Share

06. Rencana Yang Disusun

Tok! tok!

Suara ketukan pintu itu membuyarkan lamunanku sesaat.

"Masuk aja Bu, nggak di kunci kok!" teriakku dari dalam.

Ternyata Ibu menggendong Riana yang tertidur pulas di pangkuan Ibu sedari tadi, lalu di taruhnya ke tempat tidurku.

"Lucu banget Riana ya Bu, kalau lagi sedang tidur gemesin," ucapku sambil kucium pipinya yang gembul."

"Seandainya ya Bu,  Raina anak Arum, pasti Arum sangat menyayanginya sepenuh hati jiwa dan raga, tapi tetap sayang cuma agak beda sih Bu, jawabku sambil tertunduk lesu.

"Ibu nggak marah kan, kalau Arum nggak bisa kasih cucu kandung buat Ibu, apakah Arum termasuk wanita yang tidak sempurna ya, Bu? sebab kata orang jika belum melahirkan seorang anak dikatakan tidak sempurna menjadi Ibu," jawabku dengan mata yang sudah berkaca-kaca.

"Apa Ibu pernah marah ke kamu, apa pernah ibu ngungkit masalah anak selama kamu nikah dengan dia, nggak kan, lantas mengapa kamu ragukan kasih sayang ibu,Nak?" tanya ibu balik.

Ibu mengulas senyuman di bibirnya, walaupun banyak kerutan dimana-mana tetapi wajahnya masih kelihatan manis dan cerah.

"Duh Ibu kok balik tanya sama Arum sih bu?" tanyaku dengan manja.

"Weh, ada yang sensi, jangan ngambek ah jelek tau ... hahaha ....sssssttt ... maaf-maaf Ibu merasa lucu aja, anak ibu satu-satunya ini padahal sudah nikah masih saja manja," jawab Ibu sambil berbisik takut Riana bangun dari tidur siangnya.

"Ya udah kita ngomong di luar yuk, takut Raina bangun, banyak yang mau Ibu tanyakan ke kamu, mumpung di sini," ucap Ibu sambil menggandeng tanganku keluar kamar.

Kami pun duduk di teras rumah, sambil menikmati udara siang hari yang begitu panas, tetapi menyejukkan karena angin yang hilir mudik silih berganti.

"Sebentar tunggu sini dulu."

"Ngapain masuk lagi toh Bu?"

"Ndak usah banyak tanya nikmati saja," lanjut Ibu yang bergegas masuk kedalam entah apa yang diambil.

Setelah beberapa menit Ibu keluar membawakan makanan kesukaanku yaitu es serut rujak pedas level 10. Mataku berbinar seperti mendapat berlian dari suami padahal bohong.

"Kapan Ibu buat ini, emmhhh ... segarnya Bu, masih banyak 'kan, makasih ya Bu, tambah sayang full deh ... muachh..." sahutku tanpa perintah langsung aku mengambilnya dari tangan Ibu.

Ibu hanya menggeleng-gelengkan kepalanya melihat tingkah lakuku yang masih ke kanak-kanakkan katanya.

Es serut rujak adalah kegemaranku dari kecil, ibu pandai sekali mengolah semua jenis buah-buahan. Ibu sangat pintar memasak makanya untuk mengisi waktu luangnya ibu membuat catering dan menerima pesanan baik kue jajanan pasar sampai modern, dan berbagai macam masakan.

Dari bakatnya Beliau lah aku juga bisa memasak, setiap ada menu baru aku selalu mempelajarinya dan tentu saja keluargaku sangat suka dengan masakanku.

Aku manjakan mereka dengan masakanku, sekarang waktunya aku manjakan mereka dengan kemiskinannya sendiri.

Ibu dan Aku duduk sambil memakan es es rujak itu ditemani oleh semilir angin yang tidak henti-hentinya lewat dihadapanku. Dan ibu membuka percakapannya.

"Ibu belum puas dengan penjelasanmu tadi, gimana pertemuanmu dengan Pak Alex, apa yang kalian bahas di sana? selidik Ibu yang sesekali menatapku yang masih asyik memakan es serut rujak itu.

"Sssshh ... sssshhh pedes Bu, nampol sampai ke hati," sahutku walaupun pedas minta ampun tetapi tetap aku makan juga.

Keringatku yang bercucuran deras melewati pelipis keningku sudah tak kuhiraukan, apalagi pertanyaan ibu yang membuat ku teringat kembali kejadian di caffe tadi pagi.

"Wes toh makannya, jawab dulu pertanyaan Ibu ini jangan buat penasaran," desak ibu.

"Bentar Bu nanggung nih, srruuuuut ah ...Alhamdulilllah kenyang Bu, kalau ada sisanya boleh dong Arum bawa ke rumah," ucapku dengan manja.

"Bolehlah, sama baskom-baskomnya  juga kamu bawa nggak apa-apa," ledek ibu padaku.

Huff... begini Bu, kata Pak Alex Arum harus belajar juga mengelola perusahaan almarhum papa Sugeng, tapi Arum kan nggak ngerti mulai darimana Bu?" jawabku santai.

"Huh ... dasar kamu Arum, 'kan sudah Ibu bilang dari dulu, harus belajar, belajar kalau sudah gini kamu sendiri kan yang rugi," jawab Ibu sewot.

"Mana Arum tahu emang paranormal. Arum pikir selama nggak ada masalah di kantor, ya  nggak kepikiran kesitu, apalagi mamah dan mbak Sukma selalu kasih Arum segudang pekerjaan rumah, tuh lihat tangan Arum jadi kapalan, kasar nggak terawat," jelasku panjang lebar.

