4 Arabelle menatap datar pemandangan pinggir jalan sepanjang perjalanan. Ia sama sekali tidak bersemangat hanya untuk sekedar berbicara. Sejak keluar dari parkiran rumah sakit, tidak ada sepatah katapun yang ia ucapkan meskipun sesekali Elliot mengajak ia berbicara. Hatinya masih terluka, otaknya belum bisa mencerna dan menerima kenyataan pahit. Ia pun masih terjebak dalam ilusi kalau kedua orang tuanya akan kembali. Kembali untuk memeluk dirinya, kembali untuk tertawa dengannya, dan kembali untuk meramaikan hidupnya. Tanpa diundang, setetes air mata mengalir di pipinya dan jatuh mengenai tangan kanan yang dibalut perban. Tanpa terasa, mobil yang ia kendarai berhenti. "Ra," panggil Elliot. Namun, Arabelle tidak menyahut. Gadis itu diam, tenggelam dalam lamunan yang dia ciptakan sendiri. "Ara!" panggil Elliot lagi dengan suara yang lebih tinggi. "Y--a," jawab Arabelle tergugu karena kaget. "Kita sudah sampai." Arabelle membuang p
5 "Ayo!" ajak Camelia yang diangguki oleh Arabelle. Keduanya berjalan meninggalkan Queenza dan Elliot menuju kamar. Camelia membantu Arabelle untuk menaiki tangga yang menghubungkan mereka ke tempat tujuan. Tepat di depan pintu berwarna sama dengan pintu depan. Camelia memutar knok dan mendorong daun pintu. Arabelle masuk perlahan ke dalam kamar, dimana netranya disambut dengan dinding berwarna biru cerah seterang langit. "Kamar ini baru di cat kemarin, baunya masih sangat menyengat," celetuk Camelia mengibaskan tangan di depan wajah. "Memangnya kamar ini milik siapa?" "Ini kamarku, sebelumnya kamarku berwarna merah muda, tapi karena kamu sekarang juga menjadi pemilik kamar ini, jadi kakak merubah cat kamar ini sesuai dengan warna kesukaanmu." Camelia membantu Arabelle duduk di pinggir ranjang. "Kau menyebut Uncle El kakak? tapi setahuku dia tidak punya adik." Camelia tersenyum lebar, ia sangat senang dengan kehadiran Arabelle di
Tubuh Arabelle seketika menggigil dengan getaran hebat. Dimana nafasnya mulai memburu tidak teratur dan menimbulkan rasa sesak yang sangat menyakitkan."Aaaaa!"Teriak penuh ketakutan Arabelle diiringi tubuh yang langsung ambruk ke lantai membuat Elliot dan Camelia membulatkan mata. Kejadian yang terjadi begitu cepat, hingga membuat mereka terpaku."Ara!" pekik Elliot dan Camelia bersamaan. Elliot segera meraih tubuh Arabelle. Meletakkan kepala gadis itu yang sedikit memar karena terbentur lantai."Ra, buka mata kamu!" seru Elliot panik dengan kecemasan yang meledak. Rasa takut akan kehilangan terpancar begitu jelas dimatanya. Dimana nafas Elliot semakin memburu."Ra, bangun. Keponakan Uncle yang paling cantik. Ayo bangun." Elliot mengguncang lembut tubuh Arabelle serta menepuk pelan kedua pipi chuby gadis itu. "Ara, baru juga ketemu. Lo kok pingsan?" celetuk Camelia asal karena cemas. Ia menutup mulutnya panik."Kakak bawa Ara ke kamar dulu. Kamu pergi keluar lihat darimana ledakan
Elliot, Arabelle, dan juga Camelia kini berada di dalam mobil. Mereka baru saja pulang dari rumah sakit untuk pengecekan teratur Arabelle. Kondisi gadis manis dan polos itu kini semakin membaik. Buktinya, gif dan perban yang menyangga tangannya yang patah sudah dilepaskan."Kak El," panggil Camelia dari kursi penumpang belakang. Membuat Arabelle yang duduk di samping Elliot melirik spion untuk melihat kelakuan Camelia yang kini memangku tangan sambil memasang ekspresi cemberut."Iya, Cam." Elliot menjawab tanpa mengalihkan fokus pada jalanan di depannya."Aku mau sekolah di sekolah Arabelle aja." Ucapan Camelia membuat kecepatan mobil yang dilajukan oleh Elliot memelan."Boleh donk, Uncle. Biar Ara sama Cam sama-sama terus." Arabelle ikut memberikan pendapatnya yang terdengar membujuk."Tapi, Uncle udah daftarin Cam di SMA 1 Angkasa. Deket juga dari rumah dan juga searah sama kantor Uncel," jawab Elliot menghela nafas. Berharap keponakan kecilnya itu tidak tersinggung karena penolakann
