Bella dan Yasha duduk di cafe dengan nuansa Bohemian Klasik, tempat estetik dan nyaman.
"Lo suka kan sama gue?" tembak Bella dengan satu pertanyaan. Yasha yang seolah tertangkap basah pun hanya bisa mengangguk, bohong pun percuma, semua orang kampus tau kalau ia menyukai Bella. "Ya, tapi gue gak mau persahabatan kita berubah." Bella mengangguk, "Sebelum itu, gue harus jujur sama lo tentang kehidupan asli gue yang mungkin gak bakal lo terima." "Apa?" Yasha sangat penasaran, baru kali ini Bella seblak-blakan ini padanya. Kalaupun Bella sedang kesambet, Yasha akan memanfaatkannya dengan baik. "Gue Sugar Baby," ujarnya. Yasha terkejut bukan main, ia terpaku dan mendelik seketika. Namun itu reaksi wajar bagi Bella, ia paham betul bagaimana perasaan Yasha ketika melihat perempuan pujaannya ternyata orang yang melakukan pekerjaan kotor. "Gue gak papa kalo lo mau jauhin gue, tapi nanti jangan sekarang. Gue perlu banget bantuan lo buat keluar dari situasi gue." "Maksudnya?" tanya Yasha. "Gue... pingin berhenti dari pekerjaan ini. Makin hari setelah kewarasan gue kembali, gue jijik sama diri sendiri dan ingin berhenti. Gue masih terikat kontrak sama pria ini, makanya gue pingin lo bantuin gue kalo ada apa-apa." "Ada apa-apa gimana?" "Bantuin gue, gue takut orang ini bakal nyeret gue pulang ke tempat pertama gue ketemu sama dia." "Maksud lo?" "Gue dijual sama Om gue di diskotik, syukurnya gue gak dipake banyak orang. Malam itu juga gue ketemu sama Sugar Daddy gue dan dia nebus gue di sana. Secara singkat, gue adalah budaknya sekarang." Yasha terlihat serba salah, kasihan dan marah. "Terus lo tinggal di mana sekarang?" "Mungkin gak asing buat lo kalau Sugar Baby biasanya difasilitasi barang mewah kan?" Yasha mengangguk lemas, ia masih shock dengan semua informasi itu. "Gue tinggal di partemen, punya mobil keren, dan bahkan aset-aset investasi semacamnya, gue punya. Gue pingin mengakhiri ini dan ngembaliin semuanya, Yas. Gue cuma takut dia gak terima, makanya gue butuh bantuan lo buat proses ini. Abis itu, terserah lo, apakah mau ninggalin gue atau enggak." Yasha diam, seolah ia menimbang banyak hal. Tapi tentu saja, ia menyetujuinya. Meskipun Bella juga mengerti kalau Yasha masih kecewa padanya, mungkin pada espektasinya tentang perempuan pujaannya. Sebenarnya sudah banyak yang memberitahukannya, tapi Yasha denial kalau Bella perempuan baik-baik. Cinta telah membutakannya, dan sekarang ia seolah terlanjur masuk ke dalam masalah akibat dari cinta butanya. ••• Di sisi lain, Regan mengepalkan tangannya dengan kesal melihat informasi dari orang yang mengawasi Bella. Bella sedang duduk di cafe dengan seorang pemuda yang mungkin pacarnya di foto yang dikirim padanya. Ia pun segera meminta bawahannya itu untuk menyeret Bella kembali ke apartemen milik Bella yang ia berikan, dan ia akan ke sana nanti malam. Malam tiba, bawahan Regan melakukan tugasnya dengan baik, Bella masih dalam kondisi terbius. Mengingat dari lama waktu Bella diculik dan sampai ia pulang kerja itu, harusnya Bella akan bangun sebentar lagi. Kini Regan membuatkan masakan untuknya dan kembali ke kamar. Di sanalah Bella mulai terbangun, maka ia pun segera menghampirinya dengan nampan di tangannya. "Gimana, Beb?" tanyanya. Bella terlihat kaget dengan suaranya, keberadaannya dan tempatnya sekarang. "Kaget?" Bella diam saja, ia memegangi kepalanya yang terasa pusing. "Minum dulu," ujar Regan menyerahkan segelas air putih pada Bella. Bella berusaha duduk dan menerima gelas itu, kemudian meminumnya perlahan. Selama Bella minum, Regan terus memperhatikannya, menanyakan pada dirinya sendiri tentang perasaannya pada perempuan yang hanya peliharaannya saja. Bella tmpak lebih rapuh dari yang ia kira, ia lebih banyak diam, bahkan