Hari ini adalah hari pertama Celine menjadi sekretaris. Bukannya grogi, wanita itu terlihat sangat antusias, terlebih setelah dia mengubah penampilannya habis-habisan. "Rasanya seperti mimpi. Apa ini masih diriku?"
Wanita itu tersenyum lebar, mengagumi kecantikannya melalui cermin kecil yang dia pegang. Agaknya, dia sendiri pun terkejut dengan penampilannya yang sekarang.Rambut panjangnya sengaja dipangkas sebahu. Pakaian longgar nan usang itu sudah ia ganti dengan pakaian trendi yang menonjolkan bentuk tubuh proporsionalnya.Dengan penampilan seperti itu, ditambah make-up natural yang menghias wajahnya, siapa yang tak akan terpesona melihatnya?"Sebastian Earl Sanders, mulai hari ini aku pasti akan menunjukkan betapa luar biasanya janda yang kamu anggap menjijikkan ini."Wanita itu segera menyimpan cerminnya. Sebagai sekretaris baru, Celine harus aktif. Tidak boleh hanya diam dan menunggu perintah atasan. Jadi, dia memutuskan untuk pergi ke ruangan Earl sekarang.Tok tok tok ..."Presdir, apa Anda di dalam? Bolehkah aku masuk?""Masuklah."Earl sedang menerima telepon saat Celine masuk. Sepertinya, telepon itu dari orang penting, atau mungkin ada masalah penting. Yah, itulah yang Celine pikirkan setelah melihat ekspresi Earl yang serius."Ada apa mencariku?"Pria itu mendongakkan wajah. Akhirnya dia merespons Celine setelah membuatnya menunggu beberapa waktu. "Kamu ... ?" tanyanya dengan satu alis terangkat ke atas.Earl tidak hanya berdiri, tapi menghampiri Celine dan memperhatikannya dari jarak dekat. Padahal, pria itu tidak pernah seperti ini sebelumnya."Presdir, kamu tidak mungkin lupa denganku, kan?" Canggung, Celine mundur satu langkah. "Jadi, apa tugas pertamaku sebagai sekretaris?"Entah apa yang Earl pikirkan pagi-pagi begini, yang jelas Earl tampak seperti tidak mengenali Celine. Hal itu terlihat dari raut wajahnya yang semula berkerut dalam, dan baru kembali normal ketika Celine menyebutkan kata ‘sekretaris’."Oh, kerjakan semua itu!" Pria itu menunjuk setumpuk pekerjaan di meja.Pekerjaan itu lebih banyak dari pekerjaannya yang biasa. Namun kali ini Celine tidak akan melayangkan protes. Karena mulai hari ini dia ingin membuang imejnya yang menjengkelkan di mata Earl."Aku akan menyelesaikan semuanya hari ini," janjinya disertai senyum yang optimis. Dia kemudian meraih tumpukan berkas itu dan kembali berujar,"Presdir, panggil aku kapan pun jika membutuhkan bantuanku."Lucunya, tak ada sepatah kata pun yang keluar dari mulut Earl. Yang dia lakukan hanyalah diam dan memperhatikan Celine sampai wanita itu tak lagi terlihat."Baguslah, sepertinya dia mulai berubah." Earl, tersenyum tipis, lalu bangkit dan menggumam pelan, "Selain itu, dia lumayan cantik juga."**"Bagaimana, Presdir?"Sore itu, Celine berhasil menyelesaikan pekerjaan sesuai janjinya dan Earl sedang memeriksanya sekarang."Bagus." Pria itu menutup berkas yang dia pegang, lalu meletakkannya ke meja tanpa memeriksa yang lain.Sontak hal itu membuat Celine terkejut. "Tidak perlu memeriksa yang lain?""Tidak perlu. Kamu boleh pergi sekarang.""Kalau begitu aku permisi!"Earl mengangguk. Tapi buru-buru memanggil Celine sebelum Celine pergi. "Tunggu, Celine!""Ya, Presdir. Ada apa?" Celine menoleh, mengira Earl akan memberinya pekerjaan lagi dan memaksanya lembur. Tapi ternyata dugaannya salah. "Bersiaplah, aku ingin kamu menemaniku menemui klien penting setengah jam lagi!"Ralat, tidak terlalu salah sebenarnya ... sebab menemui klien masih dikategorikan sebagai pekerjaan, akan tetapi pekerjaan itu bukan jadi tanggung jawabnya ... seharusnya."K-klien?" Matanya membesar. Celine tidak