Share

Bab 7

Author: Cahaya Asa
last update Last Updated: 2024-04-02 06:20:33

Kiara mengambil ponselnya dari dalam tas. Lalu membuka kunci dengan pola yang sudah dia setting. Saat itulah sebuah pesan masuk dari nomor asing.

"Nanti saya nggak bisa jemput. Pulangnya naik taksi saja! Saya juga sudah transfer uang bulanan buatmu. Terserah mau digunakan buat apa saja. Kalau untuk kebutuhan dapur sudah diatur Mama!"

Tak berselang lama notifikasi M-banking berbunyi. Kiara membukanya dan seketika kedua matanya membelalak.

***

Deretan angka dengan jumlah nol sebanyak 7 itu membuat pikiran Kiara mendadak blank. Dia memang bukan orang miskin sebelum perusahaan ayahnya bangkrut. Namun dia tidak pernah diberi uang bulanan sebanyak itu oleh sang ayah karena ayahnya senantiasa mendidik Kiara untuk menjadi gadis yang pandai bersyukur berapapun uang jajan yang diberikan.

Kini baru sehari menjadi istri Samudra, lelaki itu sudah membuat rekeningnya mendadak gendut. Mahar dua miliar yang dikasih kemarin pun belum dia sentuh sama sekali. Dan sekarang dia mendapatkan 50 juta per bulan. Mendadak Kiara tertawa miris. Di satu sisi Samudra tak menganggap pernikahan ini sungguhan, tapi di sisi lain semua kebutuhan hidupnya bahkan utang dan biaya pengobatan ayahnya dibayar semua.

"Mungkin ini bayaranku sebagai mama pengganti untuk Cantika," gumam Kiara.

Di saat pikirannya masih menjelajah, nama Cantika dipanggil. Seketika kesadarannya kembali.

"Ayo Mama!" Cantika menarik tangan Kiara. Dengan penuh percaya diri, Cantika maju. Senyumnya mengembang sempurna memperlihatkan giginya yang rapi. Pipi cabynya semakin menggemaskan saat seperti itu.

Kiara ikut tersenyum melihat binar di mata putri sambungnya. Hatinya menghangat kala di akhir penampilannya Cantika memeluk dan mencium ke dua pipinya.

"Ah, rasanya aku tak butuh perhatian Mas Sqm lagi kalau sudah mendapat hujan kasih sayang dari gadis cantik ini," batin Kiara.

"Kenapa Mama menangis?"

"Tidak, Sayang. Mama hanya terharu." Kiara mengusap air matanya lalu mendekap erat tubuh Cantika.

Ketulusan Kiara membuat Cantika semakin nyaman berada dalam pelukannya. Pelukan seorang ibu yang ia rindukan sejak bayi kini ia dapatkan dari mama sambungnya ini.

Selesai acara Kiara mengajak Cantika makan siang di luar. Keduanya tampak sangat akrab layaknya ibundan anak sesungguhnya.

"Sayang, mau makan apa?" tawar Kiara.

"Mau ayam kentucky sama es cream, Ma!" Cantika berjingkrak kegirangan. Pasalnya selama ini pola makan Cantika selalu dijaga. Gadis kecil itu tidak diperbolehkan makan makanan semacam itu. Dan sekarang, kesempatan baginya untuk bisa makan makanan yang sudah sangat lama ia inginkan itu.

"Oke, Cantik. Let's go!" Kiara ikut menirukan gaya Cantika.

Kebetulan sekali jarak tempat makan dengan sekolah hanya beberapa puluh meter saja. Mereka menempuhnya dengan berjalan kaki sambil bergandengan tangan. Cantika menyanyi riang sepanjang jalan.

"Anak Mama bahagia sekali," ujar Kiara.

"Iya dong, Ma. Cantik sudah lamaaaa banget ingin makan seperti ini sama Mama. Papa selalu melarang Cantik keluar rumah." Mendadak mendung bergelayut di wajah cantik bocah itu.

"Berarti ini pertama kalinya dong Cantik makan ayam kentucky sama es cream?"

Cantika mengangguk mantap. "Jangan bilang-bilang Papa ya, Ma. Pasti Papa marah kalau tahu kita makan seperti ini," bisik Cantika seolah takut ada orang lain yang mendengar padahal mereka hanya berdua saat ini.

Kiara mengangguk. Lalu menyodorkan jari kelingkingnya pada bocah cantik itu. Seketika senyum Cantika kembali mengembang dan sesegera mungkin jari mereka saling bertautan.