lambat dalam melakukan apapun. Setelah minum, Regan menaiki kasur dan masuk ke dalam selimut, memeluk Bella dari samping. "Apapun yang kamu rencanakan, selama kontrak kita belum habis. Kamu masih budakku," ujarnya mengelus pipi Bella. Bella hanya diam, menatapnya dengan tatapan tak berdaya, tatapan yang paling Regan suka darinya. "Kamu paham kan?" Bella mengangguk, lalu ia memikirkan sesuatu sebelum akhirnya berkata. "Boleh aku libur untuk 'melayanimu'?" "Sex?" tanya Regan memperjelas. "Iya, aku masih belum nyaman." "Oke, tapi jangan lama-lama, aku bukan orang yang sabar," jawab Regan. Bella mengangguk pasrah dan memejamkan mata, ia tertidur. Tentu ia kelelahan dalam pengaruh obat bius, dan mungkin apa yang sedang ia tanggung dalam mentalnya. Regan memperhatikan perempuan itu, menyisir rambutnya dan memeluknya dengan hangat. Ia sepertinya mulai menyadari, kalau Bella mulai penting di hidupnya. Setelah ia mencoba meniduri beberapa wanita lain, yang terbayang di pikiran dan hatinya hanya Bella. Bahkan ia salah memanggil perempuan itu dengan nama Bella yang membuatnya tak jadi melakukannya. Ronald sampai mengejeknya karena hanya 'bereaksi' pada satu perempuam saja. Kata Ronald, Regan akan jadi orang bodoh setelah tenggelam dalam cinta seperti sebelumnya. Regan tipe yang setia sebenarnya, tapi dikhianati oleh cinta pertamanya. Ia kira dengan memiliki Sugar Baby ia bisa mengalihkan perasaannya dan mulai menjalani hidup bebas tanpa komitmen. Namun kali ini berbeda, Bella ternyata lebih penting dari sekedar budak seksnya. "Bella... sebenarnya, siapa kamu?"Regan memilih mundur dan kembali masuk ke lift untuk naik ke apartemen Bella. Ia tak jadi pergi, melihat Bella yang terlihat bahagia sekali bersama pria lain membuatnya dongkol. Lalu ia berdiri di depan pintu apartemen, menunggu Bella naik ke atas. "Loh, Tuan!?" tanya seseorang. Bi Yeyen keluar tiba-tiba dan kaget dengan keberadaan Regan. "Kok Tuan gak masuk?" "Nunggu Bella," jawabnya dingin. Awalnya Bi Yeyen ingin bertanya lagi kenapa tidak menunggu di dalam tapi, melihat raut wajah Regan yang dingin, ia pun pamit untuk keluar membeli sesuatu sebentar. Setelah Bi Yeyen pergi, tak lama kemudian Bella datang membawa bingkisan Sate. "Regan..." gumam Bella kelihatan terkejut. "Kamu abis dari mana?" tanya Regan langsung. Bella sendiri agak heran, "Kuliah terus jalan sebentar sama Yasha." Lalu ia mengetik kode di pintu apartemennya, sementara Regan merasa kecewa dengan jawaban santai itu. Ia tidak merasa bersalah sedikitpun habis jalan dengan cowok lain. "Oh gitu,"
"Regan..." Regan menghela napas, kenapa harus ada wanita itu di rumahnya? Ia pulang ke rumah karena permintaan ibunya, tapi tidak tau kalau ada makan malam dua keluarga. Ia sudah dijodohkan dengan seorang perempuan lain memang, tapi ia tak bisa memenuhinya. Ia sudah menyatakan itu pada kedua orangtuanya, kalau ia tak akan menikah. Namun kalau harus dipaksa menikah, perempuan itu haruslah berdasarkan pilihannya, bukan perjodohan. "Hai!" sapanya pada perempuan itu. "Lama gak ketemu ya," ujarnya. Mereka berdua adalah teman main saat kecil akan tetapi Regen tidak pernah menyukainya karena Iya tahu ada sahabatnya yang lain dan ia menyukai perempuan itu sejujurnya sudah banyak pengusaha-pengusaha yang mencoba untuk menjodohkan anaknya dengannya namun ia selalu saja menolak biasanya orang tuanya juga tidak seperti ini mereka akan membebaskannya untuk menikah dengan siapapun yang ia inginkan, asalkan ia mau menghasilkan keturunan demi pewaris resmi. Ia tidak tahu kalau pada ak
