Share

Bab 6 Patah Hati

"Luna?"

Mata Celine membesar melihat siapa yang memanggilnya. Dia adalah Luna-sahabat baik, sekaligus guru El Baldwin-putranya. "Apa yang kamu lakukan disini?"

Wanita itu mendekat, tak percaya bisa bertemu dengannya di tempat itu.

"Aku baru saja menemui suamiku." Luna menunjuk gedung yang berdiri kokoh di belakangnya "Dia bekerja disana."

"Benarkah?" Matanya memelotot. Takjub dengan pengakuan Luna barusan. "Itu sangat keren!"

"Kamu juga sangat keren," puji Luna.

Wanita itu memperhatikan Celine sebentar. Hanya beberapa minggu sejak pertemuan terakhir mereka, tapi Celine sudah banyak berubah. "Bagaimana kabarmu?"

"Aku baik." Celine tersenyum manis, tak lupa menyodorkan tangannya pada Luna. "Terimakasih ya, atas semuanya?"

"Untuk?" Luna memicingkan salah satu matanya. Seingatnya, dia tidak melakukan apa pun. Lalu, kenapa Celine mengucapkan terimakasih?

"Ehh ... i-itu, karena tanpa bantuanmu, aku tidak mungin bisa bertemu dengan El." Canggung, Celine pun menggaruk pipinya yang tidak gatal.

Hak asuh El jatuh ke tangan mantan suaminya. Dan Celine tidak diijinkan menemui anak itu. Tapi berkat Luna, akhirnya Celine bisa melepas rindu kapan pun dia mau.

Celine juga sering menitipkan sesuatu untuk anak itu melalui Luna. Termasuk, kue ulang tahun yang dia pesan tempo hari itu.

"Tidak perlu berterimakasih. Aku senang bisa membantumu, Celine!" Setelah mengatakan itu, tiba-tiba ekspresi Luna berubah.

Jujur saja, perubahan itu membuat Celine bertanya-tanya. Apalagi, Luna sepertinya enggan menyambut uluran tangannya. "Ada apa? Kenapa kamu melihatku dengan tatapan seperti itu?"

"Maafkan aku!" Luna menghela nafas berat. Perempuan itu memang mengabaikan uluran tangan Celine, tapi sebagai gantinya, Luna malah memeluk Celine erat-erat.

Mendengar permintaan maaf itu, perasaan Celine jadi tak menentu. Apakah Luna sengaja menemuinya untuk menyampaikan kabar buruk? Atau, mungkinkah terjadi sesuatu dengan El? "El, dia ... baik-baik saja, kan?" tanya Celine dengan terbata.

"Dia baik. Tapi sepertinya, aku tidak bisa memberikan barang pemberianmu untuknya lagi."

"Kenapa?"

"Karena ayahnya membawanya pergi ke luar negeri, Celine."

Deg

"Apa?" Seketika, bahu Celine melorot. Wajahnya berubah murung, dan mulutnya terkunci.

Tidak mungkin anak itu pergi. El adalah sumber kekuatannya, selain ayahnya.

Kalau anak itu pergi dan ayahnya tak kunjung sadarkan diri, lalu bagaimana cara Celine melanjutkan hidup?

"Luna, kamu bercanda, kan?" Akhirnya, Celine melepas pelukan Luna. Selama ini Luna tidak pernah berbohong. Tapi kali ini saja, Celine berharap Luna membohonginya. "Tahu tidak? Candaanmu kali ini sangat tidak lucu, tahu?"

"Tapi aku sedang tidak bercanda, Celine." Luna kembali meraih tangan Celine, lalu memberikan sebuah kotak berukuran kecil kepadanya. "El menitipkan benda ini untukmu."

"Jadi, dia benar-benar pergi?"

Luna mengangguk. "Dia bilang kamu harus menjemputnya suatu hari nanti."

Tiba-tiba suasana menjadi hening. Celine menatap kotak itu dengan tatapan nanar. Sementara Luna, tak ada yang dia lakukan selain memperhatikan Celine.

