Home / Romansa / Terjebak Pernikahan dengan CEO Misterius / 3. Jalan Buntu dan Kontrak Pernikahan

Share

3. Jalan Buntu dan Kontrak Pernikahan

Author: Lefayesme
last update Last Updated: 2025-06-01 20:00:04

Aurora kembali ke penginapan yang telah menampungnya selama beberapa hari. Tangannya masih mengepal geram dengan sikap dan tawaran dari Kael yang begitu menjatuhkan harga dirinya.

Sling bag yang masih menggantung di badannya, kini telah dilempar kuat ke atas kasur. Umpatan kecil lolos dari mulutnya.

“Dia kira siapa dirinya? Seenaknya saja memutuskan jalan hidup orang lain. Aku memang butuh uang, tapi aku tidak serendah itu!”

Ketukan halus menghentikan omelannya. Ia menghela napas, merapikan anak rambutnya yang berantakan, lalu berjalan mendekati pintu. Saat pintu terbuka, pemilik penginapan telah berdiri di hadapannya.

“Selamat sore, Nona Vallen. Maaf, aku mendapat laporan jika pembayaran kamar untuk dua hari kemarin belum kami terima. Jika sampai malam ini kau tidak membayarnya, maka kau harus pergi dari penginapan ini.”

Aurora terdiam. Ia memang hanya membayar untuk dua hari awal menginap. Selebihnya, ia belum membayarnya karena beranggapan bahwa sebentar lagi pasti akan mendapatkan pekerjaan, lalu melunasi semuanya. Namun…

Kenyataan sial itu membuatnya kembali marah.

“Maaf, Nyonya. Aku akan melunasinya segera. Aku hanya harus mendapatkan pekerjaan. Setelah itu, aku janji akan melunasi semuanya.” Aurora mengatakannya dengan nada lirih, terdengar takut-takut.

“Jadi maksudnya,” ucap pemilik penginapan itu dengan kedua mata menyipit. “Kau akan berhutang di penginapan ini sampai kau mendapatkan pekerjaan? Kapan hari itu akan datang?”

Aurora tidak bisa menjawabnya. Ia bahkan masih berjuang untuk mendapatkannya. “Tolong izinkan aku tinggal sampai mendapatkan pekerjaan itu, Nyonya.”

“Kapan tepatnya? Kau sudah mendapatkannya?”

Aurora menggeleng pelan. “Aku masih berusaha, tapi aku berjanji akan melunasi semuanya nanti.”

Pemilik penginapan itu tersenyum—sangat dibuat-buat, jelas itu bukan senyum yang ramah. “Aku tidak menerima pembayaran dengan janji. Kalau kau memang tidak bisa membayarnya, sekarang juga kau harus angkat kaki dari sini. Penginapan kecil ini harus jalan dengan pembayaran uang, Nona, bukan janji.”

Aurora ingin menego ulang keputusan itu, tapi sang pemilik penginapan telah berlalu dari hadapannya. Ia mengempaskan punggungnya pada pintu, merasa tak ada lagi hal baik yang akan datang dalam hidupnya.

Perlahan, ia kembali menutup pintu, lalu duduk di tepi ranjang. Kepalanya menunduk, memikirkan cara dan di mana lagi tempat yang bisa ia tuju untuk saat ini. 

Sisa tabungan yang ia miliki saat ini hanya cukup untuk membayar penginapan sampai hari ini. Setelah itu, tak ada lagi yang tersisa kecuali untuk membeli satu roti yang mungkin bisa ia gunakan sebagai makan malam—atau justru disimpan untuk sarapan keesokan harinya saja.

Aurora kembali mengingat ucapan Kael tadi. Ah, rasanya memalukan sekali jika ia kembali datang hanya selang beberapa jam setelah menolak tawaran itu.

“Apa yang kau lakukan, Rora?? Harusnya kau menurunkan harga dirimu di situasi seperti ini!” erangnya, sambil merebahkan kasar tubuhnya di atas kasur.

“Kalau aku kembali lagi ke sana, apakah dia akan menertawakanku?”

Dilema itu kini menyiksanya. Namun ia merasa tak memiliki jalan keluar lagi selain menerima tawaran itu. Jika itu hanya pernikahan kontrak, pasti akan ada syarat yang menguntungkan selain utang-utangnya lunas, bukan? Ia bisa membicarakannya dengan Kael, setidaknya… hal itu harus menguntungkannya.

Namun…

Harga dirinya yang terlampau tinggi lagi-lagi menjadi penghalang baginya. 

“Sadarlah, Rora! Tidak ada pilihan lagi!” serunya lagi ke dirinya sendiri.

