Share

Kepergian Seseorang

Penulis: nsr.andini
last update Terakhir Diperbarui: 2023-06-13 19:17:49

Hidup kerap kali membawa kita pada adegan buruk. Namun, inilah hidup di mana kita harus menerima apa saja yang kita alami. Seperti apa yang tengah dirasakan salah satu Editor kita. Riehla baru saja mendapat sebuah tamparan yang cukup membuat pipinya merasa panas dan sedikit perih.

"Saya ini sudah bertahun-tahun menjadi Penulis di sini! Kamu kira saya baru bergabung di sini?!" ucap seorang wanita berambut biru tua lurus sedada yang saat itu dibiarkan terurai.

"Tapi, Mbak juga gak bisa seenaknya! Baru tiga hari yang lalu buku Mbak-nya terbit."

"Saya bilang saya akan bayar kerugian yang kalian alami!"

Walau selama ini tidak pernah memiliki masalah dengan Penulis, Riehla sudah menduga bahwa suatu hari hal seperti hari ini akan terjadi. Hidup ini penuh misteri.

"Saya tahu Mbak punya uang banyak, tapi ini bukan soal uang." Riehla masih belum menyerah untuk memenangkan perdebatan sengit itu.

"Biarkan saja," ujar Ellio yang baru saja tiba bersama Randy. Randy memberikan sebuah amplop pada Penulis wanita itu. Wanita itu langsung membukanya dan nampak wajah yang perlahan terlihat kemarahannya memudar.

Randy memberikan sebuah pena yang digunakan wanita itu untuk menandatangani surat yang dimasukkan kembali ke dalam amplop yang diberikan pada Randy. "Akan segera saya kirimkan salinannya," ucap Randy.

"Terima kasih." Seraya tersenyum pada Randy dan Ellio.

Riehla masih belum mengerti situasi yang tengah terjadi itu. "Pembicaraan kami belum selesai," kata Riehla sembari menatap Ellio.

"Semuanya sudah selesai. Kamu gak perlu berdebat lagi."

"Selesai? Saya gak mendengar kalau dia akan tetap di sini sampai waktu yang ditentukan."

"Surat yang baru saja dia tandatangani adalah surat kalau dia akan mengganti rugi kerugian yang kita alami akibat novelnya yang baru rilis beberapa hari terpaksa ditarik dari pasaran," jelas Randy.

Riehla menatap tak percaya Ellio. Tak habis pikir dengan apa yang ada di isi kepala Ellio. Bukankah mereka harus menang? Tapi, Ellio malah menyerah. Padahal Riehla yakin ia akan memenangkan perdebatan itu. "Apa sesulit itu buat memenangkannya?" tanya Riehla pada Ellio.

"Mungkin selama ini kamu selalu berhasil membujuk Penulis-Penulis untuk bergabung dengan kita, tapi ada saat di mana kamu harus menyerah. Kamu gak lihat kalau dia sekeras kepala itu? Saya gak mau buang-buang waktu buat hal yang ujungnya sudah kelihatan." Lalu, melangkah pergi dari sana bersama Randy.

"Mungkin ini yang terbaik," kata Kepala Editor yang berada di samping Riehla.

"Saya masih percaya yang terbaik itu kita mempertahankan Penulis itu. Saya yakin novel itu akan best seller." Lalu, menoleh ke arah Kepala Editor yang hanya bisa memperlihatkan ekspresi bahwa seperti itulah yang perlu mereka terima.

Beberapa jam kemudian...

Hari sudah memasuki malam, dan Riehla masih berada di Ruang Kerja seorang diri. Perempuan itu sedang menatap layar komputer, membaca file novel Penulis yang siang tadi berdebat dengannya. "Kehilangan satu penulis terbaik tuh rasanya ...."

Drrrtt

Menoleh ke arah handphone yang berada di meja, nampak satu pesan masuk dari Ellio. Tentu Riehla langsung membukanya. "Sebaiknya kamu hapus semua file yang bersangkutan dengan Penulis itu" seperti itulah isi pesannya. Ellio benar-benar menyerah.