menyangka akan bertemu dengan klien di hari pertamanya bekerja sebagai sekretaris. "I-itu ... bukankah itu tugas Pak Felix?"Earl mengangguk. “Felix sakit. Apa kamu keberatan untuk menggantikan tugasnya?” Pria itu menatap tajam dengan alis yang menukik.Hal itu membuat Celine diserang perasaan gugup luar biasa. “Eh, tapi... itu--”"Kamu tidak perlu melakukan apa pun. Yang harus kamu lakukan hanyalah memperhatikan dan belajar," potong Earl.Menimbang beberapa saat, akhirnya Celine menganggukkan kepalanya. "Ah, baiklah!"Satu jam kemudian, Celine dan Earl pun sampai di tempat tujuan mereka. Celine berjalan di belakang Earl, mengikuti pria itu ke mana pun bagai anak itik. Keduanya baru berhenti ketika melihat sesosok pria paruh baya berdiri di depan sebuah ruangan."Selamat sore, Mr. Simon! Maaf membuat Anda menunggu!" sapa Earl lebih dulu."Tidak perlu minta maaf. Aku juga baru datang."Dua pria beda generasi itu pun bersalaman. Mr. Simon bahkan sempat bertanya kabar sebelum melihat Celine dengan tatapan heran. "Dia siapa?""Dia sekretaris pribadiku." Earl menoleh, memberikan kode lewat tatapan mata agar Celine menyapa. Sigap, Celine pun mengulurkan tangannya. "Selamat sore, Mr. Simon! Senang bertemu dengan Anda!""Aku juga senang bertemu denganmu," kata Mr. Simon.Pria itu memperhatikan Celine, lalu melihat Earl yang berdiri di sampingnya. "Kamu cantik, pantas saja dia memilihmu jadi sekretaris."Berbeda dengan Earl yang tak pernah memujinya, pria tua itu justru tak ragu memberikan pujian di pertemuan pertama mereka. Wajah Celine memerah, tapi tak lantas membuatnya besar kepala. "Anda juga masih sangat tampan di usia ini," puji Celine tidak mau kalah.Dua pria beda generasi itu terkejut. Earl bahkan buru-buru minta maaf, takut ucapan Celine menyinggung Mr. Simon. "Mr Simon, mohon maaf atas sikapnya yang ... ""Bagaimana menurutmu, Tuan Earl?" potong Mr. Simon dengan mata berbinar. “Apakah penilaian sekretarismu itu benar?”"Tentu saja. Iya kan, Presdir?" Celine dengan semangat menoleh ke arah Earl.Gadis itu tidak mengetahui, kalau-kalau pria itu tengah mengetatkan rahangnya, khawatir pada keberanian Celine di pertemuan pertama mereka.Namun yang lebih mengejutkan Earl lagi adalah ... Mr Simon biasanya terkenal kaku. Siapa sangka, sekretaris barunya bisa langsung mengakrabkan diri dalam waktu singkat?"Ah, tentu saja... Anda terlihat awet muda dan sehat."Terkesan dengan pertemuan mereka, Mr. Simon pun mempersilahkan keduanya masuk. "Jangan memujiku terus. Ayo masuk dan bicara di dalam."Awalnya, Earl tidak ingin melibatkan Celine. Tapi pertanyaan Mr. Simon menggagalkan semuanya. "Kamu sendiri yang akan presentasi?" Pria tua itu melirik Celine. "Aku pikir dia.""Mr. Simon, dia baru bekerja hari ini. Jadi ... ""Mohon dimaklumi jika ada kesalahan!" potong Celine. Seketika Earl menoleh. Kata-kata Celine barusan membuat mata pria itu memelotot. "Celine, apa maksud kamu barusan?""Presdir, biarkan aku melakukan presentasi!" Wanita itu tersenyum lebar. Ekspresinya sangat tenang, bahkan terlalu tenang sampai membuat Earl tak berkedip."Tapi ... ""Presdir, percayalah padaku. Aku tidak akan mengecewakanmu." Celine sudah memutuskan untuk membuat Earl terkesan. Jadi dia tidak ingin membuang kesempatan ini.Toh dia sudah terbiasa melakukannya dengan Felix selama magang. Dan, jangan lupakan dia yang dijuluki junior jenius karena pekerjaannya yang selalu memuaskan.Selain itu, Celine juga mempelajarinya selama di mobil. Jadi, tidak ada alasan untuk menolak permintaan Mr. Simon."Kalau begitu baiklah." Pria itu membuang napas.Sementara itu, Mr. Simon tertawa menyaksikan