"Saya mau kamu tidur dengan saya!" ucap lelaki itu dengan sorot mata yang tidak pernah main-main. Riehla terguncang akan kalimat yang keluar dari mulut pria satu itu. "Maaf, Pak. Untuk yang satu ini saya gak bisa! Saya masih punya harga diri. Saya gak mau mengecewakan orang tua saya." Lelaki itu menatap Riehla lebih tajam. "Apa susahnya tidur dengan saya? Bukannya kamu sedang membutuhkan uang untuk biaya pengobatan Ayah kamu?" cover by : canva
Lihat lebih banyak"Zena?"Sontak Zura menoleh ke sumber suara di mana seorang lelaki yang ia kenal berjalan ke arahnya. Lelaki yang hari itu terus menatapnya seolah tertarik dengan Zen."Kak Kenzo," ucap Zena sembari duduk.Kenzo mendudukkan diri di samping Zena. "Sendiri?""Lagi nunggu teman.""Saya kira sendiri. Hampir saja saya mengajak kamu makan sama saya."Zena yang mendengar itu dibuat sedikit tak percaya. Kenzo sedang menggodanya atau apa?"Kalau aku sendiri Kak Kenzo mau ajak aku makan?""Iya. Kenapa? Kamu gak mau?""Mau kok asalkan Kak Kenzo yang bayar makanannya.""Tentu saja."Asal ada suara yang terdengar memanggil Zena, bukan hanya Zena yang menoleh Kenzo juga ikut menoleh. Nampak Rasti dan Adit."Loh, kok kamu ikut? Bukannya ada latihan?" tanya Zena yang sudah berdiri. Sembari menatap Adit."Latihannya diganti sore.""Ini siapa, Zen?" tanya Rasti sembari menatap Kenzo yang juga sudah berdiri."Seseorang yang aku kenal.""Maksudnya?" Rasti nampak bingung."Sebaiknya kita segera pergi nant
12 tahun kemudian...Nampak seorang gadis berseragam putih abu-abu yang terduduk di salah satu kursi makan. Menatap nasi goreng dengan telor mata sapi di hadapannya tanpa menyentuhnya sedikit pun. Gadis itu terlihat sudah tergiur oleh nasi goreng di hadapannya. Seperti ingin segera mencicipi, tetapi..."Mari kita makan," kata pria berusia 40'an yang sudah ada beberapa rambut putih yang tumbuh.Dengan cepat gadis itu membaca doa dan menyantap nasi goreng yang terlihat dari wajah gadis itu bahwa ia menyukai nasi goreng tersebut."Gak menghormati yang masak! Masa aku ditinggal makan," protes pemuda berseragam putih-merah. Duduk di samping gadis yang tak lain adalah Kakak-nya."Papa kan belum makan, Eden."Eden tersenyum pada Papa-nya yang bernama Ellio itu. "Selamat makan, Pa.""Selamat makan juga, sayang.""Selamat makan," timpal Zena sembari sedikit mengunyah."Makan tuh gak boleh ngomong." Sembari menatap Zena yang asik dengan nasi goreng-nya. Pemuda berusia 12 tahun itu pun hanya m
"Tiba-tiba mengalami henti jantung dan sekarang sedang Dokter sedang melakukan yang terbaik." Lalu, melangkah pergi dari sana dengan langkah cepat.Ellio termenung. Kakinya mulai terasa lemas dengan perasaan takut kian nyata. Bukan saat-saat manis yang mereka lewati bersama yang mulai bermunculan memenuhi kepala Ellio, melainkan momen ketika Ellio mengabaikan Riehla karena rasa tidak percayanya.Bagaimana jika semua ini terjadi karenanya? Ellio rasa ia telah benar-benar gagal menjadi suami. Bukannya seratus persen membahagiakan Riehla justru Ellio menyakitinya.Digenggamnya kedua tangan untuk menghilangkan rasa gugup yang sedikit pun tidak hilang. Melihat Dokter laki-laki keluar dari dalam sana, rasa dingin yang sedang ia rasakan karena cemas pun semakin menjadi.Tatapan Dokter itu Ellio tidak ingin melihatnya. Ellio tidak ingin Dokter itu mengatakan hal yang tidak bisa Ellio terima."Kami sudah melakukan yang terbaik tapi Tuhan berkata lain. Saudari Riehla telah tiada."DegKalimat sa
