Share

Bab. 39. Amelia Cemburu.

      Ryan menagkup wajah istrinya,  tak tau gerangan apa  yang membuatnya menangis. 

"Mas Ryan makan dulu, ada yang ingin aku tanyakan?" 

Amelia menyodorkan nasi beserta lauknya. 

"Mas, tak selera makan sayang, Ada apa matamu sembab seperti habis menangis?" ucap Ryan memegang jemari istrinya. 

"Mas Ryan, masih mencintaiku kan, walau aku belum bisa memberikan keturunan?" 

Ryan makin tak mengerti ucapan istrinya, ia mengusap wajahnya sendiri.  

"Amelia, istriku sayang, kamu kenapa? Ada yang mengangu pikiranmu?  Cerita ama mas. sayang,"  Ryan merangkul Amelia menuju ruang tengah. Mereka duduk berdampingan di sofa. Mata Ryan menangkap  amlop yang tadi pagi di tanyakan padanya. Ryan membuka Amlop. 

Betapa terkejutnya Ryan, saat melihat foto- foto di tanganya. Pasti ini yang membuat Amelia menangis.

"Ini foto dari mana? Siapa yang mengirim kesini? Amelia mengeleng lemah. Air mata terjun bebas dari pelupuk mata Amelia. 

"Kenapa menangis, ini tak seperti yang kau bayangkan, sayang." 

Amelia menatap manik mata suaminya. Ada kejujuran di sana.

"Kejadian ini udah lama  saat Mama bilang mau  ke rumah mu , Tapi saat di tengah jalan  Mama bilang  ke rumah Tania, ternyata Mama menjebaku. Aku otomatis  menolak acara lamaran itu." 

"Mama sangat tidak menyukaiku, sampai mas di jebak," ucap Amelia sedih. Ryan menarik tubuh Amelia ke dalam dekapanya. 

"Sabar sayang, ini hanya soal waktu. Suatu hari nanti beliau pasti akan menerimamu dengan tangan terbuka." ucap Ryan sambil mengelus kepala Istrinya. 

"Amiin, semoga saja." 

*****

Di kediaman Orang tua Ryan. 

     Tania tampak frustasi, segala usaha memiliki Ryan menguap  begitu saja. Tak ada tanda- tanda mendapatkan hasil. 

"Ini gimana Tante, Ryan susah sekali di pengaruhi, segala cara udah ku coba tapi hasilnya nihil!" Keluh Tania pada Lia. Lia yang duduk tak jauh dari Tania juga tampak berpikir. Menghembus nafas pelan sambil memijit keningnya. Memang mereka susah di pisahkan. 

"Tante, ko diam? Bantu Tania mikir dong!" 

"Iya, ini juga lagi mikir, kamu ko malah perintah Tante sih? Nggak sopan banget!" 

"Hehehe ... maaf tante," 

Beberapa menit mereka terdiam, tenggelam dalam pikiranya masing- masing. Apa  Tante lia udah menerima si Amel kampung itu? Pikir Tania. Ia melirik Lia yang sedari tadi memijit keningnya sendiri. 

'Apa yang harus aku lakukan?' Batin Tania. Ia pun ikut - ikutan Lia memijit keningnya sendiri. Sebuah ide menyelinap dalam pikiran Tania. 

"Bagaimana kalau Ryan kita pelet aja, Tante." ucap Tania. Lia mendongak tak percaya ucapan itu muncul dari mulut orang pendidikan macam Tania. 

"Yang benar saja kau, Tania. Ryan mau kau pelet?! Emang segitu aja kemampuanmu sebagai anak berpendidikan, kau juga kan pengacara!" 

"Aku tak tau harus gimana lagi Tante," 

Tania mulai melow dan mengharap belas kasihan Lia. 

"Diamlah! Mending Tante buatkan kopi, agar Tante bisa  berpikir!" 

"Kan ada Bi sumi, Tante." Tania membantah. 

"Jangan membantah, mau Tante nggak membantu lagi buat mendapatkan Ryan!" 

"Iya , Tania buatkan kopi untuk Tante. Kopi yang paling enak!" 

Tania kemudian beranjak menuju dapur. Mencari biji kopi dan di gilingnya. Tania tahu cara meracik kopi karena mereka sering membuat kopi bareng. Aroma kopi menyeruak menusuk hidung membuat siapa pun ingin menyesapnya. 

Tania menghidangkan di hadapan Lia. 

"Ini Tante, kopinya enak banget spesial buat Tante Lia tersayang." Kata Tania lebay. 

"Makasih, Tania sayang."  Lia menyesap kopi buatan Tania dan memujinya. 

