Share

Malam pengantin

Dari sudut salah satu ruangan Marfin terdiam, terpaku dengan keadaan. Dadanya begitu terasa sangat sesak, sakit dan kedua netra matanya pun memanas.

Rasanya tidak sanggup melihat kebahagiaan Mona bersama sang ayah.

"Sial! kenapa Mona harus menikah dengan papa? Berarti mereka sudah ada main dari lama. Atau memang baru-baru ini mereka kenal?" Marfin bermonolog sendiri.

"Marfin kenapa kau sendirian di sini kenapa tidak bergabung sama yang lain?" Tanya sang omah menatap tajam ke arah cucunya.

"Oh, aku lagi malas aja Oma, lagian tadi aku sudah bersama mereka menemui para tamu." Marfin berkelakar.

Sang omah semakin mendekat dan duduk tidak jauh dari Marfin, cucu kesayangannya.

"Bukannya kamu sudah punya kekasih, kenapa kekasihmu tidak dibawa ke sini?" Tatap oma menyelidik.

Marfin sedikit kaget Omanya menyebut-nyebut kekasih. "Oh ya sedang kuliah Oma maksud aku. Dia sedang berada di luar kota!"

Oma mengerutkan keningnya. "Bukannya kasihmu itu ... sudah bekerja di hotel?"

Marfin menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "I-iya ... itu dulu. Sekarang dia kuliah!" Marfin berbohong.

"Sesungguhnya Oma tidak pernah setuju dengan pernikahan papamu sama gadis itu, Marfin," kata Oma dengan suara lembut namun tegas.

Marfin menatap Omanya dengan perasaan yang berdebar. "Jangankan omah aku juga tidak setuju!" Batinnya Marfin.

"Oma merasa bahwa Mona bukanlah pasangan yang tepat untuk Leo. Oma khawatir kalau papamu hanya akan di peralat saja." Lanjut Oma seraya mengambil nafas dalam-dalam.

Marfin tetap terdiam seribu bahasa. Dia merasakan neneknya memiliki keraguan tentang hubungan Leo dan Mona.

"Oma, aku juga tidak setuju. Masa aku punya ibu sambung semuda dia," ujar Marfin dengan ketidak sukaannya.

Oma menghela nafas panjang sebelum menjawab, "Marfin, Oma yakin. Kalau dia hanya mengincar harta papa mu saja. Secara wanita muda macam itu. Apalagi dari kalangan rendahan."

Hening.

Hanya suara musik yang agak jauh sebab ruangan yang memakan kedap suara.

Marfin tersenyum pada Oma, merasa lega. Ternyata bukan hanya dirinya yang tidak suka dengan pernikahan papanya dan Mona.

"Sama Oma. Aku juga tidak suka, masa kekasih ku jadi ibu sambung ku." Batin Marfin.

Mona dan Leo tampak mesra sedang berdansa dengan musik yang romantis. Dengan ujung mata Mona melihat kedatangan Marfin.

Tangan Mona semakin mengerat di pundak Leo, menampakkan kemesraan yang hakiki. Menatap wajah tampan yang berada di hadapannya.

"Lihat saja kau Marfin. Kau melihat kemesraan ku saja, hatimu akan terbakar." Batin Mona sambil menatap ke arah wajah Leo yang juga terus menatap dirinya.

Benar saja, pemandangan itu. Membuat hati Marfin semakin panas dan sakit. Terluka kedua netra matanya memanas. Dadanya sesak.

"Apa yang kau pikirkan?" Selidik Leo dengan nada dingin, tatapan tidak sedikitpun berpaling ke tempat lain.

"Ha? Aku?" Mona menuding hidungnya. "Aku tidak mikirin apa-apa!"

"Kau sangat cantik!" Batin Leo sembari terus menatap wajah Mona yang sangat cantik.

Leo tidak menyangka kalau hatinya akan berlabuh pada seorang gadis yang baru saja di kenalnya.

"Benar-benar singkat!" Dalam hati Leo kembali bergumam.

"Bicara apa kek, masa aku berasa sedang berdansa dengan patung." Gumam Mona.

Lalu Mona menyandarkan wajahnya di dada bidang Leo. Melihat ke arah Marfin yang terus menatap ke arah Mona.

"Kamu, sudah membuat ku sakit hati dengan perlakuan mu." Mona sedikit mendelik.

Tangan kekar Leo semakin menarik pinggang Mona, bergerak halus seiring alunan musik yang mengalun merdu. Ke kanan dan ke kiri.

Semua orang yang berada di tempat itu bersorak, bertepuk tangan akan kemesraan mempelai pengantin! malah menyorakan agar Leo mencium bibir Mona.

Keduanya membisu tanpa kata. Hanya kontak mata saja yang bicara,

"Ayolah ... tunjukan kemesraan kalian!" sorak mereka sambil bertepuk tangan.