"Cantik tunggu di sini ya? Jangan kemana-mana. Biar Mama ambil pesanan kita dulu!" Kiara mengelus puncak kepala Cantika sekilas lalu pergi ke counter untuk mengambil pesanannya.

Tak berselang lama Kiara sudah kembali dengan sebuah nampan di tangan.

"Yuk makan!"

Kiara menyodorkan ayam ke arah mulut Cantika setelah ia cuil kecil-kecil. Dengan senang hati Cantika membuka mulutnya. Gadis kecil itu makan dengan sangat lahap membuat Kiara tersenyum senang.

"Mama, Cantik mau es creamnya!"

"Makan sendiri bisa? Mau yang ada kacangnya atau yang nggak ada kacangnya?" tawar Kiara.

"Em ... Cantik boleh nyicip dua-duanya?" Kedua bola mata Cantika mengerjap-ngerjapkan lucu.

"Tentu saja boleh. Tapi jangan semuanya, ya. Nyicip aja. Nggak boleh banyak-banyak."

Cantika langsung menyendok es cream yang ditaburi kacang dan cokelat. Kedua matanya lkbali berbinar.

"Enak, Ma!" Cantika menyuap sekali lagi.

"Sayang, kok mukanya merah-merah?" Kiara menatap putrinya dengan panik. Lalu melihat leher gadis kecil itu yang ternyata juga merah-merah.

"Ma, Cantik sesak na-fas!"

Spontan Kiara berdiri lalu menggendong gadis itu dan berlari keluar. Kebetulan sekali ada taksi yang baru saja berhenti menurunkan penumpang.

"Ke rumah sakit, Pak!" teriak Kiara. Pikiran gadis itu mulai kalut. Dia tahu apa yang dialami oleh Cantika adalah gejala alergi pada makanan tertentu.

"Tolong lebih cepat, Pak!"

"Iya, Bu!" Sopir taksi langsung tancap gas. Beruntung jalanan tidak terlalu ramai sehingga tidak terkendala macet.

"Sayang, Cantika kamuasih kuat kan? Cantik bisa denger Mama?" Kiara mengajak bicara Cantika agar kesadarannya tetap terjaga.

"Ma, sa-kit!"

"Iya, Sayang. Sabar ya. Sebentar lagi kita sampai rumah sakit." Kiara berusaha tenang. Dalam kondisi panik dia akan kehilangan kemampuan otaknya untuk berpikir.

Sesampainya di rumah sakit, Cantika langsung dibawa ke UGD. Kiara tidak boleh ikut masuk dan itu membuatnya semakin tidak tenang.

"Allah, sembuhkan putriku." Kiara menunduk. Sedetik kemudian teringat sesuatu. "Mas Sam, aku harus memberi tahu Mas Sam!"

Dengan tangan gemetar, Kiara mencari kontak suaminya yang baru tadi ia simpan.

Dering pertama, panggilannya diabaikan. Lalu ia mencoba lagi. Masih belum diangkat juga.

"Kamu di mana sih, Mas?" Kiara berdiri lalu kembali mencoba menghubungi suaminya. Pada dering ke lima, baru telepon tersambung.

[Ada apa?]

Belum sempat mengucap salam, sosok di seberang telepon langsung bertanya.

[CK, malah diam. Ada apa? Kalau tidak ada yang penting saya tutup! Saya sedang meeting]

"Tu-tunggu, Mas! Jangan ditutup dulu."

[Makanya cepat bicara! Ada apa?]

"Cantika masuk rumah sakit, Mas! Tad-"

[Apa? Kenapa bisa? Tadi pagi masih baik-baik saja, kan?]

Kiara menahan nafasnya. Belum sempat ia menjelaskan apapun, pria di seberang telepon sudah kembali menyambar. Tak bisa membayangkan jika nanti lelaki bergelar suami itu tahu kalau dirinya sudah salah memberinya makanan yang selama ini tidak boleh dimakan.

"Tadi ... kami sedang-"

Klik. Sambungan diputus sepihak. Belum sempat Kiara menceritakan kronologi kejadiannya, Sam sudah mematikan telepon. Sepertinya lelaki itu sedang marah dan mungkin langsung meluncur ke rumah sakit.

"Keluarga pasien anak Cantika!"

"Saya, Dok!" Kiara buru-buru mendekati dokter. "Bagaimana anak saya, Dok?"

