Mereka tidak lama berhenti di tepi hutan lindung. Nathan setengah berlari sambil terus membawa ranselnya masuk ke dalam hutan. Giri dan Nita sedikit bergidik melihat Nathan berlari masuk ke dalam hutan.Ternyata Nathan hanya dalam hitungan detik, sudah kembali ke dalam mobil. Mereka tak tahu jika Nathan mengerahkan ilmunya agar mudah keluar masuk dalam sekejap di hutan itu."Cepat sekali, apakah kau tidak menemukan pohonnya ?" tanya Badar penasaran."Aku menemukannya paman, ayo kita pergi."Hanya butuh berbelok ke kiri mereka memasuki desa pohe. Tak ada yang berubah dengan kondisi desa ini. Belum semua akses jalan di pasangi lampu jalan, sehingga Badar harus berhati-hati tatkala melewati jalan yang tak ada penerangannya itu.Mendengar deru mobil berhenti di halaman rumah, Nela segera berlari menyambutnya. "Paman Giri, bibi...." "Dek Nela kurus sekali, apa dek Nela sakit ?" tanya Nita."Sekarang sudah sembuh kok, ayo masuk.""Ibu dimana ?""Belum pulang."Mereka lalu masuk ke dalam r
Kini tinggallah Nathan dan Dewi saling memandang akhirnya Nathan menuju ke teras dan Dewi mengikutinya. Suasana desa di malam hari sangat lengang, terlihat satu dua motor yang lalu lalang di jalan raya.Nathan duduk di kursi kayu dan menselonjorkan kakinya. Dewi duduk di hadapannya."Kalian kemana saja ?" tanya Nathan."Entah ini kau sudah tahu atau tidak, tadi ibumu ke rumah barunya yang sangat besar dan megah.""Rumah baru ? Ibuku punya rumah baru ?""Iya, sepertinya itu rumahnya, kawasan itu terdiri dari rumah-rumah mewah di sekelilingnya. Aku tak tahu itu dimana. Kami melewati gedung-gedung tinggi dan banyak kendaraan roda empat. Ternyata di duniamu begini indahnya.""Aku nanti akan mengajakmu keliling kota, lalu apa yang kalian lakukan di rumah itu ?""Aku duduk mengawasinya, dia hanya membersihkan seluruh perabotnya lalu tidur."Nathan terdiam beberapa saat, lalu berkata,"Terima kasih untuk bantuanmu hari ini, sekarang tidrurlah. Di sebelah kamarmu ada paman Giri dan Nita. Janga
Dewi cukup nekat untuk masuk kembali ke kamar Ningsih, rasa penasarannya akan sosok yang dilihatnya membuatnya menguatkan hatinya. Tentunya dia bukanlah gadis biasa, puteri seorang panglima perang tak bisa dianggap remeh.Selama lima menit berikutnya, dia keluar lagi karena tak melihat Sonu. Ternyata mereka bagaikan sedang bermain petak umpet. Tatkala Sonu naik ke lantai dua, Dewi berada di lantai satu. Sehingga mereka tak bertemu.Tiba-tiba Nathan keluar dari kamarnya."Ada apa ?" tanya Nathan saat melihat Dewi sedang duduk di ruang tamu.Dewi menaruh jari telunjuknya di bibir lalu merapal mantera dan menghilang. Nathan mendengar seseorang turun dari lantai dua. Dia mendongak dan melihat sosok pria yang tak di kenalnya turun dari lantai dua."Siapa kau ?"Sonu terhenyak, itu kan anak Ningsih. Dia lalu sadar jika itu anak Sahara, sudah pasti bisa melihatnya.Sonu secepat kilat melarikan diri dari rumah itu. Belum saatnya dia berhadapan dengan putera Sahara. Dia sedikit terengah-engah.
