Share

Janji Pulang

Joya sangat kesal kepada putranya, hingga akhirnya menceritakan bagaimana perjuangan sang suami—Kenzo, untuk mendapatkannya. Suaminya memang playboy yang suka bergonta-ganti pacar, tapi tidak sampai melakukan seks bebas. Lalu saat putus dengan Joya, Kenzo mengubah dirinya lebih baik untuk membuktikan jika layak untuk Joya.

“Mimi sungguh kecewa kepadamu, El.” Joya menutup permukaan bibir dengan satu tangan, seolah menahan rasa sedih akibat perubahan sikap putranya.

Langit benar-benar melihat kekecewaan dalam tatapan sang mimi, hingga akhirnya meraih tubuh Joya dan hendak memeluk, tapi sang mimi memberontak dan enggan mendapat pelukan. Langit tidak menyerah, lantas memeluk Joya dari belakang dan meletakkan dagu di pucuk kepala sang mimi yang tingginya hanya sebatas lengannya.

“Mi, maafin aku.” Langit merasa bersalah melihat kekecewaan di mata Joya.

“Kenapa minta maaf ke mimi? Minta maaf ke dirimu sendiri, karena sikapmu sudah merusak jiwamu. Mimi rindu kamu yang dulu, El. Kamu yang selalu berpikir positif dan tidak pernah melampaui batas, meski kamu selalu terlibat masalah, tapi itu masih bisa mimi maklumi. Tapi sekarang? Mimi tidak bisa memakluminya, jika kamu mau seperti ini terus, maka lupakan saja kalau kamu punya mimi dan Papi.” Joya benar-benar murka kali ini, hingga mengancam Langit. Dia berusaha melepas kedua tangan yang melingkar memeluknya, tapi tidak bisa karena Langit menguncinya dengan erat.

“Mi, jangan bilang begitu. Mimi tahu aku sangat menyayangi kalian,” ucap Langit berusaha membujuk sang mimi agar tidak kecewa.

“Sayang apanya? Kalau sayang kamu tidak akan meninggalkan kami seperti ini. Kamu memang tidak mengharapkan kami hanya karena satu gadis. Kalau kamu mau terus patah hati, ya sudah lupakan saja kalau punya kami.” Joya bicara dengan nada tinggi dan menekan, jika Langit tidak bisa dibujuk dengan kata manis, maka kini dia harus membujuk dengan kata yang menekan dan bertolak belakang dengan keinginannya sendiri.

“Mi.” Langit tidak menyangka kalau Joya akan berkata demikian.

“Kenapa? Ga papa kok kami ga punya kamu. Mimi dan Papi masih bisa hidup berdua saja. Dulu kami pernah hidup hanya berdua, sekarang berdua lagi pun ga masalah. Bukan, anak mimi bukan hanya kamu, masih ada Cheryl juga. Mimi ga mau punya anak keras kepala yang merusak diri sendiri dan ga bisa memikirkan orang lain. Mimi kecewa dan ga mau lagi lihat kamu. Mimi mau pulang ke Indonesia.” Joya terus bicara dengan kata-kata yang menyakitkan, padahal itu cara terakhirnya untuk membujuk Langit.

Langit semakin mempererat pelukannya pada Joya, hingga sedikit membungkuk dan meletakkan kepala dengan manja di pundak sang mimi.

“Mimi ingin aku pulang?” tanya Langit dengan suara lembut.

“Ga, buat apa? Bujuk kamu seperti bujuk batu, mau sampai mimi mati pun ga bakal terwujud,” jawab Joya dengan nada ketus karena kesal.

“Hust … Mimi ini kenapa bicara masalah mati terus. Pamali, Mi.” Langit malah ingin tertawa melihat sang mimi yang merajuk.

“Bodo amat, pokoknya sekarang mimi ga peduli kamu mau apa. Mimi sudah stres ngadepin kamu!” geram Joya berusaha melepas tangan Langit yang memeluknya, bahkan menggoyangkan pundak agar putranya menyingkir dan tidak bersandar kepadanya.

“Baiklah, aku akan pulang. Tapi beri aku waktu untuk mengurus semua pekerjaan di sini sebelum pindah,” ucap Langit pada akhirnya mengalah. Dia hanya tidak suka saat Joya terus berucap mati untuk menakutinya. Atau sebenarnya memang Langit takut jika itu terjadi dan dia tidak berada di sisi sang mimi.

Joya berhenti memberontak, hingga kemudian melirik Langit yang masih bergelayut manja di pundaknya.

“Beneran mau pulang? Ga bohong buat bujuk mimi biar ga marah?” tanya Joya memastikan.

Langit mengangguk-angguk manja seperti anak TK yang baru saja diberi nasihat.

“Aku sayang Mimi, jika memang Mimi ingin aku pulang, aku akan pulang. Maaf sudah membuat Mimi marah. Jangan marah lagi, nanti Mimi ga cantik,” seloroh Langit menjawab pertanyaan sang mimi.

Joya benar-benar gemas mendengar candaan putranya, hingga mencubit hidung bangir putranya itu.

“Kamu ini memang paling bisa, ya.” Joya mencubit dengan keras.

“Mimi sakit!” pekik Langit karena terkena cubit, hidungnya bahkan kini sampai merah.

Joya melepas hidung Langit, hingga menatap sang putra yang sudah melepas pelukan dan kini sedang mengusap hidung.

“Janji kamu akan ikut mimi pulang.” Joya kembali memastikan.

“Janji, Mi.”

‘Aku akan pulang, tapi tidak pernah yakin apakah bisa menghadapi masa laluku. Seperti apa dia sekarang? Apa dia masih seperti dulu, atau dia lebih cantik dari yang aku bayangkan. Bintang, kenapa kamu tidak benar-benar menyingkir dariku, agar aku tidak pernah berharap bertemu dan mencintaimu, lagi.’

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Enisensi Klara
Padahal Buntang juga mikirin kamu
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status