"Ra!" Suara bass terdengar lembut seketika membuat Arabelle menyeka cepat air matanya. Lalu, berbalik dan mendapati Elliot."Uncle belum tidur?" tanya Arabelle basa-basi. Ia menundukkan kepalanya sedikit, menyembunyikan matanya yang sedikit memerah."Seharusnya, Uncle yang bertanya seperti itu. Ini sudah malam, kenapa kamu belum tidur?""Hhh, aku tidak bisa tidur.""Karena kamu menangis."Arabelle terhenyak mendengar ucapan Elliot. Ia sudah berusaha menyembunyikannya, tapi tetap saja pria di depannya ini tahu. Elliot menarik dagu Arabelle. Membuat wajah gadis itu menatap ke arahnya dengan canggung. Kedua tatapan mereka beradu sejenak ditemani cahaya bulan yang bersinar terang. Waktu seakan berhenti bagi mereka. Dimana satu sama lain enggan memalingkan wajah karena begitu tenggelam dalam tatapan satu sama lain. Rasa sesak yang sudah ditahan Arabelle sekuat tenaga meledak begitu saja saat menatap mata teduh sang paman. Arabelle dengan cepat memeluk tubuh Elliot begitu erat. Menenggelam
"Kamu kenapa senyum-senyum sendiri?" tanya Elliot menatap Arabelle yang tersenyum aneh."Ara merasa aneh aja, Uncle. Kita udah kayak suami istri, tidur di ranjang yang sama," jawab Arabelle terkekeh dengan kedua pipi yang merona.Sementara Elliot menelan ludah paksa. Tubuhnya tiba-tiba merasa panas dengan wajah yang juga memerah. Darah yang mengalir dalam tubuhnya berdesir hebat. Seolah-olah kata-kata Arabelle barusan seperti mantra."Uncle," panggil Arabelle menyentuh bahu sang paman karena melihat pria itu malah melamun dengan wajah memerah. Elliot tersentak, ia seketika salah tingkah dengan bola mata yang melirik kesana-kemari."Wajah Uncle kok merah?" tanya Arabelle bingung. Ia menangkupkan kedua telapak tangannya di wajah Elliot. Tindakan yang berhasil membuat Elliot semakin menegang."Uncle sakit? Tapi kok ngak panas." Lagi-lagi Arabelle mengoceh sendiri. Dengan cepat, Elliot menarik tangan Arabelle menjauh dari dirinya. Menetralkan ekpresi wajah sebiasa mungkin."Sekarang kamu
Dengan wajah panik bercampur cemas serta khawatir. Camelia mendobrak pintu kamar Elliot dengan cepat. Ia ingin beritahu sang kakak kalau keponakan kesayangannya hilang.Namun, detik berikutnya. Mulut Camelia membulat sempurna melihat pemandangan di dalam kamar Elliot. Ternyata, orang yang dicari berada di atas ranjang sedang tidur sambil berpelukan dengan sang kakak."Aaaa!"Teriakan Camelia sontak membuat Elliot terbangun dengan wajah kaget dan panik. Ia segera melompat dari ranjang, kemudian membekap mulut sang adik agar berhenti berteriak. Ia tidak ingin Arabelle sampai terbangun dan merasa malu dengan kondisi ini. Elliot menyeret tubuh Camelia keluar dari kamar. Menutup pintu sebelum melepaskan bekapannya dari mulut Camelia."Kamu ngapain pake teriak-teriak segala? Kalau Ara bangun gimana?" cecar Elliot kesal sembari menoyor kepala adiknya yang langsung meringgis."Gimana ngak teriak, aku panik nyariin Arabelle. Aku kira dia hilang, tapi ternyata malah tidur bareng sama Kakak. Ja
"Jangan kasih tahu aku apa?" celetuk Arabelle tiba-tiba.Camelia dan Elliot menoleh ke arah Arabelle yang sedang menuruni tangga dengan kening berkerut. Wajah Elliot seketika pias seperti maling yang tertangkap basah.“Kok pada diam?” Arabelle kembali bertanya. Ia menarik kursi, kemudian duduk.Elliot menelan salivanya paksa, melirik ke arah Camelia yang malah sengaja menyibukkan dirinya dengan sarapan. Elliot mendengus kesal, melihat kelakuan sang adik.“Hmm---““Udahlah, Ra, Lo salah denger kali. Mending lo sarapan aja, daripada lo mikirin omongan Kak El.”“Hah, gue gak budeg kali, Cam,” Arabelle memutar bola malas, kemudian menyuapkan sarapan ke dalam mulutnya.“Lo mau tau banget, apa mau tau aja?”“Udah, kalian jangan pada ngomong terus. Habisin sarapan kalian, terus Uncle anterin ke sekolah,” sela Elliot. Ia menghela nafas ringan, untung Camelia mengecoh fokus Arabelle.“Oke,” timpal Arabelle enteng. Percakapan yang sempat ia dengar dilupakan begitu saja.Setelah selesai sarapan,