Bella tiba di kampus dan terpana saat melihat bahwa kampus yang namanya terdengar asing itu, ternyata sangat mewah.
Ia mengira, dengan latar belakang yang sederhana seperti Bella yang asli, ia akan memilih kampus yang biasa-biasa saja. Namun, kampus ini justru sangat mewah, layaknya kampus-kampus ternama di luar negeri. Sebelumnya, Bella juga sudah melakukan riset tentang keberadaan kampus-kampus di dunia nyata, termasuk kampus tempatnya kuliah dulu, tetapi hasilnya nihil. Segala sesuatu di sini benar-benar diciptakan dengan suasana yang jauh lebih baik daripada dunia nyata. "Amazing!" gumamnya. "Apa yang amazing?" tanya sebuah suara. Bella pun langsung menoleh dan melihat seorang pria dengan gaya pakaian ala Korea, wajahnya juga sepertinya keturunan China. "Gak ada," balas Bella tersenyum kaku. Pria itu menyipitkan matanya yang sudah sipit, "Yakin?" Bella mengangguk, lalu ia mengingat kalau pria itu mungkin salah satu dari pria yang jadi temannya, karena ada fotonya di galeri HP Bella. "Hem... yuk kita masuk!" ajak Bella mencoba tetap natural. "Oke, gue duluan ya! Nanti ketemu di kantin lo," ujarnya. Bella pun mengangguk, ia mencoba tetap tersenyum dan mencoba memahami situasi. Namun sayang, pagi ini harusnya ia segera masuk karena akan ada Kuis dadakan. Segera ia mencari kelasnya dengan bantuan informasi di website milik Kampus. Beruntungnya ia, website kampus itu tak hanya sebagai formalitas di kampusnya di dunia nyata, tapi ada peta seperti G****e Map, ada data ruangannya juga, termasuk akses daftar nama yang ada di jampus khusus mahasiswa, ada foto-fotonya juga. Tentu selain kelengkapan informasi, keamanan datanya juga tidak diragukan lagi canggihnya. Kelengkapan informasi itu akhirnya membuat Bella sampai di sebuah ruangan, mengenali wajah gengnya dan memcoba terliat biasa. Akan tetapi, ia tau kalau mereka akan kaget, mengingat penampilannya yang lebih tertutup daripada biasanya dengan pakaian seksinya. Kini pakaiannya memakai pakaian Skinny Skirts dengan Denim Jaket. Biasanya ia memakai mini dress, atau baju seksi lainnya yang kalau tidak menonjolkan kaki dan bokong, ya pasti dadanya. Makanya seringkali Bella yang asli disindir teman kampusnya, 'mau ke kampus atau ngelonte?' Sayangnya dalam kasus Bella, ia memang the real Ayam Kampus, jadi dikatai seperti itu wajar dan fakta. Sudah begitu dandannya sangat menor ala cewek-cewek western, padahal gaya pakaiannya ala Korea. ••• Selama kelas tidak ada yang curiga, sepertinya di geng itu, Bella yang asli juga bukan tipe yang banyak bicara, ia tipe pendengar. Jadi, Bella tidak kesulitan menanggapi ucapan mereka bertiga. Di circle Bella yang asli ada rmpat orang termasuk dirinya, ada Kelly si simpanan dosen muda yangs ednag mengajar itu, Gina yang simpanan seorang pejabat negara, dan Eva si simpanan artis terkenal. Si pemilik wajah paling cantik di sana adalah Kelly, tapi tentu keempatnya memang cantik dan yang paling biasa adalah Bella. Maksudnya saat tidak memakai make up menor, ia terlihat sangat biasa. Ada kesan manis dan punya aura yang mudah disukai orang. Meski terlihat paling biasa, Bella termasuk beruntung karena memiliki Sugar Daddy yang tampan, tidak seperti ketiga temannya. Dosen muda di depan sana tampan, tapi standar kalau dibandingkan dengan ketampanan Regan. Gina dan Eva yang paling mengenaskan, mereka mendapatkan gadun yang berperut buncit dan wajahnya seperti Suneo dalam kartun Doraemon. Semua yang dibicarakan oleh ketiganya sangat tidak bermutu menurut Bella, isinya hanya soal seks dan gaya hidup hedonis mereka. Tak hanya tidak bermutu, itu menjijikan. "Bell, lo kok nulis?" tanya Kelly. Sepertinya Kelly paling dekat dengan Bella, jadi ia terlihat sering mengakui keberadaannya dibandingkan kedua temannya yang lain. "Pingin aja," balas Bella. Pertanyaan itu lebih kacau lagi, ke kampus mereka untuk belajar bukan tebar pesona, tapi malah ketika ia mengerjakan kuis ditanyai 'kok nulis?'