega. Tapi demi keberlangsungan hidup terutama putera tersayangnya, langkah ini diambil Joko.

Sah!

Ucapan itu mengikat Arimbi saat ini dengan Sagara Atmaja. Pernikahan yang jauh dari impian. Tak ada pesta mewah. Hanya pernikahan sederhana. Arimbi pun tak banyak bicara, ia hanya alat pembayar hutang jadi dia tak punya hak untuk meminta. 

"Tak ada pesta. Ayah boleh memberinya uang sebanyak yang Ayah mau, tapi aku tak ingin ada pesta. Yang penting sah di mata negara dan agama!" ucap Sagara kala sang Ayah memintanya menikahi gadis dari desa tempatnya lahir dan membesar. 

Ketika sang Ayah memintanya pulang, Sagara sangat enggan menginjakkan kaki di tanah ini. Tanah yang mengingatkan pengkhianatan sang Ayah, penderitaan sang bunda dan juga tentang ... ah, Sagara muak mengingatnya.

Arimbi melirik pria di sampingnya. Pria yang kini sah menjadi suaminya.

"Jaga matamu bocah. Jangan sampai kau tak dapat melihat matahari esok hari karena terlalu lama memandangku!" kata Sagara pada gadis berhijab merah maroon yang kini resmi menjadi isterinya. Sagara melihat dari kaca spion gadis itu berulang kali meliriknya.

"Cih, memangnya dia Dewa Surya sampai orang akan buta karena memandang wajahnya!" umpat Arimbi. Tentu saja hanya dalam hati. Mana berani dia menyumpahi pria ini? Wajahnya saja sangat menakutkan. Aura dingin menyelimutinya itu yang ada di pikiran Arimbi.

"Turun!" titah Sagara. Saat tiba di depan rumah mewah bergaya Eropa. Arimbi membuka mulut takjub. Dia sering melihat rumah-rumah mewah seperti ini tapi itu hanya di televisi. Rumah bercat putih, dengan lampu kristal menjuntai seperti buah aren, pilar-pilar kokoh dengan aneka bunga rambat yang melingakar, masuk ke dalam rumah mulut Arimbi tambah terbuka lebar karena takjubnya. Guci-guci indah dan mahal terjejer rapi di lantai di meja. Semua furniture mengkilat penuh ukiran jepara itu terbuat dari kayu jati.

"Aaah!" teriak Arimbi saat melihat lantai yang dia pijak. Lantai itu seperti kaca yang di bawahnya terdapat kolam dan ... ular dalam berbagai bentuk dan jumlah yang banyak.

"Astaghfirullah! Apakah dia beternak ular, kenapa ular-ular itu banyak sekali jumlahnya!" Arimbi menatap ngeri ke arah lantai. Hewan melata itu ribuan jumlahnya.

"A-a-pa-kah aku akan di jadikan tumbal, ah apakah dia memakai pesugihan ular?" pertanyaan-pertanyaan konyol itu terus berkeliaran di otak Arimbi.

"Mas Saga!" panggil Arimbi pada pria yang berjalan di depannya. Saga menoleh menatap tak suka.

"Jangan panggil aku dengan sebutan menggelikan seperti itu!!" tukas Sagara. "Panggil aku Tuan, Tuan Saga! Kau tak lupa kedudukan kita kan? Aku membeli mu dari Ayahmu!" Kalimat Sagara menohok hati Arimbi. Ada yang berdenyut nyeri, seperti luka di tusuk sembilu, luka itu tak mengeluarkan darah tapi mengapa sakitnya merambati seluruh tubuhnya.

"Kau tahu berapa banyak jumlah uang yang kuberikan pada Ayahmu?" Arimbi menggeleng karena dia memang tak tahu. "Dua milyar. Hargamu dua milyar. Jadi saat ini kau adalah barang yang ku beli, dan aku adalah pembeli. Kata orang pembeli itu adalah raja. Tapi di Indonesia raja sudah tak ada. Jadi, aku ini adalah Tuanmu. Kau paham, bocah!?" tanya Saga lagi dengan senyum meremehkan.