Riehla menoleh kembali ke layar komputer. Dengan berat hari ia menghapus file cerita itu serta file lainnya. Riehla berharap jika ia tidak akan kehilangan Penulis terbaik lainnya. Jika terus kehilangan bukankah akan berdampak buruk untuk Perusahaan?

Setelah semua pekerjaannya selesai, Riehla beregas untuk pulang. Saat berada di depan lift, handphone yang berada di dalam tote bag terdengar berdering. Diambilnya handphone, terdapat satu panggilan masuk dari nomor tidak dikenal. Takut telepon penting, ia menerimanya.

"Hallo," ujar Riehla.

"Benar ini dengan Editor Riehla?" tanya seorang perempuan di seberang sana.

"Iya. Ini siapa ya?"

"Saya Rani, Adik-nya Kak Maudya."

"Ohh, Adik-nya Maudy. Ada apa telepon saya?"

Tiba-tiba terdengar suara tangis dan itu membuat Riehla heran. "Kamu kenapa nangis?"

"Kak Maudy mengalami kecelakaan, Kak. Dan sekarang ada di ICU."

Ting

Pintu lift terbuka, tetapi Riehla hanya diam dengan sorot mata terkejut. Dirinya terguncang mendengar kabar kurang baik itu. Belum lama Riehla berharap jika ia tidak harus kehilangan Penulis terbaik lagi. Lantas, apa yang sedang terjadi?

"Gimana keadaan Maudy?"

"Kritis."

'Hufftthhh' Riehla menghela nafas berat. Bagaimana jika ia? Tidak. Riehla tidak ingin berpikiran buruk. "Kak Riehla sekarang ke sana. Kirimin alamat Rumah Sakit-nya."

Beberapa saat kemudian...

Motor Riehla terhenti saat lampu merah dan ia mendapat telepon dari Rani. "Kenapa, Ran?" tanya Riehla sembari menatap lampu merah.

Suara tangis Rani sangat mengganggu dan membuat pikiran Riehla semakin buruk. "Kak Maudy ...."

"Kak Maudy kenapa? Sudah sadar?" Riehla berharap jika hari ini tidak menjadi hari terburuk yang rasanya ingin ia hindari.

"Kak Maudy sudah gak ada, Kak!"

Deg

Tin tin tin

Riehla matikan panggilan itu, memasukkan handphone ke dalam tote bag. Segera ia lajukan motor yang tidak lama kemudian dihentikan di tepi jalan beriringan dengan turunnya hujan dengan langsung deras. Hatinya sedang tidak baik-baik saja. Kenapa Tuhan memberikannya cobaan seperti itu?

Disentuhnya dada yang terasa sedikit sesak. Air mata pun perlahan mengalir. Ini bukan masalah harus kehilangan Penulis terbaik yang kedua kalinya dalam waktu hanya beberapa jam. Bagi Riehla, Maudy bukan hanya sekedar Penulis yang selama ini berhubungan baik dengannya, berada di bawah pengawasannya. Maudy yang usianya tiga tahun di bawah Riehla, sudah seperti Adik perempuan.

Rasa sedih itu membuat Riehla tidak peduli sebanyak apa hujan membuat pakaiannya basah. Hingga sebuah mobil sport hitam berhenti di dekatnya. Keluar seorang lelaki tampan dengan sorot mata dingin dengan sebuah payung merah dari dalam sana. Berjalan ke arah Riehla.

"Apa yang sedang kamu lakukan hujan-hujanan seperti ini?!"

Riehla menoleh ke arah pria yang ada di sampingnya yang tengah berbagi payung dengan Riehla. "Pak Ellio," ucap Riehla dengan nada pelan.

"Kamu sudah gila malam-malam gini hujan-hujanan? Gimana kalau sakit? Kamu kan tahu kita belum mendapatkan Editor baru."

"Penulis Maudya, Pak."

"Kenapa?" Tidak bisakah Ellio melihat mata merah Riehla yang seperti sedang menangis itu? Apa air hujan membuatnya benar-benar tidak terlihat?

"Meninggal." Lalu, muncul isakan-isakan kecil.

Ellio memang bukan manusia yang peka, ia baru menyadari apa yang terjadi dengan Riehla setelah mendengar isakan tangis itu. Tidak peduli jika kemeja putihnya akan ikut basah, Ellio bawa Riehla ke dalam dekapannya. Ellio pikir itu mungkin akan sedikit menenangkan Riehla.

