Share

Bukan Siapa-Siapa

Mumpung hari libur dan setelah beberapa hari tidak memiliki kesempatan menjenguk sang Ayah, hari ini Riehla menemani Ayah-nya. Ayah dan anak satu-satunya itu sedang jalan-jalan santai, keliling Rumah Sakit. Riehla yang mendorong kursi roda tempat Ayah-nya bersantai, langkahnya melamban. Di depan sana manik matanya bertemu dengan manik mata seorang perempuan yang menatapnya cukup tajam.

Kania berhenti tepat di hadapan Ayah-nya Riehla sehingga mau tidak mau Riehla pun berhenti. "Siapa sangka kalau kita akan bertemu di sini," ucap Kania dengan nada tajam.

"Saya rasa gak ada yang perlu dibicarakan." Saat Riehla hendak kembali mendorong kursi roda, salah satu tangannya disentuh Kania.

"Kita sama-sama perempuan, seharusnya kamu mengerti perasaan saya! Saya rasa Ellio lebih dulu kenal sama saya dari pada kamu. Gak seharusnya kamu merebut lelaki yang saya cinta!" Lalu, menurunkan tangannya.

"Kamu merebut kekasih orang?" tanya pria paruh baya pada sang putri.

"Gak kayak gitu, yah."

"Gak seharusnya kamu menggoda Ellio!" Omong kosong. Kania benar-benar sedang memperburuk keadaan. Ia sengaja terus bicara seperti itu karena ingin keretakan antara Ayah dan putri-nya itu.

"Jangan asal bicara!" kata Riehla dengan nada tegas.

"Maaf, mbak. Anak saya perlu mengantar saya kembali ke Kamar. Ayo, Riehla." Kania biarkan Riehla pergi. Menoleh ke arah belakang dengan senyum yang terlihat puas. Tentu Kania puas sudah memperlihatkan bahwa Riehla itu seseorang yang buruk. Tapi, apakah perlu memperlihatkannya pada Ayah-nya Riehla?!

Sepanjang perjalanan hingga kembali ke Ruang Rawat Inap yang terdapat tiga orang termasuk Ayah-nya, Riehla bantu sang Ayah merebahkan tubuh di brankar. Riehla penasaran apa yang sedang Ayah-nya pikirkan.

"Sebaiknya Ayah gak memikirkan apa kata perempuan itu."

"Kamu berhak bahagia. Tapi, Ayah gak mau kebahagiaan itu kamu raih dengan merusak kebahagiaan orang lain."

Ayah-nya sudah terpengaruh ucapan Kania yang menyebalkan. Riehla tidak seburuk itu. "Riehla gak seperti apa yang perempuan itu ucapkan."

"Ayah percaya. Ayah cuma mengingatkan kalau kebahagiaan bisa kamu ciptakan bukan hanya di satu tempat. Jadi, jangan hanya memikirkan kebahagiaan di satu tempat sampai mungkin kamu akan merusak hubungan baik seseorang."

"Ayah tenang saja. Riehla masih tahu batasannya."

Ayah-nya raih salah satu tangan sang putri. "Cuma kamu satu-satunya yang Ayah punya. Ayah gak mau kamu berada di jalan yang berbeda dengan sekarang."

Riehla berusaha tersenyum, dan diraihnya tangan sang Ayah. Mengenggamnya lembut. Itulah alasan Riehla tidak ingin Ayah-nya tahu apa yang ia lakukan. Ayah-nya bisa kecewa. Terlepas mungkin tindakan Riehla membantu Ellio itu benar. Tidak seharusnya ia ikut campur masalah orang lain.

***

Kania menerobos masuk ke dalam Ruang Kerja Ellio padahal sudah ditahan Maudia-Sekretaris Ellio. "Gakpapa, Di. Kamu bisa kembali bekerja," kata Ellio yang duduk di kursi kerja.

Kania berjalan ke arah Ellio. Tanpa adanya rasa hormat atau sopan, Kania duduk di meja dengan sorot mata yang terus tertuju pada Ellio. "Saya gak mau kehadiran kamu di sini membuat Riehla gak nyaman!" Dengan sorot mata tajam dan sangat dingin.

"Kalian masih bersama? Aku kira sudah berakhir. Padahal aku sudah memberitahu Papa-nya kalau anak-nya itu bukan anak yang baik. Masa dia merebut lelaki yang aku cinta."

"Kamu bertemu Papa-nya Riehla?"

"Iya."