Betapa terlihat menyedihkannya lelaki satu itu yang duduk sendirian di meja makan. Menikmati sandwich sebagai menu breakfast yang sejak beberapa saat lalu hanya digigitnya sedikit. Ia rindu hari-hari bersama istri dan anak-anaknya. Kini, ia sendiri dan itu semua karena kesalahannya.Rasa sesal pun memenuhi diri Ellio yang merasa jika semua telah berakhir. Mungkin sebelumnya Ellio bisa menggenggam kembali tangan Riehla, tetapi kali ini rasanya terlalu tidak mungkin untuk Riehla kembali padanya."Kamu benar, Rie. Gimana mungkin aku gak percaya sama kamu. Gimana bisa aku langsung percaya saja," gumam Ellio dengan wajah sendu.Sementara di kediaman Ani, mereka sedang menikmati sarapan nasi uduk di meja makan. Riehla yang sembari menggendong Eden, memperhatikan Zena berbicara dengan Ani.Zena masih terlihat seperti biasanya walau Riehla yakin Zena tidak mungkin sepenuhnya baik-baik saja. Hanya saja Zena tidak mengungkapkan apa yang ada di hati dan kepala-nya. Riehla tahu pasti ada kesediha
Riehla tidak melarikan diri, ia kembali pada keluarga-nya. Namun, ada yang beda dengan perempuan itu. Bukannya memilih diam karena tidak mengerti dengan sikap Ellio yang tidak juga memberi alasan mengenai sikapnya yang berubah. Riehla terlihat benar-benar mengabaikan Ellio.Seperti saat ini di mana mereka berkumpul di Ruang Tamu, Ellio yang duduk di sofa single, terus memperhatikan anak dan istrinya yang bermain, dan menyadari jika Riehla sejak pulang tidak menaruh perhatian sama sekali padanya.Tidak ada yang Riehla katakan bahkan sekali pun tidak menatap Ellio. Riehla hanya sibuk dengan Zena dan Eden.Ellio merasa bahwa mungkin sikapnya telah merubah Riehla menjadi tidak peduli. Melihat hal itu pun Ellio semakin takut jika Rumah Tangga-nya benar hancur. Ellio tidak ingin hal itu terjadi. Apa pun yang terjadi ia akan mempertahankannya.Beberapa saat kemudian...Riehla masuk ke dalam Kamar untuk meletakkan Eden di tempat tidurnya yang sudah tidur. Ellio yang terduduk di kasur dengan b
"Zena kenapa?" tanya si Bibi yang berjalan di samping Zena."Apa karena aku ya Mama sama Papa bertengkar? Aku takut kalau nanti gak punya Papa lagi." Sembari menatap lurus ke depan dengan wajah sendu."Bibi yakin kalau Mama sama Papa pasti baikan. Mereka kan saling cinta."Zena menoleh ke arah si Bibi. "Benar kan, Bi? Mama sama Papa gak perlu pisah?""Iya." Seraya tersenyum.Rasa sedih dan frustasi yang sudah memuncak membuat Riehla memilih melarikan diri sejenak. Riehla memang pergi dengan pakaian seperti akan bekerja, namun perempuan itu sedang mengendarai mobil ke daerah Pantai.Riehla merasa perlu menenangkan diri. Sudah memarkirkan mobil, Riehla berjalan ke arah Pantai. Pantai pun mengingatkannya pada Ellio. Riehla bisa saja hanya fokus pada anak-anak, tetapi ia tidak bisa tinggal dengan suami yang sikapnya seolah Riehla tidak ada.Apa mungkin keputusan Riehla menikah dengan Ellio itu salah? Riehla pikir jika ia menolak ajakan menikah itu semua tidak akan seperti ini. Tidak perlu
