Home / Fantasi / Terjebak di Dunia Lain / 7. Penglihatan Nela

Share

7. Penglihatan Nela

Author: Kirana Quinn
last update Last Updated: 2022-08-06 19:08:50

Nathan tertidur cukup lama, ketika dia bangun, suasana masih belum berubah.

Perlahan dia merenggangkan otot-ototnya, jika kemarin dia merasa seperti telah mendaki gunung yang tinggi namun hari ini tubuhnya terasa segar.

Nathan melirik adiknya yang sedang tertidur lelap, dia memperhatikan gerak jantung adiknya, Masih terlihat naik turun, artinya adiknya itu masih hidup. Nathan menarik nafas lega, dia segera turun dari ranjang, rupanya di bawah ranjang sudah disediakan sandal terbuat dari bulu domba. Terasa sangat lembut setelah Nathan memakainya.

Melihat ruangan yang kosong, Nathan segera bergegas keluar, namun saat dia hendak membuka pintu, nampak olehnya Dewi dan beberapa dayang berdiri tepat dihadapannya. Para dayang itu datang membawa nampan yang berisi beraneka ragam makanan. Nathan memberi mereka ruang untuk masuk.

"Kami membawakanmu makan siang, aku berharap kau betah disini."

Setelah berkata kepada Nathan, Dewi menyuruh dayang meletakkan semua makanan di lantai yang beralaskan permadani.

Nathan tak masalah, makan di lantaipun dia sudah sangat bersyukur. Dia segera menghampiri Dewi.

"Adikku belum juga bangun, aku khawatir luka ditubuhnya infeksi."

"Jangan khawatir, ini aku bawakan bubuk obat untuk diminum, dan salep untuk dioleskan ke seluruh tubuhnya yang penuh luka. Bubuk obat itu fungsinya untuk mengobati semua luka dalam, dan salep untuk obat luar" Dewi menyerahkan kedua obat itu kepada Nathan.

"Terima kasih, aku tak tahu dengan cara apa aku membalas kebaikanmu," Nathan menerima obat itu dengan rasa terima kasih yang sangat dalam.

"Aku tinggal dulu ya ? Segera oleskan salep ini dan minumkan obat padanya, percayalah, sebentar lagi dia akan siuman," Diujung kalimatnya Dewi memberikan secercah harapan kepada Nathan.

Tanpa menunggu waktu lama, setelah Dewi dan para dayang berlalu, Nathan mengoleskan salep ke tubuh Nela, kemudian dia memasukkan bubuk obat kedalam wadah berbentuk seperti gelas dicampur dengan sedikit air dan meminumkannya dengan mengangkat kepala Nela sedikit dan membuka mulutnya. Nathan berharap Nela menelannya, entah mengapa dia mempercayai semua ucapan Dewi, toh dalam kondisi seperti ini siapa lagi yang bisa Nathan percayai.

Terdengar erangan, Nela ternyata sudah siuman, binar keceriaan terpatri di mata Nathan saat ini. Kini dia hanya memiliki Nela, dia ingat pesan ayahnya bahwa Nela adalah tanggung jawabnya.

Nela mengucek-ngucek matanya lalu bangun mengangkat kedua tangan ke atas dan merenggankan semua otot-ototnya.

"Kak, aku merasa sangat segar hari ini, berapa lama aku tidur ya ? " Nela bertanya kepada Nathan yang dilihatnya tersenyum bahagia.

"Kau tidur sehari penuh, oh ya bagaimana dengan lukamu ? Aku ingin mengoleskan salep ini di tubuhmu, tapi ini kau sendiri saja yang mengolesnya. Setelah itu kita makan" Nathan menyodorkan salep ketangan Nela.

Nela ragu-ragu beberapa detik, dan kemudian meraih salep yang ditaruh di dalam tempurung berukuran mini. Salep ini terlihat seperti getah karet, karena kakaknya yang memberikan itu, Nela menerimanya. Tanpa berpikir panjang dia segera mengoleskan salep itu ke seluruh tubuhnya. Anehnya setelah memakai salep itu semua bekas luka baik yang sudah mengering maupun yang masih berdarah langsung hilang tak berbekas.

