Share

Bab 8 Gaun Untuk Celine

"Akhirnya sampai juga."

Begitu turun dari taksi, Celine menyusuri jalanan sekitar untuk mencari alamat yang menjadi tempat janjian mereka. Matanya awas melihat sekeliling. Sementara mulutnya sibuk mengulum permen.

"Apa ini tempatnya?"

Celine memeriksa kembali alamat pemberian Earl. Tidak salah, tapi membuat Celine heran. Dari sekian banyak tempat, kenapa harus tempat ini yang menjadi tempat janjian mereka? "Memangnya, dia ingin aku melakukan apa?"

Awalnya, Celine ragu. Tapi seorang perempuan berpakaian rapi keluar dari gedung untuk menyambutnya. "Nona, Anda Nona Celine, kan?"

"Ah ... darimana kamu tahu namaku?"

"Tuan Earl bilang akan datang membawa seseorang. Dan ciri-cirinya persis sepertimu." Wanita itu tersenyum. "Jadi, kupikir orang itu adalah kamu."

" ... "

"Mari."

Ternyata, perempuan itu adalah salah satu asisten designer terkenal di kota ini. Karena teman pelanggan setianya sudah datang, dia pun membawa Celine masuk.

"Tuan Earl belum datang. Jadi, silahkan duduk." Wanita itu mempersilahkan Celine duduk. Tak lupa memanggil pelayan untuk menyajikan teh untuknya. "Silahkan diminum."

"Terimakasih."

Selagi menunggu, Celine memperhatikan ruangan berukuran besar itu. Berbagai model gaun tampak berjejer rapi. Iseng, Celine mendekati gaun yang terletak tidak jauh dari tempatnya untuk melihat harganya. "Mahal sekali."

Celine menjauhi gaun itu, lalu melihat sekeliling. Ternyata, dia bukanlah satu-satunya pengunjung. Apes, dia malah bertemu dengan pria asing yang membuatnya tak nyaman.

"Nona, kamu cantik sekali!" Pria itu mendekat. Mungkin, dia pikir dia keren. Karena dengan percaya diri mulai menebarkan pesonanya.

"Nona, apa kamu sudah punya pacar?" Pria itu tersenyum. Lalu menambahkan, "Bagaimana kalau kamu jadi pacarku?"

Sebuah senyum tipis terukir di bibir Celine. Mereka tidak saling kenal. Lalu, tiba-tiba pria ini menawarinya agar jadi pacarnya. Bukankah itu sangat menyebalkan?

"Maaf, Tuan! Tapi aku-"

"Pria gendut sepertimu bukanlah tipenya," potong Earl.

Sebastian Earl Sanders, entah kapan pria itu datang. Tapi yang jelas, dia sudah berdiri di samping Celine sekarang. "Kamu sangat mengganggu. Pergi sana!"

Hari ini bukanlah pertemuan pertama mereka. Meskipun tidak saling kenal, tapi kalau hanya nama dan apa pekerjaannya, mereka sama-sama tahu.

Tak ingin mencari masalah dengan cucu keluarga Sanders yang terhormat, pria asing itu pun pergi. "Mohon maafkan sikap saya yang lancang, Tuan, dan ... Nona."

Akhirnya pria asing itu pergi. Saat ini, tersisa Celine dan Earl di tempat itu.

"Presdir, kamu terlambat." Celine menoleh. Memperlihatkan jamnya yang menunjukkan pukul 15.10 sore.

"Hanya 10 menit saja. Kenapa kamu sangat perhitungan?" Pria itu menarik tangan Celine. Membawanya masuk ke ruangan yang hanya diperuntukkan untuk tamu VVIP sepertinya.

Tapi, Celine menolak. Setidaknya, Celine ingin tahu apa yang akan mereka lakukan di tempat ini. "Presdir, sebenarnya apa yang akan kita lakukan di tempat ini?"

"Memilih gaun yang cocok untukmu," jawab Earl singkat.

"Ha?" Dahi Celine mengkerut. Melihat Earl dengan tatapan penuh tanda tanya. "Gaun untukku?"

" ... "

Seulas senyum terukir di ujung bibirnya. Gadis itu mulai berpikiran negatif sekarang. Kenapa juga dia harus memilih gaun? Memangnya untuk apa? Jangan bilang dia sendiri yang harus membayar gaun itu nanti.