. . Setelah kelas selesai, Kelly tak bisa bergabung karena harus ke ruangan si Gadun yang merupakan kepala jurusan itu. Sementara itu Bella makan bersama Gina dan Eva yang sedari tadi sibuk bicara. Itu terkesan menyedihkan bahwa ia terpinggirkan di circle itu, tapi merupakan anugrah dalam situasi ini. Mudah baginya untuk keluar circle dan memilih sendiri dengan kehidupan introvertnya seperti biasa. "Hei!" sapa sebuah suara. Pria tadi pagi ternyata, "Hai!" sapa Bella balik. Mereka makan dengan gratis di sana, mewah-mewah lagi. "Lo lagi gk enak badan ya hari ini?" tanya pemuda itu. "Enggak kok, emang kenapa?" "Baju lo, gak kayak biasanya." Bella pun menyadari, "Ya, semua orang kaget. Tapi aku cuma pingin ubah style aja." "Oke..." Nama pemua itu Yasha Adiyaksa, anak orang kaya yang paling populer di sini, jadi secara tidak langsung Bella dan gengnya juga terkenal. Tentu bukan karena prestasi, tapi gaya mereka yang nyentrik. Yasha juga ternyata menyukai Bella, hanya saja Yasha tidak tau aslinya kalau Bella adalah seorang Sugar Baby. Kasian sekali Yasha, mencintai seorang simpanan yang jelas bukan masa depan yang baik untuknya. "Yash, gimana kalo kita jalan hari ini?" "Really?!" Pemuda itu langsung berbinar, jarang sekali Bella yang mengajak duluan."Kenapa dia di sini?" tanya Gisella, nadanya masih datar, tapi matanya tajam.Regan menahan napas. Sheryl menoleh, tapi tidak bicara. Ia tahu ini bukan tempatnya ikut campur, meskipun ia jelas-jelas memihak Regan dan Bella dalam diam."Dia cuma mampir karena ada Sheryl, Ma," jawab Regan pelan. "Sheryl yang nyuruh dia ke sini."Gisella menyilangkan tangan. "Mami harap kamu gak lupa posisimu sekarang. Kamu sudah tunangan, Regan. Kedekatanmu sama perempuan lain akan dianggap perselingkuhan, itu skandal."Regan mengangguk, tahu apa yang dimaksud ibunya iyu. "Aku ingat, Ma. Tapi aku juga ingat siapa yang dulu bantu Bella waktu dia dalam pelariannya. Mami bantu kabur dia, kan? Seniat itu Mami ngejauhin aku darinya."Pandangan Gisella mendingin, tapi hanya sedikit. "Mami bantu dia waktu itu karena dia butuh bantuan. Bukan berarti Mami setuju sama kalian yang terus-terusan ketemu diam-diam."Sheryl diam saja di sudut sofa, pura-pura fokus pada proyektor. Tapi ia mencuri pandang ke arah Regan—
"Bella!" panggil Regan. Ia baru selesai mandi, tapi kepikiran sesuatu. Bella yang sedang berkutat dengan tabletnya di asur pun langsung menoleh pada Regan. "Hem?" Regan kelihatan cemas dan bingung. "Kenapa? Ngomong aja," bujug Bella. "Ini tentang Sheryl..." Ia masih mengenakan handuk kimono, lalu duduk di tepi ranjang di samping Bella. "Iya. Gimana?" "Kalau sampai Alex dan Sheryl putus tunangan, apa bakal bahaya?" tanyanya. Bella diam sejenak. "Aku gak tau kalau itu. Tapi setauku, mereka pemeran utamanya. Kalau putus, bukannya ceritanya tambah chaos?" Regan terlihat mencemaskan banyak hal. "Apa yang kamu khawatirkan?" tanya Bella lagi. "Aku mengkhawatirkan semuanya, karena sekarang aku udah tahu kalau dunia ini dunia novel. Dunia settingan. Aku merasa ada banyak hal yang nggak nyata dan nggak masuk akal. Bisa jadi Pembuat alur cerita akan bikin skenario yang baru, yang kita nggak tahu alurnya gimana."Bella setuju dengan hal itu. Ternyata Regan memikirk