"Baiklah Yang Mulia Tuan Sagara Atmaja. Hamba paham!" jawab Arimbi. Wajah Sagara terlihat memerah, pria itu mengatupkan rahang. 

"Aneh!" desis Arimbi, "tadi dia yang memintaku menganggapnya Raja, dan menyuruhku memanggilnya tuan. Sekarang aku sudah menuruti permintaannya. Kenapa wajahnya marah seperti itu!"gumam Arimbi.

"Ah ya, aku hampir lupa!" pekik Arimbi tertahan. "Yang Mulia Tuan Sagara!" panggil Arimbi lagi, gadis itu tak ambil pusing dengan ekspresi wajah pria itu. " Apakah ular-ular di dalam sana itu biasanya naik dan masuk ke dalam rumah?" tanya Arimbi menunjuk ke arah lantai. Wajahnya bergidik ngeri.

"Apakah kau tak tahu bahwa itu bukan ular? Ck,ck, darimana kau dapat rusa kecil itu? Dia bahkan mengira efoksy tiga dimensi itu nyata! Ular-ular itu bukan nyata sayang!" ucap seoarang wanita yang muncul tiba-tiba di hadapan mereka.

Arimbi terkejut melihat wanita itu. Gadis itu kemudian merunduk, mencoba meraba lantai yang dipijaknya. Benar saja ini hanya lantai tapi di cat dengan efek seperti ular, "wah, keren sekali. Benar-benar mirip!" gumam Arimbi. Yang di sambut gelak tawa dari wanita tadi.

Mata Arimbi memindai wanita itu dari atas ke bawah. Seolah menilai penampilannya. Dress merah tanpa lengan selutut. memperlihatkan bahu putih, lengan mulus dan betis indahnya. Rambut wanita itu dibiarkan tergerai melewati bahu. Warna rambut dark ash blond membuat wajah putih mulusnya lebih bercahaya. Jangan lupakan lipstik merah menyala itu membuat bibirnya sangat seksi.

Arimbi melihat dirinya. Dia insecure sekali dengan perbedaan mereka.

"Kau sudah pulang Beib? Apa kabarnya?" wanita itu mendekati Sagara. Berdiri tepat di depan pria itu. Mengikis jarak antara mereka. 

Dan, Cup!

Arimbi membeliakkan mata. "Apa wanita ini mencium suaminya, dan itu di bibirnya, di depan matanya? Kurang ajar tak bisa dibiarkan!" teriak Arimbi, tapi hanya dalam hati. Arimbi mengurungkan niat melontarkan sumpah serapah dan menyerang perempuan itu kala suara Sagara yang dingin membentak wanita itu.

"Jaga sikapmu, Felicia!" 

Wanita bernama Felicia itu terlihat mundur, wajahnya tiba-tiba menjadi sendu, air mata mengalir di sudut pipinya.

Sagara mendesah "Maaf, aku tak bermaksud membentakmu. Hanya saja aku merasa lelah!" ucap Sagara dengan raut menyesal.

"It's oke. Never mind. Aku selalu memaafkan mu bahkan sebelum kau memintanya. Now, give me a warm hug!" Felicia merentangkan tangan, yang kemudian di sambut Sagara dengan menarik tubuh ramping itu ke dalam rengkuhannya.

"I miss you Beib, so much!" bisik Felicia . Mata wanita itu menatap Arimbi dengan tajam, melempar sebuah senyuman sinis dan meremehkan.

Arimbi meremas ujung jilbabnya. Sepertinya bapak Arimbi salah mengambil langkah. Dia telah memaksa Arimbi memasuki sebuah pernikahan yang tak mudah. Arimbi tak sadar bahwa bukan hanya wanita yang tengah dipeluk suaminya itu yang akan menjadi ujian dalam rumah tangga yang baru satu hari di jalani. Akan ada ujian yang lebih berat dari ini, bahkan itu bisa mengambil nyawa Arimbi dan orang-orang terkasihnya.

Catatan: 

Krungu ra, ne dijak ngomong= dengar tidak kalau diajak bicara?

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status