Sonu Batista ingin mengetahui apakah gadis ini yang dilihatnya semalam. Dia segera masuk ke dalam kelas dan menunggu waktu istirahat. Bukan Dewi namanya jika tak tahu apa yang dipikirkan Sonu.Bel jam istirahat berbunyi, semua siswa keluar dari kelas beramai-ramai. Tak ketinggalan Nela dan Linda. Kedua gadis itu seperti biasa pergi ke kantin. Dewi pura-pura tak melihat mereka, tetapi dia sengaja mendatangkan kucing peliharaannya untuk mengawasi Nela dan Batista.Batista keluar dari kelas bersama teman-temannya, dia juga menuju ke kantin. Matanya sempat melirik ke arah Dewi yang saat ini tak menghiraukan mereka. Dewi hanya duduk menyaksikan anak-anak bermain basket.Dengan keisengannya, Sonu menghampiri Nela dan menggodanya."Apakah aku bisa duduk di disini ?""Apa kau tak melihat jika tempat ini khusus wanita ?" Mendengar jawaban Nela yang sangat ketus membuat Dewi menertawai Sonu. Tentu saja dia mendelik dengan gusar ke arah Dewi. Begitu pesanan Nela dan Linda tiba mereka buru-buru
Tengah malam, Nathan berbaring di tempat tidur namun tak bisa tidur. Sampai sekarang dia belum berhasil masuk ke kamar ibunya untuk melihat brankas milik ayahnya. Sejak pagi dia dan Giri mengecek sawah yang saat itu padinya mulai menguning.Siangnya dia dan paman Badar mencari keberadaan rentenir yang menyita mobil ayahnya. Jika benar rentenir itu bekerja sama dengan ibunya maka dia tak akan sungkan untuk menjebloskan ibu tirinya itu ke penjara. Terlintas dalam pikirannya untuk menanyakan langsung pada Ningsih, namun kemunculan Sonu yang tiba-tiba di rumahnya membuat beban pikirannya bertambah. Belum lagi laporan Dewi tentang keberadaan Sonu di sekolah Nela.Nathan bangkit dari tempat tidurnya dan berdiri di dekat jendela, dia memandang ke arah mesjid yang terletak di seberang jalan.Sebuah bayangan berkelebat, Nathan seketika waspada. Mungkinkah itu Sonu ? Ataukah bayangan lain yang sempat di ceritakan Dewi ? Nathan lalu menarik gorden dan keluar dari kamar. Ternyata Dewi ikut turun
Griya Mandiri adalah sebuah perumahan elite yang hanya memiliki satu jalan utama, yang menghubungkan seluruh warga yang ada di perumahan itu. Di pinggirnya terdapat deretan toko-toko kecil dan sebuah sekolah dasar. Di ujung jalan terdapat sebuah mesjid dan sebuah lapangan bola. Nathan menghafal semua area ini saat Ningsih membawanya untuk bertemu rentenir. Namun mereka hanya bisa berputar-putar di jalan karena Ningsih lupa rumahnya. Mereka sempat singgah di beberapa tempat dan bertanya sana sini namun dari ciri-ciri yang di sebutkan Ningsih tak ada satupun yang mengenalnya.Akhirnya mereka kembali ke rumah dengan tangan hampa. Nathan menahan geram. Di hempaskannya tubuhnya ke sofa, kakinya di selonjorkan di bawah meja. "Katakan yang sebenarnya padaku bu," Nathan masih berusaha untuk menghargai ibunya."Bukankah aku sudah menunjukkan semua bukti pinjamannya padamu ?" jawab Ningsih dengan wajah cemberut.Saat ini Ningsih sedang mencari cara agar terhindar dari semua kecurigaan. Dia lal
Nela merasa sangat gelisah, biasanya dalam kondisi seperti ini dia akan meraih Alqur'an dan membacanya. Tapi saat ini dia sedang datang bulan. "Kau kenapa ? Jika kau sakit minta izin saja pada wali kelas," bisik Linda. Dia melihat sahabatnya ini tak seperti biasanya."Aku merasa gelisah, jantungku terus berdebar, dan aku merasa seperti sedang di awasi.""Jika kau berhalangan bacalah zikir, dan teruslah beristigfar di dalam hati. Biasanya yang membuat hati gelisah itu gangguan dari setan, jika tidak, mungkin saja asam lambungmu sedang naik," saran Linda.Nela memejamkan matanya dan terus berzikir, saat itu dia melihat sebuah bayangan membuatnya tersentak dan berkeringat dingin. Linda menyentuh tangan Nela yang gemetar, saat ini guru mata pelajaran fisika tidak masuk sehingga sebagian siswa keluar kelas."Atur nafas dan istigfar."Angin tiba-tiba berhembus dengan kencang, siswa berlari masuk ke dalam kelas. Ketua kelas langsung menutup pintu.Siswa siswi duduk di bangkunya masing-mas
Mendengar isak tangis tertahan, Nela membuka matanya."Syukurlah kau sudah sadar, terima kasih ya Allah."Linda tak henti-hentinya memeluk dan mencium Nela. Dia bahkan menghapus air matanya dengan seragamnya. Dia tak perduli beberapa pasang mata sedang menatapnya.Nela berusaha untuk bangun, Linda dan beberapa ibu-ibu membantunya bangun."Kau tahu rasanya aku mau pingsan saat melihatmu masuk dalam pusaran angin puting beliung, tapi bagaimana kau bisa berada di halaman mesjid ?""Mungkin angin membawaku kembali ke sini," jawab Nela sambil tersenyum."Tidak lucu tau..."Merek berdua lalu tertawa, sehinga membuat warga geleng-geleng kepala."Tadi kami melihatmu terbawa angin nak, bisa kau ceritakan pada kami apa yang terjadi ?"Imam mesjid datang menghampiri Nela dan Linda yang kini duduk bersandar pada tiang penyangga mesjid."Kami mau pulang ke desa Pohe, lalu kami melihat pusaran angin di kejauhan. Akhirnya kami berhenti di rumah kosong itu, tak taunya angin menghantam atap rumahnya,