Acara di kediaman keluarga Alex awalnya berjalan sempurna. Keluarga besar, kerabat bisnis, rekan kampus, hingga kalangan sosialita semua hadir malam itu. Lampu gantung kristal memantulkan kilauan lembut ke setiap sudut aula yang mewah. Didominasi warna putih dan emas. Ibu dan ayah Alex tampak asyik berdansa dengan tampilan mereka yang elegan. Musik dari orkestra kecil menyatu dengan aroma anggur dan bunga segar. Segalanya tampak seperti cerita romantis dalam buku dari sudut pandang Bella. Namun saat waktu menunjukkan pukul sembilan malam, semua lampu ruangan tiba-tiba meredup. Musik berhenti. Di atas panggung, Alex berdiri dengan jas abu gelap, senyum gugup di bibirnya. Di sampingnya, Sheryl tampak menawan dengan gaun peach lembut, wajahnya berseri tapi jelas menyimpan kegugupan. Ia melirik Alex, seolah memastikan kesungguhannga. Ia ragu. Alex menatapnya, lalu menggenggam tangan Sheryl erat. “Saya tahu ini mendadak,” katanya ke arah mikrofon, suaranya sedikit bergetar. “T
Setelah drama tangisan itu. Bella dan Regan saling bicara tentang apa yang Regan bicarakan. "Kenapa kamu jadi baik lagi ke aku?" “Mungkin karena aku baru sadar... kamu bukan orang biasa.” Bella tertawa kecil, pahit. “Itu karena kamu udah baca semua catatan pribadiku, kan?” Regan diam. Tidak menyangkal. “Kamu tahu itu melanggar privasi?” “Ya,” jawabnya tenang. “Tapi kamu juga tahu, aku bukan tipe yang berhenti saat sudah penasaran.” Bella menghela napas. “Jadi kamu beneran percaya?” “Butuh waktu,” aku Regan. “Awalnya kupikir kamu punya gangguan memori. Atau kepribadian ganda seperti yang disampaikan dr. Vita. Tapi semua catatan itu… terlalu nyata. Dan kamu menulisnya bukan seperti orang berbohong, semua terbukti.” Bella menatapnya. “Terus kamu mau ngapain sekarang?” Regan menatap ke luar jendela, lalu ke arah Bella. “Aku mau kamu tahu satu hal. Aku memang nggak ngerti kenapa dunia ini bisa kayak gini. Tapi kalau kamu bilang kamu masuk ke dunia cerita, dan kamu tak
Keesokan harinya, gosip tentang Jessica langsung berubah arah. Dulu, Sheryl diserang sebagai cewek pengganggu, sekarang ia dipuji sebagai tunangan setia yang sabar menghadapi drama mantan. Di media sosial kampus, nama Jessica menjadi bahan cibiran. Banyak akun gosip mahasiswa mulai mengungkap screenshot lama tentang tingkah Jessica yang kasar, unggahan sarkas terhadap ibu Alex, dan sindiran kepada Sheryl. Bella hanya bisa mengamati dari kejauhan. "Aku mulai nggak ngerti ini dunia siapa sebenarnya," katanya sambil menggulir timeline kampus. Revan menimpali, "Kalau dunia ini bisa membalikkan cerita secepat itu, kita harus hati-hati. Mungkin saja—dalam satu bab berikutnya—tokoh utama bisa berubah. Dan kamu bisa tergeser." Bella menghela napas panjang. Ia tahu satu hal pasti: segala sesuatu di dunia ini tidak berjalan semestinya. Dan kalau semua berubah terlalu cepat... Mungkin waktunya semakin sedikit untuk keluar. ••• Setelah kejadian di kampus itu, Bella dan Revan sema
Hari itu kampus tampak lebih ramai dari biasanya. Beberapa mahasiswa berkerumun di lapangan tengah, suara gaduh mulai terdengar hingga ke koridor fakultas. Bella dan Revan, yang sedang menyamar sebagai mahasiswa biasa pada jam makan siang, dengan cepat bergabung dalam kerumunan, berpura-pura ikut penasaran seperti yang lain. Tapi sebenarnya mereka sudah curiga sejak awal melihat dua perempuan saling adu tatapan tajam di tengah keramaian. Lalu—PLAK! Tamparan keras mendarat di pipi Sheryl. "Apa-apaan lo!" Sheryl membentak, matanya melotot marah sambil langsung mendorong perempuan di depannya. Ternyata itu Jessica, mantan pacar Alex. Jessica, yang dikenal sebagai cewek populer dan cukup berpengaruh, tampak murka. "Gara-gara lo, gue diputusin Alex! Lo tuh perempuan nggak tahu diri! Ngejar-ngejar cowok orang!" bentak Jessica, emosinya tak terbendung. Sheryl tentu tak terima. “Yang mutusin itu Alex sendiri! Gue nggak pernah maksa dia! Kalau dia mutusin lo, itu urusan kalian berdua.