Share

Terjerat Cinta Pria Misterius
Terjerat Cinta Pria Misterius
Author: Fisabilillah

Bab 1: Pembantaian

BUGH!!!

"Ampun, kak! Ampuni aku!!!!" Laki-laki berkostum hitam itu merintih memohon-mohon setengah membungkuk. Akan tetapi pria di hadapannya terus saja menghujamnya dengan tinjauan yang semakin keras. Merekalah geng pemberontak sekolah yang biasa dibicarakan para siswa di sekolah ini. 

Biasanya, dalam hitungan sepersekian detik. Siswa atau siswi yang tak sengaja melihat perlakuan brutal mereka akan langsung berbalik badan dan seolah-olah tidak pernah melihat kejadian tersebut. Sampai sekarang, tidak ada seorang pun yang pernah berani melaporkannya.

"Pukul dia sampai sekarat! Jangan biarkan murid yang lewat sini pergi tanpa dapat ancaman!" Laki-laki bertubuh kecil kurus itu memberikan secarik kertas lusuh yang bagian ujungnya sedikit robek kepada laki-laki yang sedang menggores pisau pada pengasahnya. 

"Hentikan!!! Apa-apaan ini! Semuanya bubar! Kalian gila?! Mau saya laporkan kesiswaan, hah?!" Seketika pandangan semua laki-laki beringas itu melempar pandangan tak mengerti pada seorang siswi yang berdiri sendirian di tengah lorong itu.

"Sialan …." cemooh Lelaki bertubuh kecil dengan nickname Ray mulai mendekatinya. Terlihat raut kesal di wajahnya. Terdengar juga deru napas membara seperti menahan gejolak emosi. Dia mengepal tangannya, tatapan matanya sungguh tajam.

"Kurang ajar! Siapa kau?! Yan! Ada wanita yang berniat menghentikan kita!" adu laki-laki yang berambut keriting menyusul temannya. Sekarang mereka berdiri melipat tangan di dada, menatap siswi bernama Gasa. Dialah wanita pertama yang berani menegur mereka.

"Hentikan." Dari kejauhan, suara seraknya terdengar mengheningkan suasana sekitar. Mungkin dia adalah pimpinan dari mereka. Suara langkahnya yang santai membuat jantung wanita itu berdegup pelan. Keringat dinginnya mulai menetes. Rasanya tiba-tiba hatinya gelisah.

"Pergilah. Hari ini kau beruntung, besok tidak. Jangan lewat sini lagi," kata laki-laki berparas paling tampan di antara mereka. Tangannya hendak memegang bahu Gasa, tapi wanita itu menepisnya dengan kasar. 

"Jangan asal sentuh! Jangan samakan saya seperti jalang milik kalian!" cibir Gasa mulai mendongak karena perbedaan tinggi mereka. Mereka bersitatap dengan kekerasan hati masing-masing.

"Bos! Sebaiknya kita 'makan' saja dia! Wanita itu kodratnya melayani pria! Jangan berlagak bisa melawan kami!" usul Ray dengan lagak sok berkuasa.

"Lepaskan orang itu! Kalian tidak boleh menahannya terus seperti ini! Kalian sudah menahan saya! Jadi kalian harus melepaskan dia!" tuntut Gasa dengan tangan semakin bergetar karena sosok yang disebut 'Yan' terus menatapinya tanpa berkedip. Perilakunya yang aneh itu sukses membuat bulu kuduk wanita itu berdiri.

"Diam." Sosoknya yang besar semakin mendekatkan wajahnya. Gasa cepat-cepat menutup matanya, mengunci rapat-rapat mulutnya. Seketika suasananya berubah jadi hening.

Terdengar tawaan dari beberapa laki-laki di situ. Rupanya dia tidak benar-benar ingin mencium wanita itu. Melainkan hanya berbisik, "Kubilang pergi. Sekarang." Yan menekan nada suaranya pada kalimat terakhir. 

Entah bagaimana caranya, sekarang Gasa sudah bersama kedua karib dekatnya. Sesaat telinganya berdengung kencang, membuat dia meronta-ronta seraya menutup telinganya. Seketika orang-orang di sekitarnya jadi panik bukan main, tak terkecuali Tara dan Jeki. Setelah jeritannya mereda, kini matanya yang baru terbuka sedikit tidak sengaja melihat sosok laki-laki yang terasa familiar baginya.

"Yan?" tanya Gasa dengan mata membelalak.

Kedua sahabatnya menautkan alis, saling melempar pandangan heran. Sementara Gasa terus menatap ke arah pojok kantin tersebut. "Yan siapa?" tanya Tara yang membuat Gasa beralih pandangan. 

"Sa, di sini nggak ada yang namanya Yan, tuh?" Jeki ikut bersuara. Sekilas menatap tempat yang dimaksud sahabatnya.

Sejenak diliriknya tempat di mana dia menemukan sosok Yan. Tapi tempat itu sudah kosong melompong. Lelaki ber-hoodie hitam yang sedang membaca komik itu telah menghilang.

"Akhir-akhir ini kamu aneh, deh. Kenapa? Lagi ada masalah?" Tara menggenggam tangan Gasa yang hangat. Sebagai sahabat, hati mereka mulai tidak tenang, dia cemas dengan kondisi Gasa yang semakin hari semakin aneh. Tiga hari yang lalu juga begitu. Dia seperti orang kerasukan sesuatu.