tingkah keduanya. "Presdir Earl, darimana kamu mendapatkan sekretaris seperti Nona Celine? Dia sangat bersemangat. Aku harap dia tidak mengecewakanku!"Earl tersenyum tipis. "Saya pun berharap demikian, Mr Simon." Selama Celine presentasi, mata elang Earl tidak lepas dari gadis itu. Gadis itu sadar, presdirnya pasti sedang bersiaga andai kata dia salah ucap.Beruntung Celine melakukannya dengan lancar. Beberapa kali Mr. Simon mengangguk, terkadang tersenyum. Kliennya itu terlihat begitu puas dengan penjelasan dari Celine.Yang mengejutkan adalah, Mr. Simon tidak memerlukan waktu yang lama untuk memberi keputusan. "Aku senang bisa bekerjasama dengan anak muda berbakat seperti kalian," puji pria itu setelah menandatangi kontrak kerja sama mereka.**"Bagaimana? Aku hebat, kan?" Sepertinya Celine masih memiliki banyak sisa energi. Dia kembali mengulas keberhasilannya tadi.“....”Namun, karena tak ada jawaban, Celine pun berdiri di hadapan Earl yang lebih tinggi satu setengah jengkal darinya. "Presdir, aku bicara denganmu. Apa kamu mendengarnya?"Jarak mereka begitu dekat hingga Earl bisa melihat pantulan dirinya di mata Celine. "Aku tidak tuli."Pria itu kembali melangkah,meninggalkan Celine yang diam membeku mendengarnya. Bibir gadis itu bahkan cemberut, sebab bukan jawaban seperti itu yang Celine inginkan.Menyadari Celine tertinggal, Earl pun menoleh dan berteriak, "Hari ini kamu hebat. Tapi tolong berjalan cepat sedikit, atau aku akan meninggalkanmu disini!"Setengah berlari, Celine mengejar Earl. Tapi suara wanita yang sangat dia kenal menghentikan langkahnya. "Lama tak bertemu, Celine!"**"Apa kamu melihat ekspresi tanteku?" Di balik kemudi itu, Earl tak bisa menahan tawa. Apalagi setelah mengingat bagaimana ekspresi Laudya dan Chintya saat mereka melihat bekas gigitan Earl di leher Celine."Lain kali, kita harus sering-sering melakukannya, Celine!" pinta Earl.Sepertinya, pria itu masih larut dalam euforia. Sangat berbeda dengan Celine yang tampak biasa saja. "Tidak mau!" tolak Celine.Gadis itu melihat lehernya yang kemerahan dari sebuah cermin berukuran kecil. Lalu mengambil ponsel miliknya dan mencari tutorial untuk menghilangkan bekas itu di internet.Earl yang saat ini sedang menyetir pun langsung menoleh begitu mendengar penolakan. "Apa kamu pikir kamu bisa menolak?" tanyanya.Pria itu tersenyum tipis, lalu kembali melihat ke depan. "Ingat, Celine. Kita sudah sepakat. Jadi tolong kerjasamanya, okay?"Untuk beberapa detik, suasana menjadi hening. Earl fokus menyetir sementara Celine menyimpan ponselnya ke dalam tas."Iya, aku tahu!" Celine menoleh. Memberikan lir
"Ah. I-itu ... " Celine segera menarik tangannya. Menggaruk pipinya yang tidak gatal dan bertingkah seolah tidak pernah menyentuh apapun. "Sebenarnya, aku hanya ... ""Menggodaku?" potong Earl.Pria itu bangkit dan mendekati Celine. Tak apa kalau hanya mendekat. Masalahnya, pria itu malah memamerkan tubuh atletisnya tanpa rasa malu.Bahkan, secara terang-terangan menarik tangan Celine agar Celine menyentuh perut itu untuk yang kedua kali. "Jangan khawatir, aku tidak akan tergoda. Jadi, kalau mau menyentuh, silahkan saja!""Siapa juga yang mau menggodamu." Celine kembali menarik tangannya. Lalu pergi membereskan barang-barangnya yang tak seberapa. "Oh, benarkah?" tanya Earl.Sepertinya, pria itu akan terus bertanya sampai mendapat jawaban yang dia inginkan. Tapi, Celine tidak perlu menjawab pertanyaan itu karena waktu yang semakin mepet.Wanita itu tersenyum lebar. Menunjuk kearah jam dinding sembari berkata, "Presdir, bukankah sebaiknya kamu segera mandi? Mereka sudah menunggu, lho!"
