Share

Bab 4: Serumah dengan Si Gila

"Ah! Anda! Kenapa Anda bisa ada di sini?! Keluar! Keluar sekarang juga!!!" teriak Gasa yang tersentak saat melihat seseorang yang familiar sedang bertopang dagu memperhatikannya dengan jarak yang sangat dekat. 

"Istri sudah bangu—" kata Yan mencoba menyentuh tangannya dengan wajah polos. Terlihat cekungan hitam pada kedua kantung mata lelaki itu. 

"Bajingan … Berapa kali saya harus bilang, hah?! Jangan sembarang sentuh-sentuh!!!" protesnya, kemudian melirik sinis lelaki itu. Didorongnya tubuh besar itu tanpa mempedulikan apa yang sebenarnya terjadi. Sekarang tatapannya terlihat menghina lelaki yang tersungkur itu.

"Istri … Apakah saya telah buat kesalahan—" 

"Dengar gak, sih?!!! Saya bilang keluar, ya, keluar dong!!!" Gasa berteriak lagi. Kali ini dia menyabetkan sapu lidi padanya. Itu semakin aneh ketika Yan tidak memberontak sedikitpun.

Mulutnya menganga seakan tak percaya dengan apa yang disaksikannya. Selama ini, tak ada manusia yang tidak meraung kesakitan saat disabet seperti itu. Apalagi sabetan Gasa terkenal sangat pedih. Lalu, bagaimana bisa Yan menahannya?

"Kok Anda nggak kesakitan?" tanya Gasa dengan kening mengerut. Sesaat dilepasnya sapi lidi itu. Langkahnya mulai mendekati Yan yang diam saja.

"Jawab, dong! Anda itu punya mulut! Kegunaannya untuk berbicara! Jadi bicaralah!" oceh Gasa tak berhenti menampar wajah Yan. Itu menggoreskan beberapa luka memar di wajah yang sangat tampan itu.

"Gila … benar-benar orang gila …." Gasa kembali menganga melihat hal yang sama. Yan tidak merintih ataupun meringis sama sekali. Padahal tenaga yang dikeluarkannya tidak sedikit.

Wanita itu memutar otaknya. Terdengar hembusan napas kasar darinya. Ditarik lengan baju Yan dengan sekali gerakan, mereka sudah ada di luar kamar Gasa. 

"Gasa! Sopanlah pada suamimu!" bentak ibunya, dipelototi anak semata wayangnya yang kini bertingkah brutal. Tak sampai disitu, sang ayah berjalan cepat kemudian menampar keras wajah putri kesayangannya. Terlihat gejolak amarah dari kedua orang tuanya yang kini sudah menguap di ubun-ubun mereka. 

"Bangsat …. Apalagi ini?! Suami?! Hey! Apa kalian lupa kalau saya masih seorang pelajar!!!" teriak Gasa histeris berderai air mata. Sesaat, jempol Yan menghapus air mata itu. Baru saja dia berusaha memeluknya, Gasa sudah diluar kendali lagi.

"Bangsat! Bangsat!!! Ini semua gara-gara Anda! Sekarang, cepat keluar dari rumahku! Cepat keparat!!!" teriak Gasa dengan emosi sudah meluap-luap. 

Digigit kuat-kuat bibirnya, sampai akhirnya beberapa darah menetes sampai ke dagu. Dia menarik Yan dengan sangat kasar, membawanya keluar dari dalam rumah itu. Sungguh cara pengusiran yang amat kasar. Matanya memelototi Yan yang terkucilkan. 

"Saya harus bisa menahannya. Walaupun bau 'itu' amat menggoda, saya harus bisa. Harus," ucap Yan dalam hatinya.

"Heh orang sialan!!! Jangan datang kesini lagi!! Jauh-jauh dari saya!! Jangan berbicara dengan saya! Anggap saja kita nggak pernah kenal!!! Ingat baik-baik itu orang aneh!!!!" kata Gasa untuk terkahir kalinya sebelum pintu itu dibantingnya. Yan baru tahu hal baru tentangnya, ternyata dia punya tempramental yang luar biasa mengerikan.

Terdengar helaan napas panjang dari Yan, dielap peluh keringatnya. Wajahnya kembali tegang seperti Yan asli. 

"Untung saja saya bisa terus menahannya. Wah. Tadi itu sungguh mengerikan …," gumamnya bangkit berdiri. Terdengar pertengkaran dalam rumah itu. Beberapa kali dia mendengar ayah sang wanita mengungkit masa lalu putrinya. 

"Yan, apakah kamu gila? Lihat Akibat ulahmu, wanita tak bersalah itu jadi tersiksa sekarang! Ayahnya yang doyan main tangan—" makhluk bertubuh kecil dengan dominan energi positif itu tampak bijak memberi nasihat. Sepertinya dia makhluk pertama yang terlihat baik pada Yan.

Yan terlihat menutup matanya. Terdengar berkali-kali hembusan napasnya yang teratur. Sebelum akhirnya tangannya menepuk memecah suasana keheningan malam hari. Dan mendadak suara pertengkaran dalam rumah itu berhenti. Terlihat siluet dimana sang ayah yang hampir memukul putrinya dengan sebilah besi panjang dan sang ibu yang terlihat sangat khawatir mencoba menghentikannya.