Daripada menghamburkan uangnya untuk hal semacam itu, bukankah lebih baik menggunakannya untuk membayar tagihan biaya rumah sakit ayahnya yang semakin membengkak?

"Presdir, kamu belum menjawab pertanyaanku."

"Cerewet." Pria arogan itu berpindah posisi. Kali ini dia berdiri tepat di hadapan Celine. "Kakekku ingin menjodohkan aku dengan seseorang. Aku menolaknya."

"Lalu?"

"Aku mau kamu berpura-pura jadi pacarku."

Tiba-tiba suasana sunyi. Dua anak manusia itu saling berpandangan, tapi sama-sama diam. Earl tampak tenang dan santai, sementara Celine mencoba memahami situasinya.

"Presdir, jadi kamu belum menikah?"

"Apa itu penting?" Satu alisnya terangkat. "Memangnya kenapa kalau aku belum menikah?"

"Tidak penting, sih." Celine menoleh ke arah lain. Tak lupa menggaruk pipinya yang tidak gatal. Tapi, jauh di dalam lubuk hatinya mulai bertanya-tanya.

Jika memang Earl belum menikah, lalu darimana bocah berusia lima tahun bernama El Sanders itu berasal?

"Presdir, jangan-jangan kamu-"

"Apa?" potong Earl.

Celine memonyongkan bibirnya. Sempat mundur beberapa langkah sebelum menuduh Earl tanpa bukti. "Jangan-jangan, kamu adalah pria sialan yang lari dari tanggung jawab."

"Apa katamu?" Alis Earl menukik tajam. "Aku ... pria sialan yang lari dari tanggung jawab?"

"Jelas-jelas kamu punya anak. Tapi kamu tidak menikahi wanita yang telah melahirkan anakmu. Kalau bukan pria sialan, lalu apa namanya?"

"Tunggu?" Mata Earl memelotot. Terkejut mendengar keluhan Celine. "Anak apa?"

"Presdir!" Celine meletakkan tangannya di pinggang. Lalu menghentakkan satu kakinya karena kesal. "Anak kecil bernama El Sanders yang kamu belikan kue hari itu, kamu tidak mungkin melupakannya, kan?"

"Dia?" Dahi Earl mengkerut. Mencoba mencerna ucapan Celine.

Lalu, tiba-tiba ...

Tuk

"Aduh!" Celine berteriak, memegangi dahinya yang mendapat sentilan keras dari Earl. "Ini sakit, Presdir!"

"Jangan sembarangan bicara, Celine!"

"Sudahlah, Presdir. Jangan berbohong." Kali ini, Celine melihat Earl dengan tatapan mengejek. "Kisah cinta CEO memang seperti itu. Mereka lebih suka punya anak duluan, lalu menikah kemudian."

"Jangan salah paham." Pria itu menghela nafas. Kesal dengan pikiran bawahannya yang semakin liar. "Bukan seperti itu ceritanya, Celine."

"Lalu seperti apa?" Celine menatap tajam. Tak sabar menunggu jawaban Earl.

"Dengarkan aku. Jadi, sebenarnya aku punya pacar. Tapi ... " Pria itu tampak berpikir, lalu memijit keningnya. Sepertinya dia sendiri pun bingung harus mengatakan apa.

"Intinya, aku belum menikah. Dan aku membutuhkan bantuanmu. Kamu mau berpura-pura jadi pacarku, kan?"

Celine diam saja ketika Earl menepuk pundaknya. Tidak, lebih tepatnya memutar otaknya mencari alasan yang tepat untuk menolak.

Disisi lain, Earl semakin kesal karena Celine tidak memberikan respons.

"Apalagi sekarang?" Earl memindai wajah Celine. Berusaha menebak apa yang sedang gadis itu pikirkan. "Kamu pasti sedang mencari alasan untuk menolak, kan?"

"Tentu saja aku menolak. Kamu punya pacar, bahkan sudah punya anak. Lalu kenapa memintaku berpura-pura jadi pacarmu?"

"Kalau begitu, anggap saja aku tidak punya pacar. Toh aku hanya memintamu berpura-pura jadi pacarku sekali saja."

Begitulah akhirnya, percuma saja melayangkan protes. Karena tanpa menunggu persetujuan darinya, Earl sudah membawa Celine menemui designer langganannya di dalam.

"T-tunggu dulu. Aku belum setuju."

"Aku tidak peduli dengan itu."

***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status