Tidak seperti biasanya di mana Riehla terlihat di Ruang Tamu atau tidak ada bau masakan dari arah Dapur, malam ini Rumah itu sunyi. Layaknya Rumah kosong. Ellio langsung melangkah menuju Kamar dan ia lihat sang istri yang sudah tidur dengan posisi miring.Ellio taruh jas di atas nakas, menoleh ke arah Riehla dengan sorot mata sedih. Sudah berapa hari ini tidak ada percakapan menyenangkan antara keduanya. Tentu keadaan seperti itu tidak baik.Belum berganti pakaian Ellio keluar Kamar. Saat di depan meja makan, lelaki itu mematung. Ellio tahu Riehla pasti sedih dan kecewa dengan sikap Ellio belakangan ini, tetapi Riehla masih peduli pada Ellio dengan menyiapkan makan malam.Mendudukkan diri, menyentuh mangkuk berisi sup ayam yang sudah tidak hangat. Tiba-tiba Ellio meneteskan air mata. Hatinya semakin hancur dengan keadaan yang ia sendiri tidak tahu harus seperti apa. Ingin melupakan tetapi melihat wajah Riehla mengingatkan pada sebuah 'pengkhianatan'.Air mata itu terus menetes. Dapat
Sendirian di meja makan membuat Riehla nampak seperti akan menangis. Padahal ia sudah membuatkan sandwich untuk Ellio tetapi Ellio pergi seperti itu saja ke Kantor. Riehla semakin merasa bahwa sepertinya ia punya salah.Ini kali pertama mereka seperti ini lagi setelah kembali bersama. Muncul Zena yang sudah berpakaian rapi siap ke Sekolah. Riehla tarik kursi untuk Zena, Zena mendudukkan diri."Mama kenapa? Aku perhatikan melamun. Sudah gitu terlihat sedih." Sembari menatap Riehla dari samping."Mama gakpapa." Lalu, tersenyum."Mama sama Papa lagi bertengkar ya? Kalian saling diam gak seperti biasanya."Walau tak sepenuhnya mengerti tentang keadaan, namun Zena terlalu peka jika ada yang beda antara Mama dan Papa-nya. Tentu Zena sebagai seorang anak tidak menginginkan perselisihan antara kedua orang tua-nya."Nggak kok. Mama sama Papa baik-baik saja. Sebaiknya Zena segera makan."Zena tahu bahwa Mama-nya sedang berbohong. Zena makan sandwich itu dengan sesekali menoleh ke arah Riehla ya
Saat Randy membuka pintu setelah mengetuk seperti biasa, Randy terkejut dan langsung berjalan cepat menghampiri Ellio yang tiduran di sofa dengan telapak tangan yang mengeluarkan darah lumayan banyak. Darah yang sudah berceceran di lantai.Randy cemas melihat kondisi Ellio yang bahkan wajahnya pucat. Randy pun menelepon seseorang untuk membawakan kotak p3k.Ellio yang tidak tidur sama sekali, mendudukkan diri. Randy duduk di samping Ellio. "Apa yang terjadi? Kenapa Bapak bisa melukai tangan Bapak?""Apa ini akhirnya yang sesungguhnya?" Tanpa menatap Randy."Maksud Bapak apa?""Saya gak ingin percaya ...."Seorang office boy masuk, memberikan kotak pada Randy. Randy segera obati luka Ellio yang tidak peduli jika luka-nya sesakit itu dan jika darah yang keluar sebanyak itu.Ketika Riehla sedang duduk di teras depan Rumah, menjempur Eden, Riehla lihat Ellio yang sudah pulang. Riehla perhatikan Ellio sampai keluar dari dalam mobil yang sudah terparkir di pelataran Rumah."El," sapa Riehla
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.