Langkah kaki terburu-buru berderu memasuki apartemen Bella, membuat Bella merasakan hal yang tidak enak. Ketika ia membuka pintu kamar, ia terkejut saat melihat Regan di sana. "Regan, kamu... aw!" Belum selesai Bella mengatakan pertanyaannya, ia sudah dipepet ke dinding samping pintu kamarnya. Bella panik melihat bagaimana tatapan Regan yang sayu tapi terkesan buas. Itu membuatnya sedikit gemetar dan berusaha melepaskan diri, tapi sekali lagi Regan lebih kuat. "Regan kamu kenapa?" "Aku... aku tidak bisa menahannya lagi," ujar Regan dengan suara serak. Cup! Ia langsung mengecup bibir Bella berkali-kali, mengabaikan penberontakan Bella. "Regan hemmppphh!" Regan terus menyerang Bella dengan ciuman-ciuman intens, dan terus membuat Bella tak berdaya. Ini pertama kalinya bagi jiwa di dalam tubuh Bella bernama Mila itu, jadi ia benar-benar ketakutan. Plak! Bella menampar pipi Regan yang membuat pria tampan itu berhenti menciumnya. Mereka saling tatap sejenak seolah
Setaunya, di buku Sheryl dan Alex jelas kalau hubungan Bella dan Regan hanya sekedar hubungan kontrak. Regan digambarkan sebagai pria bebas yang bisa tidur dengan sembarang perempuan, salah satunya Bella. Mereka tidak punya hubungan lebih, hanya saja dalam cerita aslinya, Bella ngelunjak dan menuntut hubungan lebih dengan Regan. Sehingga ketika Sheryl menjadi batu sandung usahanya itu, Bella langsung menyakiti Sheryl berharap kalau Regan akan menjadi miliknya sepenuhnya. Akan tetapi kalau dilihat sekarang, bukankah Regan terlihat begitu posesif dengan perempuan yang merupakan 'peliharaannya'? . Hari ini sungguh melelahkan, ia harus bertengkar dengan ketiga temannya gara-gara ia berubah. Lagian kenapa sih kalau ia berubah? Toh ia masih ikut jalan-jalan, makan enak dan yah... meskipun penampilannya berubah dan ia tak lagi ikut bergosip tentang banyak hal bersama mereka. Ditambah lagi moodnya rusak ketika Regan tiba-tiba bersikap aneh. Masalahnya kalau Regan benar-benar mulai
"Kamu boleh melakukan itu," balasnya. Mendengar jawaban itu, Bella tersenyum tulus dan berkaca-kaca. Ia terlihat lebih lega dan gembira saat makan roti, daripada tadi sebelum mereka membicarakan soal itu. . Setelah pembicaraan malam itu, Bella jadi makin terbuka padanya, diajak ngobrol menyahut dengan baik dan mau disentuh, meskipun belum mau diajak Making Love seperti sebelum Bella berubah. Itu membuat Regan kerepotan, tapi ia merasa lebih baik karena Bella terlihat bahagia. Setidaknya Bella mau diajak tidur bareng, pelukan atau cuddle. Setiap Pagi, saat ia membuka matanya ada Bella di sampingnya. Setelah mandi, ada Bella yang membuatkan kopi untuknya. Ada Bella yang tersenyum bahagia padanya, dan ada Bella yang mengantar kepergiannya. Semua itu berjalan selama dua pekan, sampai Regan harus pergi ke Tokyo untuk perjalanan bisnis. Ia ingin mengajak Bella, tapi Bella sedang UTS di semester terakhirnya sebelum akhirnya fokus pada Skripsinya. Jadi, Regan tak bisa mema
"Kamu ngapain keluar hotel tadi?" tanya Regan dengan dingi. Bella menghela napas, bersandar pada sandaran kursi. "Di dalam agak sumpek rasanya, aku keluar sebentar sebelum kembali ke kamu. Tapi pas keluar, ada mereka tadi. Bukannya fokus ke anak, suaminya malah sibuk ngomelin istrinya gara-gara anak nangis. Padahal anaknya cuma ngantuk dan gak nyaman aja di tempat rame. Kasian banget, jadi aku bantu tenangin." Wajah Regan yang awalnya tegang menjadi relax. Ia sudah tau sebenarnya tapi, setelah mendengar kejujuran Bella ia jadi tenang. "Emang kamu bisa nenangin bayi?" tanya Regan kemudian. Ia mengendurkan dasi dan melepas jasnya. Kemudian menggulung lengan kemejanya, lanjut membuka dua kancing teratasnya. Bella memperhatikan itu sejenak, sepeti sebuah mahakarya. Otot tangan Regan dan dadanya terlihat seksi. "Em... sedikit," jawab Bella mengalihkan pandangan ke arah lain. Tiba-tiba Regan menggeser duduknya dan menyandarkan kepalanya di pundak Bella. Bella agak terkejut dan ing