Ketika Yan membuka matanya, dia sudah dikelilingi oleh makhluk-makhluk daerah rumah Gasa yang tertawa terbahak-bahak mengejeknya. Itu dibalas senyum sinis olehnya.

"Anak gila ini sudah punya wanita, rupanya!" olok laki-laki tua berwajah penuh darah. Tubuhnya kering kerontang hingga hanya terlihat tulang-tulang pada tubuhnya.

"Hah, penasaran deh, wanita bodoh seperti apa yang mau menerimanya?" celetuk wanita berbadan ular berkepala dua yang melirik remeh padanya. Kepala satu lagi itu adalah kepala anaknya yang tersambung dengannya.

"Pasti jelek, 'kan Ma? Mana mungkin—" anaknya ikut bersuara. 

"Diamlah, bangsat!!!" gerutu Yan memggertakkan giginya. 

Dengan sekali gerakan, pisau itu terlempar sesuai arahannya. Menggores bagian sensitif anak itu, membuatnya meringis terkulai lemas. Pertengkaran hebat itu hampir terjadi. Pertengkaran antara Yan dengan ibu ular yang tak terima anaknya mati. Entah mati suri atau mati selamanya.

CKLEK!

"Bangsat …," gerutu Gasa menutup pintu rumah. Kedua tangannya menenteng tas belanja berskala besar. Dipunggungnya sudah ada tas ransel juga. Sepertinya wanita itu telah diusir dari rumah orang tuanya.

"Hey! Dimana rumah Anda?" tanya Gasa terdengar basa-basi. Dia sama sekali tak mempedulikan Yan yang berlagak aneh. Karena makhluk-makhuk itu seketika pergi terbirit-birit ketika melihat Gasa. Yan tidak tahu apa alasan kejanggalan itu.

"Gasa! Ingat! Pergi kerumah suamimu! Jangan buat saya naik pitam, ya!" teriak sang ayah dari dalam rumah. Terlihat raut wajah tertekan darinya.

Terlihat Gasa berjalan mendahului Yan. Kemudian diikuti oleh lelaki itu. "Kau sungguh akan tinggal dirumah saya?" tanya Yan menyamakan kecepatan berjalannya. Gasa tak menjawab sepatah katapun. Hanya sekali mengangguk cuek.

Setelah itu, seperti biasa. Tak ada lagi percakapan selama perjalanan menuju rumah Yan. Keduanya sama-sama bersikeras bungkam suara mendengarkan hembusan angin malam.

***

"Masuklah," kata Yan mengambil kedua tas besar dalam genggaman Gasa. Sedang wanita itu terheran-heran melihat rumah yang tampak famliar untuknya.

"Ini bukannya rumah Hal? Kenapa saya malah dibawa kesini? Apa dia halu ya?" tanya Gasa dalam hati.

Saat baru menjejakkan kaki depan pintu rumah Yan, dia dikagetkan oleh sesosok laki-laki yang bertengkar hebat dengannya siang ini. Matanya membulat menatap laki-laki yang sama kagetnya.

DEG!

"Hal?" sapa Gasa yang kini sorot matanya mencari secercah harapan dari lelaki dihadapannya. 

Berbeda dengannya, Hal malah tersenyum sinis, sikapnya terlihat sangat tak acuh padanya. "Hah, buat apa kamu kesini? Apa segitu rendahnya harga dirimu, ya? Sampai-sampai masuk ke rumah cowok tanpa izin begini?" tuduhnya dengan sorot mata menghina.

"Saya kesini karena—" 

"Sayang, cepat ke sini! Jangan lama-lama disitu. Saya menunggu di dalam, ya," kata Yan segera masuk ke dalam kamarnya. Nada bicaranya saat itu terdengar lembut dan tidak terkesan kaku seperti biasanya. Senyum misterius juga terukir saat dia mengatakannya. 

"A-apa? Kak Yan barusan memanggilmu apa?!" kata Hal seolah-olah tak terima. Mungkin lelaki itu lupa kalau sekarang mereka sudah benar-benar putus. Terdengar deru napas membara seperti menahan gejolak emosi pergulatan batinnya.

"Kak Yan? Jadi ini kakaknya Hal? Jadi selama ini yang katanya dia anak satu-satunya itu bohong?! Gila!!!!! Kira-kira apa lagi yang telah dia tutupi dariku?!! Dasar laki-laki brengsek!!!" oceh Gasa dalam hatinya.

Sekarang giliran Gasa yang tersenyum sinis, berlagak tak acuh pada sang mantan. Inilah saatnya dia membuat Hal menyesal telah mengatakan sesuatu yang mengguncang batinnya.

"Iya, sayang. Tunggu saya!" kata Gasa buru-buru menerobos Hal yang mencegatnya berkali-kali. Sungguh, mantannya itu terlihat seperti anjing yang menyedihkan.

"Hah? Apa, sih? Kenapa mereka berdua-duaan di dalam kamar? Walaupun pacaran, itu terlalu terburu-buru, 'kan?! Atau mereka sudah lama berselingkuh di belakangku?!" Hal menduga-duga berbagai kemungkinan dalam batinnya. 

Kaugnay na kabanata

Pinakabagong kabanata

DMCA.com Protection Status