"Kakak, lihat, semua luka ditubuhku telah hilang, dan ini, aku tidak mengoles kakiku tapi kenapa lukanya hilang ya ?"

Nathan menjelaskan semua kebingungan Nela, jika saat Nela pingsan Nathan telah mengoleskan salep itu di bagian yang bisa dia jangkau termasuk kaki.

"Syukurlah, sekarang ayo kita makan."

Nathan meraih tangan Nela dan membimbingnya ke ruang makan yang beralaskan permadani. Nela melihat makanan yang begitu banyak ingin sekali bertanya darimana kakanya memperoleh makanan ini ? Tapi karena perutnya sudah keroncongan, Nela menunda rasa ingin tahunya.

Nela makan dengan lahap, dia merasa seolah-olah sudah sebulan tak makan apapun, makanya hari ini dia terlihat sangat rakus, Nela nyaris menghabiskan seluruh makanan. Untung saja dia masih teringat Nathan yang duduk disebelahnya belum menyentuh makanan sedikitpun sehingga dia mengakhiri makan siangnya dengan makanan penutup.

"Ayo makanlah kak, sayang kalo dianggurin begitu."

Nathan tersenyum, melihat Nela yang makan dengan lahap membuat Nathan merasa sangat kenyang, namun akhirnya diapun mencicipi hidangan itu.

Setelah keduanya menghabiskan makanan yang tersedia, Nela menarik nafas dalam-dalam karena kekenyangan. Dia lupa untuk menanyakan dari mana asal makanan ini.

Dia segera berdiri meraih lengan kakaknya, "Kak, ayo, aku ingin meluruskan badanku di atas jerami, nanti sore kita jalan-jalan ya ? Aku ingin mandi, mudah-mudahan di hutan ini ada sungai atau air terjun"

Nathan terbengong, ruangan yang indah sebesar ini kok dibilang hutan ? Namun dia mengikuti langkah Nela yang kembali ke kamar dan duduk di ranjang bersamanya.

"Tidur digubuk beralaskan jerami serasa kayak tidur di ranjang pengantin," Nela merebahkan tubuhnya setengah berbaring dan mengambil sebongkah kayu yang dia gunakan sebagi penyanggah.

Nathan ingin mengatakan sesuatu namun diurungkannya, sebentar lagi dia akan mengajak Nela keliling di istana ini, dia ingin tahu komentar apalagi yang akan disampaikan adiknya jika bertemu dengan para dayang dan pasukan kerajaan.

"Kak, aku gerah, terlalu kenyang sih, jadi aku ingin mandi. Mana ranselku, kita keliling di hutan ini yuk, siapa tau ada air terjun."

Nathan menyodorkan tas ransel milik Nela, lalu keduanya berjalan beriringan keluar dari istana timur.

Sepanjang jalan Nathan membungkuk saat bertemu dengan dayang istana sebagai bentuk penghormatan. Nela melihat Nathan yang setiap saat membungkuk merasa aneh.

"Hei.."Nela mengayun-ayunkan tangannya di wajah Nathan, "Apa yang kakak lakukan ? Kenapa terus membungkuk seperti itu ?

Nathan tak menggubrisnya, di jalan dia berpapasan dengan Dewi dan bertanya, dimana dia bisa menemukan kamar mandi ?

Atas petunjuk Dewi, Nathan mengajak Nela berbelok ke arah kiri, dan benar saja diujung sana nampak sungai yang dikelilingi bebatuan dalam penglihatan Nela. Sedangkan Nathan melihat itu adalah sebuah tempat pemandian kerajaan yang bernuansa alam.

Nela kegirangan, dia mandi dengan hanya menyisakan pakaian dalam di tubuhnya. Nathan duduk dsebuah batu yang besar, menunggu Nela mandi. Setelah memastikan Nela telah berganti pakaian, Nathan menceburkan diri disungai itu. Sudah lama sekali dia tak merasakan kesegaran seperti hari ini.

"Kak buruan, sebentar lagi hujan."

Nathan bergegas keluar dari sungai itu dan meraih pakaiannya, dia segera menuju bilik yang tak jauh dari tempat Nela menunggu.

Nela memandang dengan heran, "Mau apa kakak ke semak-semak itu ?" gumamnya.