"Ini enak, kau pantas menjadi istrinya Ryan!" 

"Makasih , aku juga tak sabar jadi menantu Tante." ucap Tania mengelayut di lengan Lia. 

"Hemmm," 

Seketika ide di pikiran Lia berjalan, ia membisikan sesuatu ke kuping Tania. 

"Bagus juga ide Tante," ucap Tania tersenyum licik. 

Lia kemudian menghubungi Ryan, menyuruh pulang tapi sendiri.

****

 Ryan  merasa keberatan meninggalkan Amelia sendiri di Singapore. Tapi dengan alasan minta cek up ke dokter, juga  berkat rayuan maut Ibunya, Ryan menyetujui pulang sendiri tanpa di dampingi Istrinya. 

Sebenarnya Amelia merasa punya perasaan tidak enak ketika Ryan bilang ingin menengok Ibunya tapi dirinya tak boleh ikut. 

"Mas, Ibu sakit apa? Aku juga ingin menjenguknya!" 

"Mama hanya ingin minta di antar chek up, aku juga tidak tau padahal Mas Hendri lebih dekat dengan Mama, dari pada aku yang di Singapore? Tapi ya sudahlah sebagai  anak yang baik harus penuhi perintah Mama," ucap Ryan sambil membantu Amelia packing sekedarnya. Karena rencana cuma dua hari. 

Amelia menganguk setuju, ia juga tak keberatan Mamanya membutuhkan pertolonganya. Sebagai anak ketika baik harus mematuhi selama itu perintah yang baik. 

Amelia mengantar suaminya ke Bandara. Ada rasa tak enak ketika Ryan melambaikan tanganya. Hatinya berdenyut sampai Ryan hilang dalam pandangan. Amelia mendesah. 

'Ya Allah, Lindungilah suamiku.' ucap Amelia dalam hati. 

Ketika sampai di rumah Orang Tua Ryan, Dia menghubungi dalam keadaan baik saja. Amelia bersyukur mengucap alhamdulilah. Ternyata ini hanya perasaan dirinya saja. 

Ryan menghampiri Mamanya yang tengah berbaring. Ryan memeriksa kening dan leher Ibunya.  Memang badanya anget. 

"Mama sakit apa?" Tanya Ryan, walau kadang Mamanya  menyebalkan tapi tetep saja merasa khawatir. 

"Ayoo, kita chek up Ma," bujuk Ryan. Melihat wajah Mamanya juga pucat jadi dia merasa Mamanya tidak punya maksud terselubung. 

Ryan mengantar Mamanya Chek up ke Rumah sakit. Ketika di Rumah sakit. Lia merasa heran ternyata darah tingi dan kolesterolnya naik. Pantes saja sering pusing akhir- akhir ini. Padahal niatnya ingin menjebak Ryan untuk pulang tapi dirinya beneran sakit. 

"Ibu, jangan terlalu banyak pikiran ya, terus kurangi makanan Asin," ucap Dokter cantik itu. 

Ryan teringat istrinya yang juga seorang Dokter. Rindu pada Amelia menyelinap ke relung hati Ryan. Ryan melamun sejenak. 

Dokter cantik itu menulis resep dan di serahkan pada Ryan.

"Resepnya tebus di Apotek lantai bawah ya,Pak." ucap Dokter cantik itu sopan. 

Mereka kemudian menuju ke Apotek di lantai bawah.

Saat Ryan mengambil obat,  dirinya tak habis pikir akan terkena darah tinggi. Juga kolesterol dia takut penyakit serius akan menghampirinya. Padahal ada misi besar dalam otaknya. 

'Biarlah, nanti minum obat juga sembuh.' Batin Lia, dia tetep  akan membuat rencana besar untuk memisahkan Ryan dan Amelja. 

Mereka kemudian kembali ke rumah. Lia mengambil hp di tas dan menghubungi Tania. 

"Tania, nanti malam ke Rumah  ya, Tante lagi sakit, temani Tante," ucap Lia parau. Mengelabui Ryan dengan suara yang menimbulkan belas kasihan. 

"Mengapa harus memanggil Tania? Kan ada Ryan juga Papa!" Kata Ryan tak terima ada Tania saat Istrinya tak ada. 

"Papa mu lagi keluar kota, pulangnya minggu depan, apa kamu nggaka kasihan sama Mama?!" 

"Ma, kan ada Ryan. Juga Kak Hendri dan Mbak putri, ngapain memanggil orang lain?" 

Lia diam saja. Ryan emosi sambil menyetir tapi ia berusaha untuk fokus. 

Bersambung..

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status