Pagi itu, matahari sudah mulai meninggi. Tapi tak ada tanda-tanda kalau sepasang pengantin itu akan membuka mata. Entah Celine atau Earl, dua-duanya masih terlelap dalam tidurnya yang nyenyak.Di atas ranjang berukuran besar itu, Earl tidur di sisi kanan. Pria itu menelungkupkan tubuhnya dengan posisi kepala menoleh ke kiri. Hening ... dan tak ada suara. Yang ada hanyalah hembusan nafas yang nyaris tak terdengar.Tapi, tiba-tiba ... dering alarm berbunyi."Apa itu?" Setengah sadar, Earl meraih ponselnya. Tapi ponsel itu gelap. "Bukan punyaku? Lalu punya siapa?"Bingung, pria itu diam sesaat. Dan setelah lima detik, akhirnya dia ingat kalau dia tidak sendirian. "Ah, pasti itu milik Celine."Earl pun menoleh dan membangunkan Celine. "Celine, matikan alarmnya. Berisik, tahu?"Tapi, Earl dikejutkan dengan posisi tidur Celine yang tak biasa. Seharusnya Earl melihat wajah Celine, atau mungkin rambutnya karena gadis itu tidur di sampingnya. Namun, bukan itu yang Earl lihat. Gadis itu meringk
"Ti-tidur denganku?" Tiba-tiba Celine gugup, sementara otak kecilnya mulai berpikiran liar.Saat Earl mengambil bantalnya tadi, Celine pikir pria itu akan mengusirnya pindah ke sofa. Siapa yang menyangka pria itu malah ingin tidur dengannya di ranjang yang sama?"Tapi aku tidak mau tidur denganmu." Meskipun sudah mengucapkan itu, nyatanya Celine masih duduk manis di ranjang. Sementara Earl pura-pura tidak mendengar.Pria itu sibuk menata bantalnya. Kemudian mencari posisi yang nyaman dengan duduk bersandar. "Apa kamu mau lanjut menonton, Celine?" tawarnya."Hah?" Celine melongo.Mana mungkin Celine menjawab 'iya'? Mereka berdua sama-sama normal. Bagaimana kalau mereka terbawa suasana lalu ingin mencobanya?"Tidak mau!" tolak Celine."Tidak mau?" Earl menoleh. Lalu kembali melihat ke arah layar. "Ya sudah. Kalau begitu aku akan menontonnya sendiri. Kalau kamu ngantuk, kamu tidur saja duluan," kata Earl sembari menepuk-nepuk kasur menggunakan tangan kanannya.Pria itu tersentum tipis, me
"Aku sudah selesai."Keluar dari kamar mandi, Celine mendapati Earl mengambil baju ganti. Rambutnya acak-acakan, tapi penampilannya yang seperti itu justru membuatnya terlihat ganteng maksimal.Sadar diperhatikan, Earl pun menoleh dan bertanya, "Ada apa?""Ah. Oh, tidak kok! Tidak ada apa-apa." Celine, berpaling. Bersiul meskipun tak ada suara siulan dari mulutnya."Lalu, kenapa kamu melihatku seperti itu?" Seperti biasa, Earl mulai kesal.Pria itu hampir menyentil dahi Celine. Tapi, sebelum Earl melakukannya, Celine sudah lebih dulu menutupi dahinya. "Aku hanya ingin bertanya, apa kamu butuh bantuanku?"Dengan cepat, Earl menggeleng. "Tidak. Lain kali saja!""Kalau kamu butuh bantuan, katakan saja!" Celine mendekatkan diri. Memeluk pria itu dan berbisik, "Aku kan istrimu.""Sudah kubilang tidak perlu." Earl melepas tangan Celine yang melingkar di perut atletisnya. Sepertinya dia mulai kewalahan menghadapi tingkah Celine yang semakin bar-bar.Akhirnya, Earl pergi ke kamar mandi. Sement
"Aku duluan!" teriak Celine."Tidak bisa. Aku duluan!" Earl bersikeras.Di kamar pengantin yang penuh bunga itu, jangankan adegan romantis, sifat malu-malu kucing antara Earl dan Celine pun tak terlihat. Sebaliknya, mereka malah berdebat untuk menentukan siapa yang akan menggunakan kamar mandi duluan."Apa kamu tidak tahu kata pepatah, sayang?" Celine mulai naik darah. Gadis itu meletakkan ujung gaunnya yang berat. Berdiri di ambang pintu agar Earl tidak mendahuluinya. "Ladies first. Kamu tahu artinya, kan?"Earl tersenyum tipis, lalu mendesis pelan. Candaan macam apa itu. Tentu saja dia tahu. Tapi masalahnya, Earl tidak sanggup lagi menahan panggilan alam yang sejak tadi dia tahan.Pelan-pelan, Earl menyingkirkan gaun Celine yang menjuntai. "Aku tahu, sayang." Pria itu melewati Celine, menjangkau kloset yang terletak beberapa langkah di belakang Celine. "Tapi aku kebelet pipis," katanya."Astaga!" Celine memelotot. Terkejut melihat Earl mulai menarik resleting celananya. Celine pun be