Tapi, begitu melihat matanya mengembun, Luna langsung menarik Celine ke pelukannya. "Tidak apa-apa. Menangislah sepuasmu jika itu bisa memuatmu lega."

**

"Siapa dia?"

Hanya kata itu yang Earl tanyakan saat Celine kembali. Bukannya menjawab, Celine justru meminta maaf. "Maaf membuatmu menunggu lama, Presdir."

Saat ini, Celine tidak lagi seenerjik sebelumnya. Perubahan perilaku itu tentu membuat Earl heran.

Terlebih, Earl sempat melihat apa yang Celine dan Luna lakukan, tapi tidak mendengar apa yang mereka bicarakan. "Ada apa? Apa ada masalah?"

Celine menggeleng. "Tidak ada," jawabnya. Gadis itu tersenyum, ingin menunjukkan pada Earl seolah tak tak ada masalah.

"Yakin?" Dahi Earl mengkerut karena heran. Lalu memindai Celine dari ujung kepala hingga ujung kakinya.

Tidak ada yang aneh, tapi bekas air mata yang belum mengering di sudut mata itu sudah cukup membuktikan bahwa Celine sedang tidak baik-baik saja. "Lalu kenapa kamu menangis?"

"Tidak kok." Tak ingin terlihat lemah, Celine pun mengalihkan pembicaraan. Tak lupa merubah ekspresinya menjadi lebih ceria. "Presdir, sebenarnya ada tempat lain yang ingin aku kunjungi. Jadi, kita berpisah disini saja, ya?"

"Memangnya kamu mau pergi kemana?" Earl melihat jam yang melingkar di tangannya. Malam belum terlalu larut, tapi tidak baik seorang perempuan berkeliaran sendirian di jam seperti ini, kan?

Sayangnya, Celine tidak ingin memberitahu Earl kemana dia akan pergi. Wanita itu berbalik arah, lalu menjawab pertanyaan Earl dengan singkat. "Rahasia."

Selepas kepergian Celine, Earl tersenyum tipis. Lalu membakar tembakaunya dan menghisapnya perlahan sebelum membuangnya ke udara. "Rahasia ya? Kalau begitu, akan kucari sendiri apa rahasiamu itu, Celine."

**

"Berikan aku satu lagi?"

Celine mengangkat tangannya. Dua botol alkohol telah berpindah ke perut, tapi kelihatannya masih jauh dari cukup.

Mau bagaimana lagi? putra kesayangannya tiba-tiba pergi. Bukankah wajar jika Celine patah hati?

"Pesanan Anda, Nona!" kata seorang pelayan.

"Terimakasih."

Celine menuang kembali alkoholnya di gelas kosong. Selama beberapa waktu, ekpresinya terus berubah. Terkadang, dia tersenyum. Tapi terkadang juga menangis. "Sayang, apa yang harus mami lakukan kalau mami rindu?" sesalnya.

Dulu, El lahir dengan kondisi cacat. Anak itu tidak bisa berjalan karena struktur tulangnya bengkok. Walaupun begitu, Celine merawat anak itu dengan penuh cinta.

Setelah melakukan serangkaian operasi dan pengobatan bertahun-tahun, akhirnya El bisa berjalan dengan normal. Sebagai seorang ibu, Celine tentu sangat bahagia.

Tapi kebahagiaan Celine tak berlangsung lama. Karena Dave memutuskan untuk menceraikannya.

"Dave, kamu benar-benar brengsek!" umpat Celine.

Sekali lagi, Celine menuang alkoholnya. Tapi kepalanya terasa semakin berat. Akhirnya, Celine pun tersungkur ke meja. Dan sebelum kesadarannya hilang, dia sempat berbicara pelan, "El, bersabarlah. Mami pasti akan menjemputmu suatu hari nanti."

Melihat Celine mabuk, seorang pria yang sejak tadi mengawasinya pun mendekat.

Menolong sudah pasti. Tapi sebelum itu, dia masih sempat-sempatnya memberikan pujian untuk Celine. "Ternyata kamu kuat minum. Lain kali, kalau mau minum tolong undang aku juga, okay?"

**

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status