Riehla jauhkan diri dari dekapan Ellio. "Saya harus segera menemui Maudy. Duluan, Pak." Ellio perhatikan Riehla.

***

Ellio berpapasan dengan Riehla saat di Lobi. Riehla hanya sedikit membungkukkan badan, tanda hormat. Dapat Ellio lihat ada yang beda dari Riehla. Sorot matanya masih terlihat sendu dan kosong.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Terjebak Skandal CEO Dingin   Baik Baik Putri Kecil Papa (END)

    Ada yang kebakar tapi bukan dengan api. Sudah 3 hari ini Kenzo tak ada kabar sama sekali. Terlebih Zena melihat postingan Kenzo seperti bersenang-senang dengan orang-orang asing itu. Tak satu pun yang wajahnya Zena kenal.Zena pikir selama kepergian lelaki itu Kenzo akan rajin memberi kabar. Nyatanya..."Kamu bisa membuatnya jatuh cinta kepada-mu meski dia tak cinta." Yura yang duduk di samping Zena di sofa panjang, bernyanyi menggoda Zena."Kayaknya memang gak cinta," ujar Zena sembari menatap handphone di mana layar penuh wajah Kenzo. Zena sedang melihat-lihat foto pada sosial media Kenzo."Cinta, Na. Kalau gak ada rasa gak mungkin kelihatan ngedeketin gitu." Masih dengan menatap Zena.Zena menoleh ke arah Yura. Menatap Yura dengan wajah serius. "Gak bisa, Yura."Yura membalas dengan wajah tak kalah serius. "Kelihatan banget kalau kamu gak mau kehilangan Kenzo. Masih mau menolak keberadaannya?"Diam itulah yang sedang Zena lakukan. Zena masih bingung dengan dirinya sendiri. Di satu

  • Terjebak Skandal CEO Dingin   Menemui di Bandara

    Sejak dari tempat permainan hingga kini berada di salah satu Restaurant yang dilakukan Kenzo hanya diam dengan terus mengawasi anak-anak itu. Sungguh seperti seorang pengasuh.Kenzo yang duduk tepat di hadapan Zena melihat betapa perhatiannya Adit pada Zena. Pemuda yang duduk di samping Kenzo itu benar-benar memperlihatkan ketertarikannya pada gadis cantik dan lembut inceran Kenzo."Habis ini kamu langsung pulang atau mau ikut jenguk Resti?" tanya Dania pada Zena."Ikut.""Aku ikut," ujar Adit.Kenzo yang mendengar itu rasanya ingin ikut juga tetapi nanti terlihat aneh. Adit sih sah-sah saja jika ikut, Adit kan sahabatnya Resti juga."Besok saya melakukan penerbangan ke Singapore dan akan berada di sana selama satu minggu, Na." Sembari menatap Zena.Zena yang jelas mendengar ucapan Kenzo, memilih diam. Kenzo yang melihat itu tentu sedikit sedih karena tidak mendapat respon dari gadis yang ia suka.Beberapa saat kemudian...Zena sudah berada di dalam taxi yang melaju bersama Dania dudu

  • Terjebak Skandal CEO Dingin   Gadis Kecil

    Zena tahu jika semua orang mendukung Zena memiliki hubungan dengan Kenzo. Berjam-jam bersama Kenzo pun membuat Zena menyadari jika ia mulai menyukai Kenzo. Tetapi seragam putih abu-abu itu seperti pembatas bagi Zena.Di hadapannya sudah terdapat dua box pizza beda topping yang terletak di meja kerja. Ya, mereka berada di Ruang Kerja sang Direktur yang tak lain adalah Kenzo."Dimakan, Na." Yang duduk di kursi kerja-nya.Zena ambil sepotong pizza yang digigit kecil. "Habis ini mau pulang apa masih mau di sini?""Pulang saja, Kak.""Ya sudah, nanti saya antar.""Gak usah. Aku bisa naik ojek online." Lalu, menggigit pizza."Lebih baik saya yang antar.""Gak, Kak!" tegas Zena.Jika sudah seperti itu Kenzo hanya bisa diam yang berarti mengiyakan maunya Zena. Belum apa-apa Kenzo sudah belajar mengalah.Bahkan ketika Zena menyuruh Kenzo ikut makan pria matang itu menurut. Seolah Kenzo tidak ingin memulai perdebatan dengan gadis kecil itu.Sama seperti Ellio yang menganggap Zena gadis kecil wa