Dokter menghela nafas panjang lalu tersenyum. "Nggak papa. Untung segera dibawa kemari. Jadi reaksi alerginya bisa langsung diobati. Kalau terlambat sedikit saja bisa berbahaya bagi pasien. Tolong, ke depan makannya dijaga ya, Bu. Jangan dikasih makanan yang menimbulkan alergi.

"Baik, Dok." Dalam hati Kiara bersyukur karena Cantika sudah tidak apa-apa.

"Apa sekarang saya boleh melihatnya, Dok?"

"Boleh. Silakan. Kalau kondisinya sudah membaik, nanti bisa dibawa pulang. Tapi sebaiknya tunggu dulu sampai kondisinya benar-benar membaik."

Kiara mengangguk. "Makasih, Dok."

Hembusan nafas lega terdengar dari mulut Kiara. Wanita itu lalu masuk ruang UGD untuk melihat keadaan Cantika.

"Sayang, maafin Mama ya? Mama nggak tahu kalau Cantik alergi sama kacang," ucap Kiara dengan penuh penyesalan.

"Nggak papa, Mama. Cantik sudah nggak sesak nafas lagi. Yang penting Cantik sudah tahu rasanya makan es cream," jawab Cantika membuat Kiara yang menangis jadi terkekeh.

"Jadi kamu mencoba meracuni anak saya?!"

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Wahyuni Sahani
ceritanya mrnyentuh
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Terjebak Pernikahan dengan Duda Dingin   Bab 134 - Tamat

    Sudah sebulan sejak ingatan Kiara pulih sepenuhnya. Rumah kembali terasa hangat, dipenuhi canda tawa dan kisah-kisah baru yang terus mereka rajut setiap hari. Meski rutinitas mulai kembali seperti semula—Samudra ke kantor, Cantika ke sekolah, dan Kiara mulai menulis kembali—ada satu hal yang membuat segalanya lebih istimewa.Pagi itu, Samudra pulang lebih awal dari biasanya. Ia membawa sekotak roti hangat dan segelas jus jeruk, seperti yang biasa diminta Kiara sejak pagi-pagi belakangan ini.“Kamu bangun pagi, langsung ke dapur?” tanya Kiara, duduk di teras belakang sambil mengelus perutnya yang mulai membuncit.Samudra duduk di sebelahnya dan mencium kening istrinya. “Khusus buat mama dari dua bayi kecil ini,” jawabnya sambil meletakkan tangan di atas perut Kiara.Kiara tertawa lembut. “Masih nggak nyangka bakal hamil anak kembar...”“Aku juga.” Samudra menatapnya penuh rasa syukur. “Tapi rasanya seperti hadiah dari Tuhan setelah semua yang kita lewati.”Kia

  • Terjebak Pernikahan dengan Duda Dingin   Bab 133

    Langit pagi bersih. Udara segar menyapa dari celah-celah jendela saat Kiara duduk di kursi roda, mengenakan gamis cream longgar dan kerudung instan yang nyaman. Wajahnya masih pucat, tapi matanya lebih hidup dari sebelumnya. Di belakangnya, Samudra berjalan perlahan, mendorong kursi roda itu menuju mobil yang telah menunggu di depan rumah sakit.Cantika berdiri di dekat pintu mobil, melambaikan tangan dengan semangat. “Mama, ayo cepat pulang! Aku udah bersihin kamar Mama dan nambahin bunga kesukaan Mama!”Kiara tersenyum. Senyum yang belum sepenuhnya pulih, tapi tulus. “Bunga kesukaan Mama? Yang mana?”Cantika mengedipkan mata. “Rahasia. Tapi nanti Mama ingat sendiri deh!”Mobil melaju tenang di antara hiruk-pikuk kota yang mulai ramai. Di bangku depan, Samudra sesekali melirik ke belakang, memastikan istrinya nyaman. Sementara Cantika duduk di samping Kiara, menggenggam tangannya erat.“Aku senang Mama pulang. Rasanya kayak lebaran,” gumam Cantika.Kiara mengusap rambut anak itu deng

