Reno tersenyum sambil memegangi ponselnya. Saat ini dia sedang berada di sebuah restoran yang lumayan jauh dari tempat tinggalnya.
Restoran itu terletak tidak begitu jauh dari rumah sakit tempatnya bekerja.Pria itu kembali menatap ke arah ponselnya. Senyuman manis mengembang saat terlihat pesan yang sedari tadi ditunggunya."Mas Reno, aku mau berangkat ke sana sekarang.""Hati-hati ya, Mbak, jangan ngebut!""Iya.""Aku sudah tidak sabar ingin bertemu.""Aku juga.""Sudah ya, sampai ketemu di sana."Reno tersenyum saat melihat pesan terakhir yang dikirim Mariana. Perempuan itu mengirimkan emoji cium.'Aku jadi maki penasaran ingin segera bertemu dengan kamu.'Pria itu kembali mengingat pertemuan pertama dengan Mariana di depan rumahnya.Saat itu, Reno begitu terpesona melihat perempuan itu. Mariana terlihat begitu cantik meskipun tanpa riasan yang mencolok di wajahnya.Mariana menatap wajah tampan di sampingnya sambil tersenyum. Perempuan itu membuka mulutnya saat Reno menyuapinya.Reno tersenyum sambil mengusap kepala Mariana. Dadanya berdebar-debar saat melihat perempuan itu dari dekat. Dia tahu, apa yang dia rasakan ini salah.Namun, dia tidak bisa menepis perasaan itu begitu saja. Setiap kali melihat Mariana, keinginannya untuk mendekati perempuan itu semakin besar."Terima kasih sudah mau datang.""Kebetulan aku sedang berada dekat dari sini, makanya aku datang. Kalau perginya dari rumah, mungkin aku mikir dua kali." Senyum Mariana mengembang.Membuat jantung Reno berdetak semakin cepat."Jadi kau tidak mau menemuiku jika tadi kau tidak sedang berada di sekitar sini?" Wajah Reno memberengut, membuat perempuan cantik itu langsung tertawa."Mas Zian sekarang berada di rumah. Mana bisa izin sama dia.""Ini buktinya kamu bisa datang kemari.""Itu karena temanku datang langsung ke rumah dan izin sama dia."Reno me
Mariana menatap Reno tak percaya."Aku tidak mungkin menjadi kekasihmu, Ren. Aku kan sudah punya Zian.""Aku tahu dan aku sadar, Mar. Tapi aku benar-benar ingin menjadi kekasihmu. Aku mencintaimu, Mariana.""Tapi, Ren, itu tidak mungkin terjadi. Kita berdua sama-sama punya pasangan. Mana mungkin kita menjadi pasangan kekasih?"Mariana menatap pria di depannya itu. Dalam hatinya, dia memang tidak bisa memungkiri kalau dirinya juga punya perasaan yang tidak bisa dia ungkapkan terhadap pria itu.Mariana pun sama, selalu ingin dekat dan lebih mengenal pria itu. Setiap kali bertemu dengan Reno, perasaannya seperti seorang remaja yang sedang jatuh cinta.Namun, setiap kali mengingat Zian, Mariana kemudian mencoba melupakan perasaannya pada Reno.Dia sadar, perasaan itu salah karena mereka berdua sama-sama sudah punya pasangan yang mencintai mereka."Aku sudah tidak bisa menahan perasaanku, Mar, aku benar-benar mencint
"Reno ...."Mariana menatap pria di depannya dengan tak percaya.Bagaimana mungkin pria itu begitu gamblang menjelaskan sesuatu yang seharusnya menjadi rahasianya."Aku bahkan pernah tanpa sadar menyebut namamu saat pelepasan. Beruntung, Anggita tidak mendengar dengan jelas karena aku langsung menyebut namanya.""Apa?"Mariana menggelengkan kepalanya."Kau jangan gila, Ren, kalau sampai Anggita tahu, dia pasti akan sangat marah.""Tenang, Mar. Dia tidak mendengar karena setelah kejadian itu, aku selalu menutup mulutku agar tidak salah menyebutkan nama lagi."Reno tersenyum manis, sementara Mariana membuka mulutnya, merasa tak percaya dengan tingkah dokter tampan itu."Kamu benar-benar gila!""Aku gila karenamu.""Jadi salahkan saja dirimu karena sudah membuatku tergila-gila," lanjut Reno."Terserah padamu, Ren. Aku tidak mau bertanggung jawab seandainya istrimu sampai tahu kem
Mariana dan Reno kini menuju ke suatu tempat. Perempuan hanya menurut saat pria itu membawanya pergi.Setelah mereka berdua resmi jadian, mereka berdua berencana merayakannya di suatu tempat.Mariana dan Reno akhirnya sepakat menjalin hubungan setelah mereka berdua sama-sama mengungkapkan perasaan masing-masing.Mariana akhirnya mengakui kalau dirinya juga memiliki perasaan yang sama seperti Reno. Hanya saja, selama ini dia tidak mau mengakuinya karena dia sadar, kalau apa yang dirasakannya itu adalah suatu kesalahan.Mariana sudah punya Zian. Dia juga sudah punya seorang putri yang beranjak dewasa.Dia tidak ingin mengkhianati Zian, tetapi dia juga tidak bisa memungkiri semua perasaannya pada Reno.Setiap hari, laki-laki itu selalu hadir dalam mimpinya. Mariana memang mencintai Zian. Namun, perasaannya pada Reno saat ini lebih menggebu-gebu dibandingkan rasa cintanya pada Zian."Sayang, aku benar-benar bahagia karena kamu akhirnya mau mengakui kalau kamu ju