  • Terjebak Skandal CEO Dingin   Insiden Buku Jatuh

    Buku yang ingin Zena ambil nyatanya terlalu jauh untuk digapainya hingga gadis itu berjinjit dan buku melayang jatuh ke lantai. Untung tidak mengenai kepala Zena. Saat Zena hendak mengambil buku fisika itu terlihat tangan yang lebih besar dan kekar dari tangannya menyentuh buku juga.Tanpa menyingkirkan tangan dari buku Zena yang posisi jongkok, mengangkat kepala dan manik matanya bertemu dengan manik mata Adit. Mendadak entah mengapa momen itu mengingatkan Zena pada buku yang jatuh di Toko buku.Zena berdiri dari jongkok dengan membiarkan Adit yang mengambil buku itu. Adit berikan buku pada Zena yang mengucapkan terima kasih lalu berlalu dari sana mencari tempat duduk masih di Perpustakaan.Buku sudah dibuka tetapi pikirannya malah berada di tempat lain. Mata memang mengarah ke deretan huruf dan angka, tetapi otaknya penuh dengan wajah Kenzo. Niat ke Perpus untuk fokus belajar tetapi...Adit mengambil posisi duduk di sebelah Zena dengan buku yang sama diletakkan di meja. Menatap Zena

  • Terjebak Skandal CEO Dingin   Pesona Pria Matang

    Setelah mengantri membeli tiket Kenzo mengajak Zena membeli popcorn. Memberikan popcorn lumayan banyak itu pada Zena. Berjalan ke arah studio tempat film yang akan mereka tonton.Mereka langsung masuk lantaran orang-orang yang menonton di jam sebelumnya telah meninggalkan ruangan. Kenzo yang memegang potongan tiket memimpin jalan mencari tempat duduk mereka.Duduk di bagian bangku yang ada 4 buah. Zena kebetulan berada di dekat dinding. Menaruh cup popcorn di tempat yang tersedia untuk menaruh popcorn atau botol.Sebelum film diputar, handphone yang berada di tas selempang kecil bergetar. Zena segera mengambilnya dan terdapat panggilan video dari Eden."Bisa-bisanya Kak Zena pergi tanpa aku!" keluh Eden. Bibir anak kecil itu pun nampak maju."Lain kali.""Kapan?""Sudah ya, Den. Filmnya mau mulai."Sebelum Eden membuka mulut dengan cepat Zena mengakhiri panggilan video itu. Memasukkan kembali handphone ke dalam tas tak lupa memasang mode diam."Minggu besok kita bisa nonton film lagi

  • Terjebak Skandal CEO Dingin   Kenzo atau Adit?

    "Kamu suka Zena?" tanya Ellio tiba-tiba dan itu berhasil membuat Zena sedikit tersedak makanan hingga batuk-batuk."Papa apa-apaan sih!" ucap Zena tegas setelah meminum seteguk air bening."Saya gak suka kalau ada yang mau main-main sama putri saya!" Dengan nada tegas dan wajah serius.Zena semakin dibuat tak percaya oleh pria paruh baya itu. Menoleh ke arah Kenzo dengan raut wajah tidak enak. Bagaimana bisa Ellio menanyakan hal seperti itu pada lelaki yang baru 3 kali Zena temui. Itu pun hanya pertemuan singkat."Kalau suka sama Kak Zena gerak cepat deh soalnya yang suka sama Kak Zena bukan cuma Kakak," ujar Eden yang akhirnya ikut bicara. Lalu, memasukkan sesendok makanan ke dalam mulut."Kalian kenapa sih?!" ucap Zena dengan wajah mulai frustasi dengan kelakuan Papa dan Adik-nya itu."Zena cantik dan kelihatan baik. Siapa yang gak suka sama dia," ucap Kenzo setelah lama terdiam."Kak Kenzo gak perlu merespon perkataan gak jelas Papa sama Eden." Sembari menatap Kenzo."Apa yang saya