  • Terjebak Pernikahan dengan Duda Dingin   Bab 132

    Langit sore mulai meredup saat warna jingga menguasai jendela kamar rumah sakit. Cahaya matahari yang menembus tirai tipis menyorot wajah Kiara yang kini tengah memandangi tangannya—tangan yang tadi digenggam erat oleh Cantika. Wajahnya tampak kosong, namun dalam sorot matanya mulai tumbuh gelisah yang tidak bisa ia jelaskan.“Mama haus? Aku ambilin minum ya,” ucap Cantika yang masih duduk di tepi ranjang.Kiara mengangguk pelan. Begitu Cantika turun dari ranjang, Kiara menatap punggung gadis kecil itu—perlahan, samar, ada percikan rasa hangat dalam dadanya yang tak mampu ia pahami sepenuhnya. Perasaan itu aneh, seperti kerinduan yang tak tahu asal.Samudra menutup laptopnya dan beranjak mendekat. Ia meletakkan laptop di meja kecil, lalu duduk di kursi tepat di samping tempat tidur Kiara.“Kiara...” panggilnya dengan nada hati-hati.Wanita itu mengalihkan pandangannya, menatap pria yang katanya adalah suaminya. Tatapan mereka bertaut sesaat. Tak ada kata yang langsung terucap, hanya d

  • Terjebak Pernikahan dengan Duda Dingin   Bab 131

    Sudah tiga hari sejak Kiara sadar, Samudra dan Cantika tetap setia mendampingi meskipun wanita itu masih belum bisa mengingatnya. Komunikasi mereka juga sudah lumayan baik meski Kiara seperti masih menjaga jarak pada Samudra. Sepulang sekolah, Cantika akan selalu minta diantar ke rumah sakit untuk mendampingi dan menghibur Kiara. Kali ini dia bahkan membawa album foto-foto kebersamaan mereka untuk membuat Kiara percaya jika mereka adalah keluarga. "Mama gimana kabarnya hari ini? Apa sudah tidak ada yang sakit lagi?" Cantika duduk di kursi yang ada di samping brankar dengan sebuah album foto di tangan.Kiara mengulas senyum lalu berusaha untuk duduk. Hanya dengan gadis kecil ini dia bisa berbicara banyak meskipun kadang hanya membicarakan hal-hal random. "Aku, baik. Sudah mendingan kok."Cantik membuka album yang dibawa di hadapan Kiara. Wanita yang masih mengenakan baju pasien itu menatap benda itu dalam diam. Lembar pertama menampilkan foto Cantik dan Kiara yang sedang duduk di ay

  • Terjebak Pernikahan dengan Duda Dingin   Bab 130

    "Bagaimana kondisi istri saya, Sus?"Perawat itu tersenyum. "Alhamdulillah, pasien sudah sadar tapi ..." Ia menggantung kalimatnya. "Tapi kenapa, Sus?""Pasien mengalami amnesia.""Apa?!"Kiara menatap ke sekeliling. Ruangan serba putih dan infus serta sekantong darah mengalir melalui selang yang tertancap di lengan kirinya. Pandangannya mengernyit ketika menatap seorang pria tampan yang berdiri di sisi brankar. Ia mencoba untuk menggali ingatannya tentang pria ini. Namun tak ada satupun informasi yang tersimpan di dalam memorinya. Lalu tatapannya beralih pada Melinda, mamanya Samudra. Kiara semakin bingung karena tidak ada satupun orang yang dikenalnya. Suara seorang gadis kecil yang memanggilnya mama memaksanya untuk mengalihkan pandangan dari wanita paruh baya itu. "Sebenernya siapa mereka semua? Kenapa ada di sini? Di mana ayah dan ibu?" Kiara membatin. Samudra mendekat. Tatapan penuh penyesalan itu semakin membuat otak Kiara seperti benang kusut. Sungguh ia benar-benar tak me

  • Terjebak Pernikahan dengan Duda Dingin   Bab 129

    Samudra segera menghubungi setiap orang yang dikenalnya termasuk kolega bisnis yang dimiliki. Ya segera menyebarkan pengumuman meminta bantuan donor darah untuk sang istri. Sekitar 30 menit berlalu ada beberapa karyawan perusahaan yang datang ke rumah sakit untuk mendonorkan darahnya. Samudra bernapas lega karena akhirnya nyawa sang istri tertolong. Meski demikian Kiara masih dalam keadaan koma. Wanita yang ia cintai itu baru saja melalui masa kritisnya. Berjuta penyesalan berjalan di dalam dada hingga membuat lelaki itu tak berdaya. "Anda tadi aku bisa menahan emosi sedikit saja dan membiarkannya untuk mengistirahatkan tubuhnya dulu, mungkin kecelakaan ini nggak akan pernah terjadi," gumam Samudra. Lelaki itu hanya bisa duduk di ruang tunggu dengan tangan menyangga kepala sambil menunduk. Bayangan kejadian saat mereka berguling-guling di tangga terus berputar-putar di otaknya seperti kaset film. "Ini semua salahku. Ini semua salahku," ucap Samudra berulang sembari menjambak rambut

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status