Ketukan kencang dari pintu kembali terdengar, diakhiri dengan teriakan pemilik penginapan yang menyuruhnya untuk segera keluar dari tempat itu. 

Aurora menegakkan tubuhnya, lalu menghela napas panjang. Ya, memang tidak ada pilihan lagi. Aurora dengan enggan merapikan barang-barangnya, lalu keluar dari ruangan itu dan pergi ke resepsionis untuk membayar.

Aurora menyodorkan lembaran terakhir dari dompetnya, tangannya bergetar, seakan tak rela untuk menyerahkan harta terakhirnya pada resepsionis. Namun, ia harus menyelamatkan martabatnya sebelum pergi. 

Resepsionis menerima lembaran itu, sambil terus menunjukkan sorot meremehkan pada Aurora. Sementara Aurora berusaha untuk tidak terpancing dengan semua itu.

Dan tak lama, ia benar-benar hanya memiliki sisa uang yang cukup hanya untuk sepotong roti, serta dunia yang seakan tak menyediakan tempat untuknya.

“Apa aku benar-benar harus kesana lagi?”

Ponsel yang berada di saku, dirogohnya dan segera mencari nama Luther di antara daftar nama kontak yang tidak berguna sama sekali. 

Tangannya sedikit gemetar, pikirannya sedang berdebat lagi dengan perasaannya. Ia ragu apakah harus menghubungi nomor Luther yang tadi ia dapatkan sebelum pulang dari gedung penthouse milik Kael, atau menyerah saja dan berakhir di jalanan.

Pada akhirnya, nada sambung itu terdengar.

[Nona Vallen? Ada yang bisa aku bantu?]

“Luther… ehmm… jadi begini… apakah… well… kau ada di mana?”

[Di tempat Tuan Vireaux. Apakah Nona mau kesini lagi? Aku akan sampaikan padanya.]

Jantung Aurora berdebar kencang. Kata-katanya menghilang, tak tahu harus menjawab apa. Ia ingin kesana—tampaknya harus kesana—tapi ia terlalu gengsi untuk mengatakannya.

“Aku—”

[Kata Tuan Vireaux, kau ditunggu di penthouse sekarang juga. Hari sudah mulai malam, kau pasti butuh untuk makan malam, kan?]

“Hah?”

[Tuan Vireaux menunggumu. Datanglah segera.]

Panggilan berakhir.

***

Beberapa lembar dokumen berserakan di atas meja. Aurora mengernyitkan wajahnya, heran dengan apa saja yang telah ditulis oleh Kael di sana.

Ya, pada akhirnya… Aurora kembali ke penthouse setelah membunuh harga dirinya. Tak ada lagi jalan yang bisa ia lalui kecuali hal ini.

“Apa saja itu?” tanya Aurora, tidak bisa menahan rasa penasarannya lagi.

Kael mendongak setelah meletakkan satu lembar terakhir di atas meja. Ia menyeringai tipis saat menatap wajah Aurora yang kebingungan.

“Kontrak pernikahan, rekening tabungan yang akan kau gunakan selama menjadi istriku, sertifikat apartemen baru sebagai kompensasi tambahan dalam pernikahan ini selain utang-utangmu yang akan kubayar lunas, dan mungkin beberapa klausul tambahan yang mau kau tambahkan.”

Kael menjawabnya dengan tenang. Ia kembali bersandar di sofa—tempat yang sama, saat Aurora meninggalkan penthouse tadi.

“Tunggu, jadi… kau akan memberiku apartemen baru?” Aurora masih berusaha mencerna semuanya.

Sebelah alis Kael berkedut cepat. Seringai itu kembali tertarik di sebelah sudut bibirnya, membuat Aurora hampir mengeluarkan decakan kasar. 

“Apartemen baru, lengkap dengan isinya, dan akan kuberikan setelah kontrak kita berakhir.”

Aurora mulai menimbang semua benefit yang ia terima. Utang lunas dan mendapatkan apartemen baru, tampaknya itu sudah cukup baginya. Ia hanya perlu mendapat pekerjaan setelah itu. Itu artinya, ia tak membutuhkan klausul tambahan lagi.

Aurora kemudian membaca dokumen pernikahan kontrak, membaca semua klausulnya, lalu kembali menatap Kael.

“Apa syarat teranehnya? Well… aku harus tahu semua hal yang mendalam, kan? Mungkin saja ada syarat aneh yang tidak kau cantumkan di sini.” Aurora menggoyang pelan dokumen yang masih terselip di tangannya.