Tak lama kemudian, Nathan keluar dengan kaus oblongnya yang berwarna putih, dan celana pendek selutut. Dengan memakai sandal yang terbuat dari bulu domba, nathan menggandeng tangan Nela kembali ke Istana Timur. Nathan akan bertanya kepada Dewi mengapa adiknya tak bisa melihat mereka dan istana ini. Dia benar benar penasaran, sebenarnya ini kerajaan apa ? Dan mengapa adiknya selalu mengatakan jika ini hanyalah hutan belantara.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Terjebak di Dunia Lain   227. Kelahiran bayi (END)

    Abilon sedang duduk berbincang dengan Nathan di teras rumah, tak lain yang mereka bicarakan pastilah Nela dan ibu mertuanya."Kapan lagi ibu mertua Nela menjalani terapi, kalau menurutku sih bawa saja ibunya itu ke rumah sakit jiwa biar dia tahu rasa!" ucap Abilon."Hahahaha...kau ada-ada saja, oh ya Dewi kapan kembali ke kerajaan, kita sebentar lagi akan masuk kuliah, jika kelak setelah wisuda apakah kau akan melanjutkan terus untuk menggapai profesi dokterku?" tanya Nathan.'Sepertinya tidak lagi, aku sudah cukup tau banyak hal tentang medis dari kampus, mungkin setelah wisuda aku akan kembali ke kerajaan Goro, mengingat ayahanda sudah sangat tua jadi aku harus sudah bersiap-siap menggantikan posisinya sewaktu-waktu, dan Dewi besok sudah harus kembali ke kerajaan Goro," jawab Abilon.Sementara itu di rumah keluarga tuan Budi, ibu Astrid sudah bangun dari tidurnya, sesuai petunjuk ustad saat bangun ibu Astrid diminumkan air ruqyah dan setelah itu di mandikan di halam belakang rumah.

  • Terjebak di Dunia Lain   226. Memulai kehidupan baru

    Melati yang saat itu sedang duduk di pendopo bersama beberapa ustazah dikejutkan dengan mobil paman Badar yang berhenti tepat di depan pendopo. Dan yang lebih membuatnya terkejut lagi saat melihat paman Badar turun bersama Rendy dari mobil. Seketika wajah Melati menjadi pias, dadanya bergemuruh. Dia berusaha menyembunyikan kegelisahannya agar para ustazah yang lain tidak mengetahuinya."Assalamu alaikum!" ucap paman Badar dan Rendy bersamaan."Waalaikum salam!" jawab para ustazah bersamaan.Tak sengaja mata Rendy bertatapan dengan Melati, ada getaran aneh yang menjalar di dada kedua insan ini, namun Melati berusaha memalingkan wajahnya. Rendy semakin penasaran, wajah Melati terlihat bersinar dan sangat cantik. Dia terbayang wajah permaisuri yang berada di kerajaan Bilu, keningnya berkerut mencoba mencerna apa yang sebenarnya terjadi.Untunglah dalam situasi itu Kyai Lukman segera datang bersama isterinya."Selamat datang tuan Badar, ini siapa? Adiknya atau ponakan? Mari silakan masuk!

  • Terjebak di Dunia Lain   225. Rendy Bertaubat

    Proses Ruqyah berjalan dengan lancar, tak terdengar lagi teriakan ibu Astrid. Nampak ustad Thohir keluar dari kamar di susul tuan Budi dan Nauval."Untuk proses terapinya tidak hanya sekali, kita akan mencoba meruqyahnya besok, sekalian disiapkan beberapa media seperti daun Bidara dan beberapa obat herbal lainnya. Besok kita akan memandikan ibu Astrid dengan daun Bidara," kata ustad Thohir."Baiklah, kami akan menyiapkannya. Terima kasih!" kata tuan Budi dengan penuh rasa terima kasih.Sementara itu di sudut hutan nampak berjalan terseok-seok seorang pria tampan dengan pakaian yang sangat lusuh. Tubuhnya lemas tak bertenaga, dia melihat ke kiri dan kanan berharap menemukan air untuk melepas dahaganya.Ustad Thohir setelah melakukan. proses ruqyah di antar oleh Nathan menuju ke desanya, mereka melewati jalan belakang, tak sengaja Nathan melihat sosok pria yang berjalan sempoyongan di balik pohon."Sepertinya ada orang yang membutuhkan pertolongan," kata Nathan sambil menepikan mobilnya