Sesaat kedua netral mata Leo melirik ke arah semua orang, lalu mengarahkan pandangan ke arah wajah Mona lalu membungkukkan kepalanya yang tinggi mendekati wajah Mona.

"Aduh, jantung ku seakan mau lompat!" Mona dalam hati mengusap dadanya.

Tubuh Mona hanya terdiam, kedua manik matanya saja yang bergerak ke kanan dan ke kiri. Juga ke arah Leo yang semakin lama semakin dekat.

"Jangan dong ... malu!" Setengah berbisik.

"Kenapa?" suara bariton itu terdengar dingin.

"Em, ti-tidak!" Mona tampak sedikit gugup.

Dengan tangan Mona yang masih merangkul pundak pria yang menjadi suaminya itu.

Nafas Leo pun menyapu hangat kulit wajah Mona.m yang cantik nan anggun.

Kedua manik mata Mona terpejam saat bibir Leo mendarat di tempat tujuan.

Nyess.

Terdengar sorakan semua tamu undangan. Sementara Marfin membuang wajahnya ke arah lain tidak ingin menyaksikan adegan tersebut.

"Sangat memuakkan!" gumam Marfin.

Yang menimbulkan sejuta sesal, kenapa dia harus tergoda dengan Laksmi? Dan kenapa harus ketahuan masalahnya kenapa ketahuan?

Marfin melengos di detik kemudian. Meninggalkan acara yang masih berlangsung.

Di kamar pengantin yang indah. Ruangan itu dihiasi dengan indahnya bunga mawar merah dan putih yang terhampar di setiap sudut. Aroma harum bunga mawar mengisi udara.

"Waw ... keren, indah sekali kamarnya!" Mona terkagum-kagum di kamar pengantin itu.

Di tengah ruangan, terdapat tempat tidur yang luas. Lembutnya selimut putih yang terhampar di atasnya, yang paling mencuri perhatian adalah kelopak-kelopak mawar merah yang bertaburan di atas tempat tidur.

Senyum Mona kian merekah, melihat dua angsa putih yang terbuat dari handuk berpita ping. Saling berhadapan di atas tempat tidur. Angsa-angsa itu memberikan kesan mewah dan menyenangkan di kamar pengantin ini.

"Hei. kalian sedang apa berduaan! hayo ... jangan bilang mau ciuman ya?" Mona berjongkok mengajak bicara dua angsa buatan tersebut.

Tiba-tiba Leo masuk ke dalam kamar itu, membuat Mona yang hampir membaringkan tubuhnya di tempat tidur melonjak naik.

"Apa kau suka?" tanya Leo seraya membuka jas nya.

"Suka apa?" Mona balik bertanya.

"Kamarnya!" Leo dengan cepat dan singkat.

"Oh aku suka, kamarnya bagus!" Mona mengangguk.

"Mandi lah!" Leo menyuruh Mona mandi.

Mona kebingungan merasa dia nggak membawa pakaian ganti. Tapi mau ngomong juga malu.

"Baju ganti di lemari!" suara Leo sembari membuka kemejanya.

"Siapa yang beli atau baju siapa?" Tanya Mona sembari mengalahkan pandangan ke arah lemari.

"Pakai saja!" Bisa-bisanya Mona katanya baru siapa kan tidak mungkin beliau memberikan baju bekas padanya.

"Ini orang ngomongnya irit banget. Gimana ngomong sama rekan kerjanya ya!" gumam Mona dengan suara yang sangat pelan sambil berjalan ke arah lemari.

Sekitar 5 menit kemudian. Mona keluar dari kamar mandi, Leo menatap heran dikarenakan Mona masih memakai gaun pengantin.

Jangan malu-malu Mona minta tolong agar bukakan resleting gaunnya yang sulit dia buka.

"Tolong bukakan gaun ku!" Mona menunduk.

Dengan tetapan datar tanpa berbicara Leo langsung mendekatinya, berdiri di belakang Mona dan membukakan resleting gaunnya.

Leo menelan Saliva nya, menatap punggung Mona yang mulus membuat pusakanya meronta. Sejenak tangan Leo tidak bergerak. Dengan menghela nafas dalam-dalam.

"Makasih!" Mona Langsung kembali ke kamar mandi dan meneruskan niatnya untuk membersihkan diri.

15 menit kemudian Mona keluar digantikan dengan Leo yang menundukkan kepalanya. Menjaga pandangan dari Mona.

"Aku tidak ingin, Papa menikmati malam pengantinnya bersama Mona. Aku harus cari cara untuk menggagalkannya!" monolog Marfin dengan kening mengerut.

Marfin tersenyum sinis lalu meninggalkan tempatnya berdiri ....

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status