"Arum-Arum, kenapa kamu nggak bilang sama Ibu, kalau selama ini perbuatan mereka seperti itu, kenapa kamu mau saja disuruh-suruh, setiap Ibu telpon kamu bilang nggak ada apa-apa adem ayem, lalu Ibu mau ke rumahmu nggak bolehlah banyak banget alasannya, kamu itu oon apa lugu sih, pantas saja kamu dimanfaatin sama mereka, kelihatan banget oon nya," jawab ibu ketus.

"Ibu dari dulu sudah pernah bilang kalau Ibu punya firasat yang beda sama tuh anak, tampang oke, rajin iya tapi otak nol persen," lanjutnya.

"Iya dulu kan Arum pikir karena Mas Ariel agamanya diatas rata-rata, apalagi suaranya kalau lagi azan, indahnya bukan main, sampai hati ini klepek-klepek dibuatnya, wajar dong Arum mempersuamikan dia, eh ternyata zonk," kilahku.

"Lagian Bapak dan Papah Sugeng menjodohkan kami, ya Arum nurut aja, lagian juga Arum lihat Papah Sugeng super baik kelewatan, eh ternyata mamah mertua, kakak ipar dan Mas Ariel semua bersandiwara di depan Arum, di belakang mereka menertawakan Arum," jelasku lagi.

"Makanya mulai sekarang kamu harus bisa berubah, mungkin sudah waktunya kamu mengetahui ini, untung Pak Alex menghubungi kamu, semua serba kebetulan," ucap Ibu.

"Ibu masih penasaran, betul kata dokter kamu mandul, atau hanya karangan suamimu, mana coba lihat hasil laporannya?" tanya ibu lagi.

"Tadi Ibu bilang nggak masalah, sekarang kok dibahas sih," gerutuku.

"Bukan begitu, siapa tahu suamimu nggak mau punya anak dari kamu Arum, toh kalau kalian punya anak otomatis warisan pindah ketangan anakmu toh?"

"Kok Ibu tahu, sebentar Bu, Arum masuk dulu," ucapku sambil beranjak berdiri mengambil sesuatu dari dalam.

"Loh, kok Ibu di tinggal, piye toh nduk?"

"Sebentar, nggak lama paling satu jam hehhe...

"Memang mau kemana?"

"Kebelet nih Bu," jawabku dengan muka merintih nggak karuan.

"Huh ... dasar semprul," jawab ibu sambil tertawa.

Selang beberapa menit ...

"Loh sudahan, cepat banget jangan-jangan ...

"Apaan sih,  Bu, nggak jadi kebelakang, cuma mau ambil HP Arum di kamar."

Aku pun menyetel rekamanku dengan Pak Alex selama kami di caffe. Ibu terperangah semua perkataan Pak Alex.

Ibu manggut-manggut mendengarkan rencana kami itu.

"Tumben kamu pintar Rum merekam semua percakapanmu dengan Pak Alex."

"Arum ini sebenarnya pintar kaya ibu, cuma nggak di tampakkan."

"Terus apa rencana kamu selanjutnya, Rum?"

"Arum ingin memasang cctv di rumah Bu, setiap sudut kecuali kamar mandi, nggak etis lah Bu masa tempat buang hajat juga di rekam?"

"Justru itu di situ banyak penunggunya, siapa tahu suami mu terima telpon langsung ke kamat mandi."

"Pasang juga di mobil mereka, jadi tahu kemana saja mereka pergi," lanjutnya.

"Besok Ibu mau kerumahmu ya, Ibu akan memberikan mereka kejutan dengan kedatangan Ibu nanti," ucap ibu dengan tersenyum sinis.

" Mas-mas, kamu sih nggak pikir-pikir dulu mau mempermainkan aku, selama ini aku diam karena menghormati kalian."

"Ya kamu juga sih Rum, memberikan kesempatan kepada mereka untuk berbuat seenaknya, kamu itu jangan taunya cuma cinta, buktinya cinta mu bertepuk sebelah tangan."

"Namanya juga cinta, ini 'kan masalah hati Bu, nggak bisa langsung di lupakan," jelasku.

"Apa Arum kembali seperti dulu ya, Bu?"

"Hussh ... kalau ngomong jangan sembarangan, kamu 'kan sudah janji sama almarhum Bapakmu selalu bersikap feminin, kemayu layaknya seorang wanita bersikap."

"Iya, tetapi Arum bosan Bu, bersikap seperti ini, seperti bukan diri Arum sendiri."

Ting!

Saat sedang bersantai ria dengan ibu, tiba-tiba ada pesan masuk dari temanku Shakira.

Ku buka dengan cepat ternyata foto-foto pernikahan sepupunya yang aku minta dari tadi.

Kuteliti satu-satu, nampak sangat cantik dan tampan mereka bersanding di pelaminan, begitu juga dengan teman-temanku satu geng waktu SMA ternyata mereka datang semua, memang betul kata Syakira hanya aku yang tidak berada di foto itu.

"Lagi ngelihatin apa sih, kok serius banget?" tanya Ibu.

"Iniloh foto-foto pernikahan sepupunya Shakira teman SMA dulu Bu, cuma waktu itu Arum nggak bisa kesana karena Riana lagi sakit, mamah kandungnya saja tidak perduli jadi Arum yang jagain," jawabku tanpa menoleh ke Ibu.

"Coba Ibu lihat."

Ibu pun melihat satu persatu foto-foto itu, dan bertapa terkejutnya Ibu melihat foto terakhir.

Emosi Ibu kian memuncak dan membuatku menjadi bingung.

"Ada apa sih Bu, kok jadi emosi gini?" tanyaku dengan heran.

"Dasar menantu nggak tau diri," ucap Ibu seketika.

Segera ku rampas ponselku dari tangan ibu. 

"Astagfirullah, apa-apaan ini?" 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status