Kael menatap datar, sikapnya masih angkuh, sama seperti pertama kali Aurora melihatnya. “Kita tidur terpisah. Dan satu lagi, kau tidak boleh jatuh cinta padaku.”

Aurora nyaris tertawa mendengarnya. Tanpa sadar mengeluarkan suara aneh saat berusaha menahan tawanya. “Tenang saja. Kau bukan tipeku.”

“Kalau begitu, tanda tangani kontrak itu segera. Aku tidak ingin membuang waktu lagi.” Kael melempar pena ke atas meja, sambil memberikan kode dengan gerakan mata agar Aurora segera mengambilnya.

Sambil mendengus kecil, Aurora meraih pena itu, dan segera memberikan tanda tangannya di tempat yang telah disediakan. Dengan goresan terakhirnya, ia resmi menyetujui kontrak yang beberapa jam lalu telah ditolak.

Ironis sekali.

Seringai puas tertarik di sudut bibir Kael. Ia berdiri, memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana dan menatap Aurora dengan senyuman.

“Selamat Mrs. Vireaux. Kita akan menikah tengah malam ini juga.”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Terjebak Pernikahan dengan CEO Misterius   44. Rencana Penyelamatan

    Berat.Terlalu pusing untuk bergerak. Aurora mengerang pelan, merasakan denyut kepalanya yang mengencang. Aroma antiseptik menguar pekat, kabut tipis di pandangannya perlahan tersibak. “Aku di mana?” Suara Aurora sedikit serak, tenggorokannya tercekat.“Nyonya Vireaux, Anda bisa mendengarku?”Aurora mengenyit, lalu mengangguk pelan. “Luther…”Luther tak segera menjawab. Ia dengan cepat menekan tombol perawat beberapa kali. “Anda di rumah sakit saat ini. Tuan Vireaux yang membawa Anda kemari.”Rumah sakit? Aurora mengerjap matanya beberapa kali. Ah, benar. Pertengkarannya dengan Kael pagi ini, Celeste yang menindihnya. Ah, sial. Rasanya sesak. Tunggu. Dua orang yang menerobos kamarnya. Aurora mengingat jelas ketika mereka tiba-tiba menyerangnya. Tangannya dengan cepat meraba leher. Tajamnya belati masih bisa ia rasakan, tapi syukurlah tak sampai menggoresnya. Lalu, benturan di kepalanya ketika terjatuh ke lantai. Ah, benar. Pasti dari situ ia kehilangan kesadaran.Aurora mencoba ban

  • Terjebak Pernikahan dengan CEO Misterius   43. Kebenaran Terungkap

    Suara gebrakan pintu membuat Ezra dan Celeste menoleh cepat. Kael, dengan wajah kusut dan rambut berantakan melangkah cepat. Ezra segera melompat berdiri, wajahnya tegang.“Bagaimana Aurora??” tanyanya, tanpa basa-basi. Celeste yang baru menyesap teh panasnya pun ikut berdiri—dengan memeluk bantal sofa kecil.Suara Kael bergetar, tak seperti biasanya. “Bersama Luther. Dia… keguguran.”Ezra terdiam. Celeste benar, Aurora hamil. Ia tahu, cemburu ataupun rasa tidak terima yang tengah ia rasakan bukanlah haknya. Namun sebagai seorang yang memiliki perasaan pada Aurora, ia tak menyukai kenyataan bahwa hubungan antara Aurora dan Kael lebih dalam daripada yang ia kira.“Dia baik-baik saja?” Ezra bertanya dengan mata nanar menatap lantai.“Baik.” Kael menghela napas. “Dia masih dalam pengaruh obat bius. Aku segera pergi begitu dia dipindah ke ruang perawatan. Di mana dua orang itu?”Ezra mengepalkan kedua tangannya. “Tetap di ruangan tadi. Aku dan Celeste mengikatnya di sana.”Kael tak menja

  • Terjebak Pernikahan dengan CEO Misterius   42. Mendadak Kehilangan

    Tenang, semuanya sedang diatasi. Hanya itu ucapan yang dari tadi didengar oleh Kael.Damn it!Bagaimana bisa tenang jika Aurora terbaring pucat di dalam sana?!“Nyonya Aurora pasti baik-baik saja.” Luther kembali mengingatkan.Tangan Kael mengepal kuat. Ucapan Luther hanya terdengar seperti gumaman dari dalam gelembung kecemasan. Tak ada satu kata pun yang mampu menenangkannya saat ini. Sampai akhirnya dokter keluar dari ruangan tindakan. “Dokter Warren, katakan apa yang terjadi pada Aurora?!” Kael bergegas menanyakan, sorot matanya jelas terlihat cemas.Dokter Warren tak segera menjawab. Situasi seperti ini hampir sering ia alami—menyampaikan berita buruk pada pasien. Namun jika menyangkut tentang keluarga Vireaux, secara tidak langsung harus memilih kata yang tepat agar emosi Kael tak meledak.“Apakah Anda tahu kalau nyonya Vireaux sedang hamil?”Apa? Hamil?Pandangan Kael bergetar. Sampai detik ini, ia belum pernah mendengar itu dari mulut Aurora. Mungkinkah istrinya benar-benar h

