"Nimas, pelan-pelan. Jalannya licin." ujarku seraya menggenggam tangannya dengan lembut.
Aroma bulan madu menguar semerbak mewangi. Seperti Kamajaya dan Kamaratih yang selalu memenuhi kebersamaan mereka dengan cinta, begitupun kami berdua. Aroma cinta dan panasnya api asmara membakar hasrat dalam ikatan suci.
Pagi ini kami berdua sedang menyusuri jalan setapak, mencoba untuk mengusir hawa dingin dengan sedikit menggerakkan tubuh. Jalan setapak yang kami lalui adalah jalan menuju ke dalam hutan Gunung Wilis. Tadi malam gadis cantik yang telah menjadi istriku ini berkata, kalau dia ingin menunjukkan sesuatu padaku. Katanya sesuatu yang sangat indah yang tersembunyi di balik hutan dan perbukitan di Gunung Wilis ini. Mengusik rasa penasaran dalam diriku.
Sedikit menyebalkan memang, karena wanita cantik ini tidak mau memberitahu dengan jelas, apa yang ingin ditunjukkannya. Dia hanya tersenyum menggoda jika aku memaksanya memberitahu. Duh, membuatku gelisah saja
Simo seto menerjang tubuhku dengan tiba-tiba, membuat tubuh ini terpelanting kehilangan keseimbangan. Secepat kilat aku bangkit dan memasang kuda-kuda. Kini dia memandang dengan sorot tajam tak bersahabat, suara Auman terdengar membuat berdiri bulu kuduk. Sementara aku terus menatapnya penuh kewaspadaan. Sekalipun makhluk di depanku ini saat dia diam terlihat begitu manis, tapi naluri hewan liar tetap melekat pada dirinya. Aku tak boleh lengah sedikitpun."Apakah kau marah padaku? Karena telah mencuri perhatian majikanmu?" tanyaku padanya, sementara Simo Seto masih menggeram dari tempatnya berdiri."Kau salah paham. Kita tidak perlu saling bertengkar merebutkannya, Anak Muda. Karena kita akan saling bahu-membahu untuk melindunginya."Kulihat Simo Seto beranjak pelan memutari tubuhku, sesekali aumannya masih menyisakan rasa miris. Aku masih tetap waspada, siaga jika dia secara tiba-tiba menyerangku."Hey, apakah kau tidak mau bersahabat dengank
Aku melesat keatas pohon, karena lebih leluasa untuk mengawasi pergerakan di bawah. Kupindai sekeliling, mencari hal-hal yang mencurigakan. Dan ketika mataku menangkap sesosok tubuh yang sedang bersimpuh di atas batu hitam, aku terpana.Siapa pria itu?Apa yang sedang dilakukannya?Segudang tanda tanya semua berkumpul dan berputar di dalam benak.Aku terus memperhatikannya dari atas sini, setiap gerakan yang dia lakukan tidak luput dari perhatianku. Fokus yang dia hadirkan dalam setiap gerakannya, begitu tenang tanpa ada rasa takut pada sesuatu yang membahayakan jiwanya. Seolah-olah dia sedang menyatu dengan alam. Khusyuk.Apakah dia sedang sholat?Apakah dijaman ini sudah ada orang muslim?Diriku sebagai Panji memang bukanlah orang yang paham agama, bahkan aku tidak tahu agamaku sendiri. Apalagi tentang tatacara beribadah, gerakan dan bacaan sholat aku tidak tahu sama sekali.Selama ini aku
Pagi ini mentari bersinar hangat, mengusir kebekuan lereng Gunung Wilis meskipun masih menyisakan hawa dingin. Dari Pagi buta seluruh penghuni Padhepokan sudah disibukkan dengan kegiatan masing-masing. Ada yang sibuk mengisi tandon air untuk dapur padhepokan, biasanya setiap hari dibuat jadwal secara bergilir untuk murid-murid padhepokan yang bertugas mengisi tandon air. Mereka mengambilnya dari sumber air yang terletak dibagian belakang padhepokan.Sedangkan tukang masak padhepokan sedang menanak nasi dengan kuali besar yang terbuat dari tanah. Sementara lainnya ada yang mencuci pakaian disungai, ada juga yang sedang berlatih pedang. Semua melakukan tugas masing-masing. Hal ini menjadikan suasana Padhepokan selalu hidup.Nimas sedang menyiram bunga-bunga kesayangannya di halaman bilik kami, saat aku dan Romo Gandiswara sedang bermain-main dengan Simo Seto. Romo Gandiwara mempunyai penglihatan yang luar biasa, beliau mampu membaca potensi orang hanya dengan beber
