Home / Fantasi / Terjebak di Dunia Lain / 2. Rintihan Nela 1

Share

2. Rintihan Nela 1

Author: Kirana Quinn
last update Last Updated: 2022-08-02 20:27:23

Terdengar suara Nela dari dalam kamar yang memanggilnya.

"Kak...!"

Nathan segera masuk, dia kini sudah mengganti pakaian sekolahnya dengan pakaian rumah. Nampak Nela berusaha berdiri dengan susah payah.

"Udah kamu rebahan dulu, pekerjaan rumah biar aku saja yang kerjakan."

Nathan membantu membaringkan adiknya ke tempat tidur, dan menyelimutinya.

"Aku yakin kamu pasti belum makan, tinggal sebentar dulu ya ?" ucap Nathan.

Ketika hendak berdiri Nela menahan tangannya.

"Aku takut kak, nanti ibu marah," Nela nampak ketakutan, hal ini terpampang jelas di wajahnya.

Nathan menatap iba adiknya itu, dalam hatinya bertanya, mengapa Tuhan tidak adil pada adiknya ? Bukankah dia dan Nela bersaudara ? Apa rencanamu ya Rabb ? Batin Nathan dan segera menghapus bulir-bulir air mata yang menetes di kedua pipinya.

Dia hanya menepuk punggung adiknya perlahan untuk menenangkan, dan dia segera beranjak ke arah dapur untuk mengambil makanan. Nathan mengambil piring dengan sangat pelan, dia tak ingin ibunya mendengar dentingan piring dan sendok yang bisa saja membuat ibunya marah lagi.

Baru juga hendak menyendok nasi ke dalam piring terdengar bentakan sang ibu.

"Jangan beri dia makan, anak itu harus diberi pelajaran," Nigsih sudah berdiri di belakang Nathan dengan berkacak pinggang, sambil telujuk kanannya di arahkan pada Nathan.

Nathan bahkan tak perduli, dia menyendok nasi dengan banyak di piringnya dan mengambil lauk secukupnya. Lalu segera berbalik menuju kamar adiknya.

"Hei tunggu, apa kau tuli ? Aku bilang jangan beri dia makan, hari ini jatah makannya telah habis, kembalikan makanan itu !" Teriak Ningsih.

Ingin rasanya Nathan melempar piring yang berisi makanan itu pada ibu sambungnya ini, namun akhirnya dia hanya mampu menghela nafas berat. Dia lalu berbalik ke arah ibunya.

"Ibu, ini jatah makananku, jika jatah Nela habis, maka aku harus membagi jatahku ini dengannya. Paham ?" Kedua rahang Nathan mengeras menahan amarah.

Ningsih melihat kemarahan di wajah Nathan akhirnya hanya mendengus dengan kesal dan segera berlalu. Awas kau ! Tunggu saja, akan ku kuliti tubuhmu sampai kau akan merangkak dan memohon ampun padaku. Dasar anak haram ! Ningsih terus mengumpat di dalam hati.

Dengan pelan Nathan menyuapi Nela, dan kemudian memberinya air minum. Setelah memastikan Nela telah kenyang barulah dia menghabiskan nasi yang tersisa. Nathan meletakkan piring di lantai dan merebahkan adiknya kembali ke ranjang dan menyelimutinya. Diputarnya kipas angin agar adiknya tidak kepanasan.

"Minumlah antibiotik ini, lalu tidurlah," Nathan mengangkat kepala adiknya dan meminumkan antibiotik yang diambilnya di dalam tas sekolahnya saat dia mengambil makanan tadi.

Sejak ibunya ketahuan sering menghukum adiknya, Nathan diam-diam membeli obat antibiotik dan betadin di Apotik. Dia menggunakan uang pemberian ayahnya yang disimpanya diam-diam untuk keperluannya dan Nela.

Melihat adiknya yang sudah terlelap, Nathan segera kedapur membersihkan semua peralatan dapur yang kotor dan mengerjakan semua tugas Nela. Dia tidak khawatir meninggalkan Nela sendiri di kamar, karena jika dia berada di dalam rumah maka ibunya tak berani menyakiti adiknya. Nela akan diperlakukan dengan tidak adil ketika dia tidak berada di rumah. Sebisa mungkin Nathan berusaha tak keluar rumah, walaupun diajak temannya bermain atau belajar bersama, dia lebih memilih bermain dan belajar sendiri di rumah.