  • Terjebak Pernikahan dengan CEO Misterius   41. Ledakan Aksi dan Emosi

    Kesadaran Kael berangsur kembali. Nyeri di tengkuk masih terasa, sementara Ezra menindih tangannya yang terikat ke belakang. Punggung mereka saling berhimpitan, sementara Kira masih mendebat sikap Nick yang sudah keluar dari rencana.“Taruhannya nyawa kita!” sentak Kira, sambil menyibak kasar rambutnya ke belakang.“Tidak jika kita habisi dulu nyawa mereka semua.” Nick terdengar santai, kontras dengan Kira yang meledak-ledak.“Semua? Pria berambut hitam itu bagian dari kita juga, kan?” Kira melirik sekilas ke arah Ezra. “Kau juga mau membunuhnya?”“Bos bilang bunuh semua yang ada di rumah ini. Dia ada di sini, berarti dia juga termasuk target.” Nick kembali mengikat tali di pergelangan tangan Aurora.Kira menghela napas, lalu berjongkok di hadapan Aurora yang kehilangan kesadarannya. “Harusnya kau menurut sejak ancaman pertama dikirim. Sekarang kau harus menanggung risikonya, Princess.”Rahang Kael mengetat saat mendengar ucapan Kira. Dadanya bergemuruh, tak tahan dengan ocehan sampah

  • Terjebak Pernikahan dengan CEO Misterius   40. Kejutan Tetangga Baru

    Membutuhkan beberapa saat bagi Aurora untuk memutuskan keluar kamar. Meskipun sebenarnya ada perasaan enggan untuk melihat wajah Kael, tapi pria itu pasti butuh masuk kamar untuk menyiapkan diri sebelum berangkat kerja.Bunyi klek pelan terdengar ketika Aurora memutar kunci. Hening. Tak ada suara sama sekali ketika ia melangkah. Sofa yang seharusnya menjadi tempat tidur Kael pun kosong. Kemana pria itu? Apa mungkin pria itu berada di ruang kerjanya?Penasaran, langkah Aurora mendekat pada ruangan yang selalu tertutup itu. Namun pagi ini pintunya terbuka sedikit—tidak biasanya. Tangan wanita itu meraih gagang pintu tanpa banyak berpikir, namun napasnya tertahan saat menatap hal yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya.“Kael?” Suara Aurora bergetar, berhasil membuat Kael menoleh cepat, wajahnya terlihat panik. Sementara Celeste yang menindih pria itu menyeringai puas ketika Aurora membelalak di ambang pintu. “Apa yang kalian lakukan?” Suara Aurora pecah, terdengar penuh luka.Lengan K

  • Terjebak Pernikahan dengan CEO Misterius   39. Beri Aku Waktu Sendiri

    Hanya karena pria memiliki insting berburu, bukan berarti ia bebas memburu siapa pun dan menerkamnya, kan? Ada aturan dan norma dalam sebuah hubungan—setidaknya bagi Aurora. Bercinta tanpa cinta, bagaimana bisa Kael melakukannya?Pria itu tak mengejarnya. Cukup mengecewakan, tapi juga melegakan. Saat ini Aurora tak ingin menatap wajahnya. Bayangan Kael dan Celeste sedang bergelut di atas kasur, membuatnya murka. Bagaimana pria itu mengecup, mengecap, dan menghentak. Oh, shit! Aurora tak sanggup membayangkannya.“Rora?”Aurora buru-buru menghapus air matanya. “Kau kah itu?” Ezra mendekat, menyusuri dermaga kayu menuju tepi danau—tempat Aurora dan Kael menikmati sunset waktu itu.Tak ada jawaban, hanya dehaman pelan untuk menyamarkan suara yang serak setelah terisak.“Benar kau,” ucap Ezra, lalu duduk di sebelah Aurora. “Sedang apa di sini? Ada masalah dengan Kael? Aku mendengar kalian saling teriak.”Desah frustrasi menjadi jawaban pertama yang lolos dari bibir Aurora. Tangannya salin

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status