"Udah ketemu sama William?" tanya Regan tiba-tiba. "Iya, udah. Dia ganteng banget!" Deg! Bella keceplosan. Sejenak, tak ada suara dari seberang. Lalu terdengar helaan napas. “Oh ya?”Bella menggigit bibir bawahnya. “Maksudku... dia memang tampak karismatik aja gitu, Sayang. Profesional.”“Hmm,” gumam Regan. Nada suaranya berat, agak menekan.Bella langsung tahu, Regan sedang cemburu. Reaksi seperti itu sudah bisa ia kenali sejak dulu. Masalahnya, mereka belum pernah membicarakan hubungan mereka secara langsung. Regan bersikap seolah punya hak atas Bella, namun tidak pernah memberi kejelasan.Padahal, Bella ingin memanasi Regan tapi ketika Regan sudah terbakar, ia malah takut. Ia punya banyak rencana tapi eksekusinya malah nol. Itu karena Regan terlalu mendominasi, membuatnya takut seketika.“Sayang,” katanya pelan. “Kalau aku bilang seorang pria itu tampan, bukan berarti aku tertarik sama dia. Sama kayak aku bilang artis Korea itu cakep. Itu hal yang biasa kan?”“Biasanya kamu n
“Iya. Kamu gak tau? Kirain kalian deket,” ujar sang manajer. “Kukira saudaranya cewek. Terus Sheryl cuma cerita kalau dia punya kakak.” Manajer hanya mengangguk-angguk. Hingga akhirnya pria yang bernama William itu datang dengan seorang wanita di belakangnya—penampilannya seperti sekretaris. Pria bernama William itu sangat tampan, membuat Bella secara naluriah terpaku sejenak. Seperti karakter yang keluar dari komik yang sering ia baca. Wajahnya dingin namun elegan, dengan rahang tegas dan sorot mata yang tajam, seperti bisa menembus lapisan pikirannya yang terdalam. Rambutnya coklat gelap dengan potongan rapi, cocok dengan jas abu-abu gelap yang membungkus tubuh tingginya. “Selamat pagi,” ucapnya singkat, suara William terdengar berat dan berwibawa. Semua orang di ruangan serentak berdiri. Termasuk Bella, yang buru-buru mengalihkan pandangan dan ikut berdiri sambil menunduk sopan. William mengangguk kecil. Sekilas, tatapannya bersirobok dengan Bella. Dan untuk sesaat, waktu ter
"Selamat Malam, Sayangku. Telpon malem-malem, kangen ya? Hem?" sapa Bella dengan suara yang dibuat imut. "Apa yang sedang kamu rencanakan?" tanya Regan to the point. "Kamu pikir dengan mengubah sikapmu, itu akan mengembalikan jiwamu ke dunia asalmu?" Bella terdiam. "Tidak." "Lalu?" "Aku cuma capek jadi orang yang diem terus. Salah?" tanya Bella. Regan mengalihkan ke video call. Di sana, Regan tampak masih di ruang kerjanya, sementara Bella dengan baju tidur seksinya. "Salah kalo kamu bikin masalah. Bella, kamu harus hati-hati terutama sama Yola. Aku gak bisa selalu belain kamu." Bella mengangguk-angguk tanpa rasa bersalah. Ia tak menganggap itu salah karena faktanya, Yola yang membuat masalah dengannya. "Kamu dengerin aku gak sih?" "Dengerin, Regaaaaan. Kenapa sih, kamu maunya aku diem aja pas ada yang menindas? Aku capek diem terus pas orang lain jahat sama aku. Salah ya aku bela diri, karena aku orang biasa kan? Aku gak punya uang buat beli keadilan," gerutu Bel
Pagi harinya, seperti biasa Bella berangkat kerja dengan santai. Menaiki busway dan menikmati perjalannya dengan santai. Namun saat ia sedang asik memakai earphone mendengarkan lagu, seseorang mencolek pundaknya. "Hai, Kak! Kak Bella ya?" Bella melepas earphone-nya dan mengangguk pelan. Ia menatap gadis berseragam SMA itu yang bersama seorang teman mendatanginya di kursinya. "Iya, kenapa ya, Dek?" tanya Bella ramah. Meski mood-nya cukup buruk, ia tak bisa melampiaskan kekesalannya pada orang lain. Ia masih melakukan operasi anehnya dengan mengirim Regan spam chat centil. Namun Regan tidak membalasnya, hanya dibaca. Bella jadi bingung, apa yang Regan pikirkan. Saking stresnya dirinya. Ia sampai menghapus semua media sosialnya. Tiga sahabat kampusnya mengirimnya link yang katanya harus segera ia lihat, tapi ia tak membukanya. Ia hanya membalss 'Iya' pada masing-masing temannya itu. "Itu... Kak Bella, aku udah nonton video Kakak semalam. Suara Kakak bagus banget!" ujar
"Bella--" "Aaaaaaaaa!!!" Blla langsung ngacir pergi saking takutnya. Namun ia malah menemui jalan buntu, dan tak tau harus bagaimana. "Bella, tunggu! Ini aku Yasha!" Mendengar itu Bella langsung beehenri panik dan menoleh ke belakang. Benar. Itu Yasha. "Anjir! Ngapain sih lo ngikutin gue, bikin takut!" keluh Bella hampir menangis. Melihat Bella yang seperti itu membuat Yasha tak bisa menahan tawanya. Meskipun vibe Bella terkesan lebih enerjik dari sebelumnya. . Yasha mengajak Bella ke cafe terdekat. Namun ia tak mengatakan tentang gosip tentangnya atau bertanya 'Bella kamu kenapa?' seperti yang lain. Sisi yang ia sukai dari Yasha, tidak banyak omong tapi memberi ruang. Bikin nyaman. "Lu gak dicariin pacar lu?" "Dia lagi sibuk." "Sibuk? Nanti kalo dia liat kita gimana. Gue gak mau cari musuh lagi. Musuh gue udah banyak." Yasha terkekeh. "Ya gaklah. Gue udah bilang sama dia, kalo gue gak mungkin sama lu. Karena lu yang gak mau ama gue." Kini giliran Bella
Pagi ini Bella seperti sangat malas untuk pergi kerja. Tapi ia perlu ini untuk bertahan hidup. Ia memakai kalungnya yang berasal dari dunia nyata itu, berharap bisa menguatkannya di saat ada rasa ingin menyerah. Bella mengubah sedikit style pakaiannya, masih sopan tapi make up-nya agak tebal dan keliatan glamor. Namun justru tampilannya malah membuat auranya semakin kuat. Ia menaiki busway seperti biasa. Regan menyediakan mobil tapi tidak dengan sopirnya. Ia bisa menyetir mobil tapi tidak sepandai Bella. Mobil mahal pemberian Regan, takut lecet jika skill menyetirnya dipakai. Awalnya ia ingin menghilangkan semua sifat turunan dari Bella asli, tapi sayangnya semua tidak berlaku untuk keseluruhan. Ada hal baik dari Bella yang tidak ditransfer padanya, termasuk kemampuan menyetir mobil yang lihai. Sesekali ia meminjam motor dari Satpam. Tapi ia lebih suka jalan ke halte yang jaraknya 10 menit dari lingkungan gedung apartemen. Semua tampak normal saat ia belum sampai di kant