(Mulai bab 21 seterusnya akan menggunakan POV 3)POV Author❤️❤️❤️Tok tok tokSuara ketukan pintu terdengar di bilik milik Arya Wisesa. Mereka berdua yang masih berbincang saling pandang, karena tidak biasanya di malam selarut ini ada yang mengetuk pintu, jika bukan karena perkara penting."Biar aku saja, Nimas," ucap Arya.Setelahnya, Arya beringsut dan berjalan menuju pintu, membukanya perlahan, hingga suara derit pintu terdengar. Saat daun pintu terbuka, wajah semringah Rangga Suta terpampang di depan mata."Ada apa, Kangmas?" tanya Nimas Ayu seraya mendekati suaminya."Tadi aku ikut meronda dengan murid-murid Padhepokan. Saat lewat depan bilik kalian, kulihat pelita masih menyala. Akhirnya kuputuskan untuk datang," Jawabnya tanpa dosa.Tampak Arya menghembuskan napas lega, andaikan Rangga Suta tahu, tadi mereka sudah berpikir macam-macam saat mendengar ketukan pintu. Mengira ada kejadian mene
Rangga Suta berjalan paling belakang, Nimas Ayu berjalan di tengah sementara Arya Wisesa berjalan paling depan sebagai penunjuk jalan. Mereka bertiga berjalan menyusuri jalan setapak masuk ke dalam hutan belakang Padhepokan. Sesekali Rangga Suta berkelakar mengundang tawa, membuat suasana riang gembira mewarnai perjalanan mereka."Kanda, lihatlah! burung itu terus mengikuti kita," ucap Nimas riang ketika seekor burung hinggap di dahan pohon tak jauh dari mereka."Itu burung cucak wilis, Nimas," ucap Rangga Suta hanya sepintas menatap burung yang sedang berkicau dengan riangnya."Itu memang burung hutan, biar saja dia terbang bebas di alam liar. Jangan ditangkap!" Arya Wisesa menambahkan.Nimas Ayu mengangguk, bibirnya terus melengkung indah saat matanya menatap burung berjambul kuning itu."Kau boleh mengikuti kami, aku tidak akan menangkapmu," bisiknya lembut.Burung itu berputar-putar mengitari mereka sambil ber
"Dimas tumenggung, ada kabar dari para telik sandi (mata-mata) kita?" tanya Akuwu Sura Wijaya memantau keamanan wilayahnya."Dari laporan yang saya dapatkan, sudah beberapa bulan ini tidak ada aktivitas yang di lakukan para rampok dan begal, Kangmas," jawab tumenggung Hadi Wijaya."Apakah ini kabar baik ataukah buruk, Dimas?" tanyanya lagi."Seharusnya ini menjadi kabar baik, Kangmas, akan tetapi saya merasakan keanehan," balasnya."Aneh?""Ya, Kangmas, kenapa bisa serentak, para begal di seluruh wilayah kita berhenti beraktivitas?""Menurutmu, kemungkinannya seperti apa?" tanya Sura Wijaya sambil mengerutkan dahinya."Aku sulit menebaknya, tapi adakah kemungkinan mereka sedang menyiapkan kekuatan bersama?" jawabnya ragu."Untuk?""Untuk melakukan sesuatu yang besar.""Apa itu, Dimas?" tanya sang Akuwu penasaran."Mereka bekerja sama untuk menyerang kita, misalnya," jawab tumenggung.Sang Akuwu
Pagi yang tenang ini, burung-burung berkicau dengan riang gembira di dahan pohon bambu yang meliuk-liuk diterpa angin.Kriieeettt krrieeettttSuara bambu yang sedang menari-nari menggoyangkan tubuh sesuai dengan irama dedaunan yang saling bergesekan terdengar harmoni dengan desingan angin yang bertiup di gunung wilis.Suasana tenang alam semesta ini pecah dengan suara pekikan Nimas ayu dari balik biliknya, mengagetkan Arya Wisesa yang sedang berlatih kanuragan di halaman.Pria itu spontan lari tunggang langgang masuk ke dalam bilik dan menemukan sang istri sedang duduk bersandar di dinding mengerang kesakitan sambil memegang perutnya. Dengan panik Arya memapahnya menuju pembaringan mereka."Kanda ... sakit ... ahhhh," pekik Nimas sambil meremas jemari Arya Wisesa."Sebelah mana yang sakit, Sayang?" tanya Arya panik. Dia mencoba mengelus-elus bagian perut Nimas yang sudah membesar."Sabar, ya, Sayang," hibur Arya kebingungan harus baga
Malam mulai menyapa, menggelayut di gunung wilis, bintang-bintang yang bertaburan di langit seolah menjadi lambang ucapan suka cita semesta untuk kelahiran Husein, putra dari Arya Wisesa dan Nimas Ayu Larasati.Suara binatang malam bersahut-sahutan meramaikan suasana, serupa irama gendhing tembang mijil yang terlantun indah untuk mengungkap kebahagiaan atas lahirnya seorang putra, yang kelak diharapkan akan bisa semakin menambah berat timbangan kesalehan untuk orang tuanya.Di hari ke-7 kelahiran Husein, Arya Wisesa menyembelih dua ekor domba atas saran dari Ki Ageng Wilis sebagai rasa syukur atas kelahiran putra pertamanya itu.Aroma kebahagiaan masih terus tercium, dengan berbagai masakan yang telah disiapkan oleh anggota Padhepokan untuk di bagikan pada seluruh warga kampung terdekat dengan padhepokan.Biyung menemani Nimas di dalam bilik, saat para pria mengurus untuk membagikan berkat yang berisi makanan yang telah dimasak oleh para emban di ta