Namun ibu tirinya selalu punya akal untuk menyuruhnya keluar dari rumah, terkadang menyuruhnya pergi ke pasar dan sudah pasti ketika dia kembali, sekujur tubuh Nela penuh dengan cubitan. Pernah sekali ketika ibunya menyuruhnya kepasar, baru dipertengahan jalan dadanya tiba-tiba berdebar akhirnya dia memilih kembali lagi ke rumah, dan benar saja terdengar rintihan Nela yang menahan sakit akibat tangannya dicelupkan ibunya ke dalam wajan yang berisi air mendidih.

Nathan melempar uangnya di wajah ibunya dan membantu Nela mengolesi tangannya dengan pasta gigi agar tidak melepuh.

Sampai segitu parahnya penyiksaan ibu terhadap adiknya namun tak pernah terlihat air mata keluar dari mata adiknya yang cantik itu.

Sebagai seorang kakak, Nathan haruslah jadi pelindung bagi adiknya. Ditatapnya wajah imut yang tertidur pulas itu, dia tak tega membangunkannya. Walau sebentar lagi azan magrib berkumandang namun dia tak tega melihat betapa lelapnya adiknya itu tidur.

Mengingat perkataan orang anak gadis tak boleh tidur menjelang magrib, akhirnya dengan tak tega Nathan membangunkannya.

Nela menggeliat, sekujur tubuhnya terasa sakit, efek obat antibiotik tidak bisa meredakan nyeri akibat beberapa pukulan yang diterimanya. Nela teringat kesalahannya, dia terlambat satu menit dari jadwal yang ditetapkan ibu sambungnya untuk tiba di rumah. Padahal dia sudah berusaha berlari sekuat tenaga dari sekolah, berharap dia tiba tepat waktu. Namun ternyata terlambat juga.

Nela pulang sekolah jam 12.15 siang dan Nathan jam 1 siang. Ibu sambungnya menetapkan waktu tiba di rumah jam 12.30. Jarak tempuh dari sekolahnya ke rumah jika ditempuh dengan jalan kaki maka akan memakan waktu dua puluh menit, kecuali jika dia naik ojek maka dia akan tiba lebih cepat. Tapi saat itu tak ada ojek yang melintas, terpaksa Nela berlari dari sekolah sampai ke rumah dengan ngos-ngosan. Sudah berusaha sekuat tenaga untuk tiba tepat waktu tapi ternyata begitu menginjakkan kaki di dalam rumah, Nela terlambat satu menit. Hal ini yang membuat ibunya berang, Nela juga menyesalinya, andai di halaman depan dia tak berhenti sebentar melepas lelah mungkin saja dia tiba tepat waktu.

Nela merasa tubuhnya sangat perih, untung saja besok libur sehingga masih ada jedah waktu dua hari sebelum masuk sekolah untuk pemulihan. Nathan tak ingin beranjak dari kamar adiknya.

"Kak, sudah waktunya sholat, kakak imami aku ya ? Aku nanti duduk saja tak sanggup berdiri."

Nathan tersentak, padahal dia sudah mendengarkan suara azan berkumandang, namun karena terlalu terhanyut dengan rasa iba terhadap adiknya membuatnya enggan beranjak dari sana.

Akhirnya Nathan memapah Nela ambil air wudhu di kamar mandi, setelah mengantar adiknya kembali ke kamar, diapun lalu berwudhu.

Nela Sholat sambil duduk, karena dia tak sanggup berdiri. Nathan tau adiknya tak sekalipun melalaikan ibadahnya kecuali dalam keadaan uzur atau sakit yang tidak bisa membuatnya bangun, namun terkadang dalam keadaan seperti itupun Nela selalu melakukan tayamum dan sholat sambil berbaring.

Terkadang Nathan malu terhadap adiknya itu, dia yang tak punya uzur masih suka bolong dalam sholat. Sebagai seorang kakak, seharusnya menjadi contoh yang baik bagi adiknya, ini malah terbalik, adiknyalah yang selalu saja memberinya contoh.