Mariana menatap Reno dengan kaget. Kedua mata indahnya membola mendengar ucapan pria itu."Jangan berpikiran negatif dulu sayang ...." Reno tertawa gemas pada Mariana yang terlihat kaget."Tapi kalau kamu mau nggak apa-apa." Reno tertawa sambil mengedipkan sebelah matanya."Ish! Yang benar saja.""Benar, dong, Sayang ...." Dokter tampan masih terus tertawa menggoda."Kemarilah!"Reno menarik tangan Mariana, kemudian tanpa canggung mendudukkan perempuan itu di pangkuannya."Reno ...." Mariana tampak canggung diperlakukan seperti itu."Iya, Sayang." Reno berbisik, tepat di telinga Mariana.Kedua tangannya melingkar, mendekap erat tubuh perempuan itu dari belakang.Tubuh Mariana menegang, dadanya berdebar seiring hembusan napas Reno yang menerpa lehernya."Sudah lama aku membayangkan bisa sedekat ini denganmu.""Rasanya seperti mimpi bisa sedekat ini dengan kamu." Bibir Reno mene
Reno pulang ke rumahnya dengan wajah sumringah. Merasa bahagia karena akhirnya dia bisa mewujudkan mimpinya bersama perempuan yang selama ini selalu menghiasi mimpinya.Reno tahu, apa yang dilakukannya saat ini adalah sebuah kesalahan. Namun, bukankah tidak ada yang salah dalam cinta?Perasaan yang dia rasakan pada Mariana adalah murni cinta. Dia tidak peduli walaupun perempuan itu sudah ada yang memiliki, yang jelas, saat ini Reno sangat bahagia karena dia bisa mengungkapkan semua perasaannya pada Mariana.Dokter tampan itu tidak menyangka kalau ternyata Mariana juga merasakan hal yang sama dengannya.Selama ini sikap Mariana memang sangat perhatian padanya. Perempuan itu juga tidak pernah merasa keberatan saat diajak bertemu.Namun, dia benar-benar tidak menyangka kalau ternyata Mariana pun sudah lama menyimpan perasaan yang sama . Hanya saja, keadaan yang membuat perempuan itu menyimpan semua perasaannya.Wajah tampan pria itu
Mariana pulang dengan senyum mengembang di bibirnya. Kedua tangannya menenteng dua kantong besar berisi barang belanjaan yang dia beli bersama Reno.Andini, teman baik Mariana yang menjemputnya saat main juga membelikan beberapa barang untuk dibawa Mariana pulang.Perempuan itu sengaja membelinya agar Mariana punya alasan pada suaminya kalau dia benar-benar pergi berbelanja.Saat Mariana menemui Reno, Andini menelepon kekasih gelapnya untuk menemaninya di pusat perbelanjaan.Tak jauh berbeda dengan Mariana Andini pun mempunyai sifat yang sama dengan sahabatnya. Ibu dari tiga orang anak itu juga berselingkuh di belakang suaminya.Oleh karena itu, dia juga sangat mendukung hubungan Reno dan Mariana. Apalagi, Reno punya banyak duit. Laki-laki itu bahkan sangat royal saat berbelanja untuk Mariana dan juga dirinya.Reno memintanya untuk tutup mulut, merahasiakan hubungannya dengan Mariana.Andini dengan senang hati menuruti permin
Anggita mengulas senyum saat permainannya dengan Reno berakhir."Terima kasih, Sayang." Anggita mendaratkan bibirnya pada bibir Reno.Reno tersenyum menyambut bibir sang istri. Dia tidak mau Anggita curiga. Perempuan itu tidak tahu kalau beberapa saat yang lalu dia membayangkan tubuh Mariana yang sedang mendesah di bawah tubuhnya.Mereka berdua mengatur deru napas mereka yang memburu. Kemudian sama-sama terlelap karena kelelahan.***Alma beranjak dari duduknya saat Reno datang dan mencari keberadaan sang ayah. Gadis remaja itu pergi ke dapur, memanggil Zian yang saat itu baru saja selesai makan."Pa, ada Om Reno di depan.""Suruh tunggu sebentar ya, Alma. Papa baru selesai makan," sahut Zian.Alma mengangguk, kemudian kembali keluar menemui Reno."Siapa yang datang, Mas?" Mariana keluar dari kamar mandi dengan wajah segar dan rambut basah."Reno, Sayang ... biasa, ngajakin mancing.""