  • Terjebak Skandal CEO Dingin   Masih sama

    "Zena?"Sontak Zura menoleh ke sumber suara di mana seorang lelaki yang ia kenal berjalan ke arahnya. Lelaki yang hari itu terus menatapnya seolah tertarik dengan Zen."Kak Kenzo," ucap Zena sembari duduk.Kenzo mendudukkan diri di samping Zena. "Sendiri?""Lagi nunggu teman.""Saya kira sendiri. Hampir saja saya mengajak kamu makan sama saya."Zena yang mendengar itu dibuat sedikit tak percaya. Kenzo sedang menggodanya atau apa?"Kalau aku sendiri Kak Kenzo mau ajak aku makan?""Iya. Kenapa? Kamu gak mau?""Mau kok asalkan Kak Kenzo yang bayar makanannya.""Tentu saja."Asal ada suara yang terdengar memanggil Zena, bukan hanya Zena yang menoleh Kenzo juga ikut menoleh. Nampak Rasti dan Adit."Loh, kok kamu ikut? Bukannya ada latihan?" tanya Zena yang sudah berdiri. Sembari menatap Adit."Latihannya diganti sore.""Ini siapa, Zen?" tanya Rasti sembari menatap Kenzo yang juga sudah berdiri."Seseorang yang aku kenal.""Maksudnya?" Rasti nampak bingung."Sebaiknya kita segera pergi nant

  • Terjebak Skandal CEO Dingin   Zena si Gadis SMA (season 2)

    12 tahun kemudian...Nampak seorang gadis berseragam putih abu-abu yang terduduk di salah satu kursi makan. Menatap nasi goreng dengan telor mata sapi di hadapannya tanpa menyentuhnya sedikit pun. Gadis itu terlihat sudah tergiur oleh nasi goreng di hadapannya. Seperti ingin segera mencicipi, tetapi..."Mari kita makan," kata pria berusia 40'an yang sudah ada beberapa rambut putih yang tumbuh.Dengan cepat gadis itu membaca doa dan menyantap nasi goreng yang terlihat dari wajah gadis itu bahwa ia menyukai nasi goreng tersebut."Gak menghormati yang masak! Masa aku ditinggal makan," protes pemuda berseragam putih-merah. Duduk di samping gadis yang tak lain adalah Kakak-nya."Papa kan belum makan, Eden."Eden tersenyum pada Papa-nya yang bernama Ellio itu. "Selamat makan, Pa.""Selamat makan juga, sayang.""Selamat makan," timpal Zena sembari sedikit mengunyah."Makan tuh gak boleh ngomong." Sembari menatap Zena yang asik dengan nasi goreng-nya. Pemuda berusia 12 tahun itu pun hanya m

  • Terjebak Skandal CEO Dingin   Pulang (END)

    "Tiba-tiba mengalami henti jantung dan sekarang sedang Dokter sedang melakukan yang terbaik." Lalu, melangkah pergi dari sana dengan langkah cepat.Ellio termenung. Kakinya mulai terasa lemas dengan perasaan takut kian nyata. Bukan saat-saat manis yang mereka lewati bersama yang mulai bermunculan memenuhi kepala Ellio, melainkan momen ketika Ellio mengabaikan Riehla karena rasa tidak percayanya.Bagaimana jika semua ini terjadi karenanya? Ellio rasa ia telah benar-benar gagal menjadi suami. Bukannya seratus persen membahagiakan Riehla justru Ellio menyakitinya.Digenggamnya kedua tangan untuk menghilangkan rasa gugup yang sedikit pun tidak hilang. Melihat Dokter laki-laki keluar dari dalam sana, rasa dingin yang sedang ia rasakan karena cemas pun semakin menjadi.Tatapan Dokter itu Ellio tidak ingin melihatnya. Ellio tidak ingin Dokter itu mengatakan hal yang tidak bisa Ellio terima."Kami sudah melakukan yang terbaik tapi Tuhan berkata lain. Saudari Riehla telah tiada."DegKalimat sa

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status