Buru-buru ditepis pikirannya. "Nggak. Mungkin saya salah lihat orang." kilah Gasa yang mulai beralih fokus pada makanannya. 

"Kamu dari kemarin bicara gitu terus. Apa mau kita temenin refreshing? Mungkin kamu terlalu lelah akhir-akhir ini. Walaupun ujian kelulusan semakin dekat, seharusnya kamu tidak belajar terlalu—" omongan Tara mendadak berhenti ketika Jeki melempar pandangan tajam dengan maksud menyuruhnya berhenti bicara.

Dari dulu, Jeki tahu Gasa punya 'sesuatu' yang berbahaya ketika kegemaran yang dia lakukan disinggung dengan kalimat-kalimat larangan seperti itu. Dia yang lebih lama kenal Gasa. 

"Nggak. Saya gapapa. Permisi." Mendengar hal yang menyakitkan hatinya, bukannya dia tidak bisa marah di tempat. Akan tetapi dia masih mengingat Tara adalah sahabatnya.

***

BRAK!!!

Gasa berlari tergesa-gesa ketika mendengar suara pukulan dari dalam lorong itu lagi. Firasatnya mengatakan kejadian kemarin pasti sudah terjadi lagi. Jauh di lubuk hatinya, dia berpikir harus menuntaskan misteri teka-teki semua ini.

"Berhenti! Siapa pun di sana! Berhenti!" perintah Gasa seraya menutup matanya rapat-rapat. Belum teratur napasnya, wanita itu sudah harus merasakan sesuatu yang 'nyeleneh' menggerayangi sekujur tubuhnya.

"Aaaah …." lirih Gasa sambil membungkuk memegang kedua dengkulnya yang lemas. Itu rasanya seperti menggelitik seluruh kulit tipisnya yang berpotensi membuatnya kegelian. Dia sudah tidak kuat lagi menahan serangan bertubi-tubi itu. Air kencingnya mengalir terbirit-birit.

Terdengar suara tawa menyeramkan yang semakin lama semakin menggema di telinganya. Hal itu terjadi lagi, telinganya mendengung kencang. Dia berusaha memberontak, naasnya kedua tangannya terasa berat. 

Wanita itu 'mendobrak' halangan pintu yang dibuat oleh Yan. Terdengar suara-suara gemerisik menyerupai bisikan-bisikan dari banyak orang. Sangat ramai, sampai-sampai Gasa mengerang kesakitan menutup telinganya walaupun itu tidak berguna sedikit pun.

"Sa! Sa!! Sadar, Sa! Aku yakin kamu bisa, Sa! Lawan mereka, Sa! Lawan, Sa!" perintah Tara yang begitu panik melihat kondisi Gasa semakin tidak terkendali. 

Dimata Tara, Gasa seperti orang kesurupan. Untungnya petugas UKS mau membantunya mengurus Gasa. Sementara Jeki memanggil guru untuk membantu mereka menangani masalah ini. Tapi bocah tengil itu belum kembali juga.

***

"Hah!" Akhirnya Gasa membuka matanya. Itu terjadi ketika seorang guru killer hampir sampai pada pintu ruang UKS tersebut. 

"Setiap tahun pasti selalu begini! Bangun, Gasa! Sudah tahu sadar, mestinya kau buru-buru masuk kelas!" bentaknya seraya menunjuk-nunjuki sang murid seperti sedang merendahkannya. Lalu pandangan tajam itu beralih pada Jeki dan Tara.

"Kalian juga! Cepat masuk kelas! Jam pelajaran lebih penting dari ini, bodoh!" Sikapnya masih sama, menangkuhkan dirinya seakan-akan dialah bosnya dan para murid itu adalah budaknya. Dialah Bu Dave.

Bersamaan dengan itu ….

PRANG! 

Tiba-tiba angin berhembus kencang sampai foto-foto bingkai dalam ruangan UKS itu bergoyang-goyang. Namun tak ada diantara mereka yang merasakan angin kencang yang wajar. Guru yang bernama Bu Dave cepat-cepat menjauh dari ruangan ini. 

Jeki, Tara, dan Gasa hanya bisa saling pandang. Mereka tak tahu dengan apa yang terjadi seharian ini. Kemudian bel pulang berdering keras.

***

"Sa, aku duluan, ya." kata Tara yang tengah memakai helm. Hari ini dia dijemput pacarnya. Sedangkan Jeki, sibuk mengerjakan tugas kelompok. Mau tak mau Gasa harus pulang sendirian. Dia melengos begitu saja tanpa menjawab omongan temannya.

"Anak itu. Selalu aja begitu. Sikap dinginnya berhasil membuatnya jauh dari godaan cowok-cowok nakal." canda Tara yang mulai julid pada Tam, pacarnya. Sejenak dia melirik Tam. 

***

Awal-awal melewati lorong jalan menuju rumah, Gasa tidak merasakan adanya kejanggalan. Hingga akhirnya sebuah truk besar tiba-tiba melaju cepat ke arahnya yang tengah melamun.

TIN!! TIN!! TINN!!!

Tubuhnya ditarik oleh sebuah makhluk yang sangat cepat. Dia mendekap Gasa dengan sangat erat. Saat Gasa membuka mata dan ingin berterimakasih, dia sudah sendirian lagi. Orang atau makhluk itu sudah pergi. 

"Kubilang apa! Jangan cari-cari aku!" Samar-samar suara yang menggema itu menghilang dengan sendirinya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status