Sungguh di luar dugaan Ellio. Ellio berdiri dari duduk, berjalan ke arah pintu. Membuka pintu cukup lebar. "Silakan tinggalkan tempat ini!"

"Aku gak mau!" Yang sudah berdiri.

Datang Randy tanpa perintah Ellio. "Tolong kamu pastikan dia meninggalkan Kantor!" Sembari menatap Kania. Kania nampak sangat kesal. Randy dengan cepat membawa Kania pergi dari sana. Ellio kembali duduk di kursi. Berkat Kania, ia jadi kepikiran Riehla. Apa semuanya baik-baik saja? Ellio mengkhawatirkan Riehla. Masalahnya ia tidak tahu apa saja yang sudah Kania katakan pada Ayah-nya Riehla. Tidak ada keretakan antara Ayah dan anaknya itu kan? Jika terjadi sesuatu Ellio pikir ia akan merasa bersalah. Karena itu semua berawal darinya.

Sejank Riehla menoleh ke arah handphone yang bergetar, menampilkan panggilan masuk dari Ellio. Ellio menelepon jam segini? Ada apa ya?

"Hallo, Pak."

"Gak ada yang mau dibicarakan sama saya?"

"Bicarain apa ya, Pak?" Dengan wajah bingung.

"Ya sudah kalau gak ada." Lalu, panggilan berakhir. Riehla kembali taruh handphone di atas meja.

Beberapa saat kemudian...

Ellio yang duduk di sofa Ruang Tengah, menegak sedikit minuman bersoda dalam kemasan kaleng yang ia letakkan di atas meja. "Kenapa Riehla gak cerita apa-apa? Mungkin gak ada masalah apa-apa," gumam Ellio.

Pak CEO satu itu masih memikirkan karyawatinya itu. "Bukannya seharusnya dia cerita? Karena kan di sini saya juga salah." Diambilnya handphone, menelepon seseorang.

Di tengah keasikannya menonton drama Korea di laptop, Ruang Tengah. Sejenak perhatiannya terbagi ke handphone yang bergetar. Ada apa malam-malam Ellio meneleponnya?

"Hallo, Pak."

"Saya mau kamu ke Rumah saya sekarang!"

"Mendadak?"

"Gak mau?" Dengan nada suara yang buat takut.

"Iya, Pak. Saya ke sana sekarang."

Ellio benar-benar mengganggu waktu santainya. Riehla bergegas rapi-rapi. Apa mungkin Riehla mendapat pekerjaan tambahan lagi? Kali ini apa? Membuat seseorang marah lagi? Tidur bareng yang ke-dua?

Alih-alih menunggu di dalam Rumah, kali ini Ellio duduk di kursi yang ada di Teras depan Rumah. Ellio pikir ia harus membahasnya lebih dahulu. Bagaimana kalau ternyata Riehla mendapat masalah karena Kania? Itu mungkin akan membawa pada Riehla yang akan menolak untuk membantu Ellio.

Setelah memunggu lumayan lama, Ellio lihat sebuah motor yang melaju. Memperhatikan Riehla yang menghentikan motor di depan sana, berjalan ke arah Ellio. "Ada yang bisa saya bantu, Pak?"

"Duduk!"

Riehla mendudukkan diri di samping Ellio. "Kenapa kamu gak bilang kalau Kania ketemu sama Papa kamu?"

"Saya rasa Bapak gak perlu tahu. Saya bukan siapa-siapa Bapak dan Bapak bukan siapa-siapa saya. Kita cuma sekedar rekan kerja. Jadi, untuk masalah satu itu saya bisa menanganinya sendiri."

"Saya tahu. Tapi, semua berawal dari saya. Kalau saya gak minta kamu buat bantu saya, Kania gak akan bertindak sejauh itu."

Apa yang dikatakan Ellio benar adanya, namun tetap saja Riehla pikir Ellio tidak perlu tahu bahkan tidak perlu repot-repot ikut campur. Itu sudah menjadi konsekuensi Riehla dalam membantu Ellio. "Bapak tenang saja. Saya bisa mengatasinya. Apa masih ada yang mau dibicarakan? Kalau gak ada, saya pamit."

"Kamu bisa pulang." Riehla melangkah pergi dari sana. Ellio terus perhatikan Riehla sampai menghilang dari pandangannya.

***

Plak

Suara tamparan itu mengisi ke setiap sudut ruangan tempat para Editor berada. Ruangan pun diselimuti hawa menegangkan.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status