Setelah melaksanakan ibadah magribnya, Nela membaca Al-qur'an, suaranya terdengar syahdu. Nathan menatap adiknya lama, untuk anak seusianya, tidak seharusnya mendapatkan perlakuan buruk seperti ini. Ekspresi iba terpatri diwajahnya, dengan cara apa dia menyelamatkan adiknya ini ?

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Otih Amidin
seru dan menarik
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Terjebak di Dunia Lain   227. Kelahiran bayi (END)

    Abilon sedang duduk berbincang dengan Nathan di teras rumah, tak lain yang mereka bicarakan pastilah Nela dan ibu mertuanya."Kapan lagi ibu mertua Nela menjalani terapi, kalau menurutku sih bawa saja ibunya itu ke rumah sakit jiwa biar dia tahu rasa!" ucap Abilon."Hahahaha...kau ada-ada saja, oh ya Dewi kapan kembali ke kerajaan, kita sebentar lagi akan masuk kuliah, jika kelak setelah wisuda apakah kau akan melanjutkan terus untuk menggapai profesi dokterku?" tanya Nathan.'Sepertinya tidak lagi, aku sudah cukup tau banyak hal tentang medis dari kampus, mungkin setelah wisuda aku akan kembali ke kerajaan Goro, mengingat ayahanda sudah sangat tua jadi aku harus sudah bersiap-siap menggantikan posisinya sewaktu-waktu, dan Dewi besok sudah harus kembali ke kerajaan Goro," jawab Abilon.Sementara itu di rumah keluarga tuan Budi, ibu Astrid sudah bangun dari tidurnya, sesuai petunjuk ustad saat bangun ibu Astrid diminumkan air ruqyah dan setelah itu di mandikan di halam belakang rumah.

  • Terjebak di Dunia Lain   226. Memulai kehidupan baru

    Melati yang saat itu sedang duduk di pendopo bersama beberapa ustazah dikejutkan dengan mobil paman Badar yang berhenti tepat di depan pendopo. Dan yang lebih membuatnya terkejut lagi saat melihat paman Badar turun bersama Rendy dari mobil. Seketika wajah Melati menjadi pias, dadanya bergemuruh. Dia berusaha menyembunyikan kegelisahannya agar para ustazah yang lain tidak mengetahuinya."Assalamu alaikum!" ucap paman Badar dan Rendy bersamaan."Waalaikum salam!" jawab para ustazah bersamaan.Tak sengaja mata Rendy bertatapan dengan Melati, ada getaran aneh yang menjalar di dada kedua insan ini, namun Melati berusaha memalingkan wajahnya. Rendy semakin penasaran, wajah Melati terlihat bersinar dan sangat cantik. Dia terbayang wajah permaisuri yang berada di kerajaan Bilu, keningnya berkerut mencoba mencerna apa yang sebenarnya terjadi.Untunglah dalam situasi itu Kyai Lukman segera datang bersama isterinya."Selamat datang tuan Badar, ini siapa? Adiknya atau ponakan? Mari silakan masuk!

  • Terjebak di Dunia Lain   225. Rendy Bertaubat

    Proses Ruqyah berjalan dengan lancar, tak terdengar lagi teriakan ibu Astrid. Nampak ustad Thohir keluar dari kamar di susul tuan Budi dan Nauval."Untuk proses terapinya tidak hanya sekali, kita akan mencoba meruqyahnya besok, sekalian disiapkan beberapa media seperti daun Bidara dan beberapa obat herbal lainnya. Besok kita akan memandikan ibu Astrid dengan daun Bidara," kata ustad Thohir."Baiklah, kami akan menyiapkannya. Terima kasih!" kata tuan Budi dengan penuh rasa terima kasih.Sementara itu di sudut hutan nampak berjalan terseok-seok seorang pria tampan dengan pakaian yang sangat lusuh. Tubuhnya lemas tak bertenaga, dia melihat ke kiri dan kanan berharap menemukan air untuk melepas dahaganya.Ustad Thohir setelah melakukan. proses ruqyah di antar oleh Nathan menuju ke desanya, mereka melewati jalan belakang, tak sengaja Nathan melihat sosok pria yang berjalan sempoyongan di balik pohon."Sepertinya ada orang yang membutuhkan pertolongan," kata Nathan sambil menepikan mobilnya