  • Terjebak di Dunia Lain   224. Badai telah berlalu

    Di kediaman tuan Budi nampak kesibukan yang cukup ramai, betapa tidak, semua keluarga datang berkumpul karena ibu Astrid mengalami kesurupan yang parah. Bahkan Zaskia juga terlihat di tengah banyaknya keluarga yang datang membesuk."Aku harus bicara dengan Zaskia!" kata Nauval."Untuk apa? Jangan menambah beban keluarga kita. Kurasa dia tidaklah penting, yang penting saat ini adalah ibumu!" cegah Nela."Setidaknya dia harus tau jika kondisi mama seperti ini karena ulahnya, aku akan memberi peringatan padanya untuk berhenti mengganggu kita, aku sangat muak melihatnya," Nauval tetap bersikukuh ingin mendekati Zaskia.Nela hanya menggeleng-gelengkan kepalanya, menurutnya semua ini tak akan ada gunanya. Tapi karena melihat Nauval yang tetap ngotot akhirnya dia hanya mengangkat bahunya tanda pasrah.Nauval menghampiri Zaskia, wanita cantik itu sudah menyadari keberadaan Nauval yang mendekatinya. Hatinya berbunga-bunga, dia menunjukkan rasa simpatiknya pada Ibu Astrid yang tertidur pulas di

  • Terjebak di Dunia Lain   223. Eksekusi

    Di kerajaan Bilu masyarakat berbondong-bondong menyaksikan tertangkapnya tabib Jorgi yang saat itu juga di arak keliling kampung. Ada yang tak pernah tahu alasan penangkapan merasa iba saat melihat tabib Jorgi terkurung di dalam kerangkeng yang terbuat dari kayu jati yang sangat kuat. "Kasihan tabib itu ya? Apa salahnya dia? Bukankah dia yang telah menyelamatkan Raja dan nenek Kolona?" ucap salah seorang warga."Dia merencanakan pemberontakan!" kata salah seorang lagi."Oh benarkah? Aku tak percaya ini!" gumam seorang wanita muda. Dia sangat kasihan melihat wajah tabib Jorgi yang memar dan bengkak akibat di pukul oleh para pengawal kerajaan.Putri Balqis mendengar tertangkapnya tabib Jorgi merasa tidak tenang, dia bahkan mengurung dirinya di dalam kamar dan tak berani keluar."Akhirnya tabib itu tertangkap juga, apakah kau tak ingin melihatnya?" tanya Rendi yang melihat isterinya hanya berbaring saja di tempat tidur."Untuk apa? Biarkan Raja yang mengambil keputusan tepat untuk mengh

  • Terjebak di Dunia Lain   222. Ibu Astrid mengamuk

    Tak ada penyesalan sedikitpun di wajah Suhu, dia malah tersenyum mengejek saat melihat Nauval yang menatapnya dengan marah. "Kita apakan dukun ini?" tanya Nauval pada ayahnya."Papa ingin menyerahkannya pada polisi, tadi papa sudah mengirim pesan pada teman papa," jawab tuan Budi pelan.Dia tak gentar dengan gertakan Suhu yang hendak menyeret isterinya. Iya sudah memikirkannya dengan baik, makanya dia menghubungi temannya di kepolisian. Kalau memang istrinya tetap terseret ke ranah itu, dia harus menerimanya dengan legowo. Siapa tau dengan begitu istrinya akan sadar dengan apa yang telah di lakukannya.Nathan tak berkata apapun dia hanya memejamkan matanya mencoba menerka apa yang sedang di pikirkan oleh pria yang terikat di depannya ini. Suhu terlihat tenang-tenang saja, merasa dirinya tidak bersalah sama sekali.Tak lama kemudian, sebuah mobil polisi berhenti depan rumah. Dua orang petugas dengan berseragam lengkap mendatangi rumah tuan Budi. Setelah memberi salam keduanya masuk ke

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status