  • Terjebak di Dunia Lain   224. Badai telah berlalu

    Di kediaman tuan Budi nampak kesibukan yang cukup ramai, betapa tidak, semua keluarga datang berkumpul karena ibu Astrid mengalami kesurupan yang parah. Bahkan Zaskia juga terlihat di tengah banyaknya keluarga yang datang membesuk."Aku harus bicara dengan Zaskia!" kata Nauval."Untuk apa? Jangan menambah beban keluarga kita. Kurasa dia tidaklah penting, yang penting saat ini adalah ibumu!" cegah Nela."Setidaknya dia harus tau jika kondisi mama seperti ini karena ulahnya, aku akan memberi peringatan padanya untuk berhenti mengganggu kita, aku sangat muak melihatnya," Nauval tetap bersikukuh ingin mendekati Zaskia.Nela hanya menggeleng-gelengkan kepalanya, menurutnya semua ini tak akan ada gunanya. Tapi karena melihat Nauval yang tetap ngotot akhirnya dia hanya mengangkat bahunya tanda pasrah.Nauval menghampiri Zaskia, wanita cantik itu sudah menyadari keberadaan Nauval yang mendekatinya. Hatinya berbunga-bunga, dia menunjukkan rasa simpatiknya pada Ibu Astrid yang tertidur pulas di

  • Terjebak di Dunia Lain   223. Eksekusi

    Di kerajaan Bilu masyarakat berbondong-bondong menyaksikan tertangkapnya tabib Jorgi yang saat itu juga di arak keliling kampung. Ada yang tak pernah tahu alasan penangkapan merasa iba saat melihat tabib Jorgi terkurung di dalam kerangkeng yang terbuat dari kayu jati yang sangat kuat. "Kasihan tabib itu ya? Apa salahnya dia? Bukankah dia yang telah menyelamatkan Raja dan nenek Kolona?" ucap salah seorang warga."Dia merencanakan pemberontakan!" kata salah seorang lagi."Oh benarkah? Aku tak percaya ini!" gumam seorang wanita muda. Dia sangat kasihan melihat wajah tabib Jorgi yang memar dan bengkak akibat di pukul oleh para pengawal kerajaan.Putri Balqis mendengar tertangkapnya tabib Jorgi merasa tidak tenang, dia bahkan mengurung dirinya di dalam kamar dan tak berani keluar."Akhirnya tabib itu tertangkap juga, apakah kau tak ingin melihatnya?" tanya Rendi yang melihat isterinya hanya berbaring saja di tempat tidur."Untuk apa? Biarkan Raja yang mengambil keputusan tepat untuk mengh

  • Terjebak di Dunia Lain   222. Ibu Astrid mengamuk

    Tak ada penyesalan sedikitpun di wajah Suhu, dia malah tersenyum mengejek saat melihat Nauval yang menatapnya dengan marah. "Kita apakan dukun ini?" tanya Nauval pada ayahnya."Papa ingin menyerahkannya pada polisi, tadi papa sudah mengirim pesan pada teman papa," jawab tuan Budi pelan.Dia tak gentar dengan gertakan Suhu yang hendak menyeret isterinya. Iya sudah memikirkannya dengan baik, makanya dia menghubungi temannya di kepolisian. Kalau memang istrinya tetap terseret ke ranah itu, dia harus menerimanya dengan legowo. Siapa tau dengan begitu istrinya akan sadar dengan apa yang telah di lakukannya.Nathan tak berkata apapun dia hanya memejamkan matanya mencoba menerka apa yang sedang di pikirkan oleh pria yang terikat di depannya ini. Suhu terlihat tenang-tenang saja, merasa dirinya tidak bersalah sama sekali.Tak lama kemudian, sebuah mobil polisi berhenti depan rumah. Dua orang petugas dengan berseragam lengkap mendatangi rumah tuan Budi. Setelah memberi salam keduanya masuk ke

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status