"Ceklek!"
Kini pintu terbuka lebar, kemudian gadis berambut pirang pun ikut masuk ke dalam lalu menutup kembali pintu tersebut."Duduk!" titah Fathan dengan tegas.Sesuai dengan perintahnya, kini Fiza duduk di kursi yang berseberangan dengan Papahnya, Fathan Wiratama."Kamu tadi pasti sudah mendengar semua pembicaraan kami 'kan?" tanya Fathan sambil menyandarkan punggung tepat di kursi kebesarannya."Hem, ya. Aku memang sudah mendengarnya, lalu apa yang Papah harapkan dariku?" tanya Fiza dengan ekspresi wajah yang datar."Waow!! Ternyata kamu memang putri Papah yang cerdas, Sayang. Ehem! jadi langkah pertama yang harus kamu lakukan adalah menyamar sebagai karyawan di Rider Company, untuk menggali informasi tentang Lucas Rider, putra dari Giorgio Rider." ujar Fathan sambil menyeringai."Lalu?" tanya Fiza sambil melipat kedua tanganku di depan dada."Lalu kamu pantau terus gerak-geriknya, dan kamu laporkan semua ke Papah. Tetapi sebelumnya kamu harus melakukan penyamaran terlebih dahulu, dan berpenampilan seburuk mungkin. Semisal menjadi gadis lugu dan cupu, agar identitas mu tidak dicurigai olehnya." jelas Fathan sambil mengangkat sebelah sudut bibirnya."Brak!"Fiza yang mendengar penjelasan Papahnya, merasa tidak terima jika gadis cantik itu harus merubah penampilannya yang sangat sempurna ini, menjadi seorang gadis cupu dan lugu.Ah, sama sekali di luar dugaan. Ini benar-benar ide gilaa yang Fathan lontarakan."Tidak! Aku tidak sudi jika harus berpenampilan seperti gadis kampungan. Apa yang akan dikatakan oleh teman-teman ku nanti, Pah. Jika salah satu dari mereka mengenali ku, saat bertemu denganku." tolak Fiza dengan tegas."Ckk!! Ternyata kamu juga bisa menjadi gadis bodoh, Fiza. Apa kamu pikir mereka akan mengenalimu, jika kamu memakai pakaian yang sederhana, berkacamata, dan bertompel?" hardik Fathan sambil berdecak."Hah?" Fiza pun terperangah dengan ucapan Fathan yang baru saja dia dengar."Gilaa, ini benar-benar gilaa, Pah. Aku yang berpenampilan sempurna dan cantik seperti ini, harus berpenampilan menjijikan seperti itu?" protes Fiza yang masih tidak terima dengan rencana Papah."Brak!""Diam! Apa kamu belum paham juga? Kalau Papah tidak menerima penolakan dalam bentuk apapun. Dan jika kamu masih menolaknya, maka Papah akan mencabut semua fasilitas dan kemewahan mu saat ini juga." ancam Fathan sambil menatap tajam kearah putrinya.Kini nyali Fiza pun mulai menciut, saat Fathan melontarkan ancaman mautnya.Mau tidak mau, gadis cantik itu harus menuruti semua perintah Papahnya. Agar dia tidak kehilangan fasilitas dan kemewahan yang dia miliki saat ini."It's okey! Aku akan melakukannya, tetapi aku juga mempunyai sebuah syarat kepada Papah," ucap Fiza sambil mengangkat sudut bibirku.Sambil menyipitkan mata, akhirnya Fathan menganggukkan kepala sambil melipat kedua tangannya di depan dada."Syarat apa yang ingin kamu ajukan kepada Papah?" tanya Fathan sambil memberikan tatapan tajam mematikan.Jujur saja, melihat sorot mata Fathan yang sudah mulai menggelap. Kini dengan susah payah gadis cantik itu menelan saliva sambil mengulum senyum."Jika aku mengajukan syarat ini, maka Papah mau tidak mau harus menyetujuinya! Bagaimana? Deal?" tawar Fiza sebelum mengajukan beberapa persyaratan kepada Fathan."Baik. Tetapi jika syarat yang kamu ajukan itu menentang aturan Mafia Raxtra, maka kamu akan Papah berikan sanksi dengan tegas!" ujar Fathan dengan penuh ketegasan.Lagi-lagi Fiza dibuat tercengang oleh sosok yang selama ini terlihat lemah lembut kepada putra-putrinya. Ternyata selama ini Fathan mempunyai kepribadian ganda, dia bisa selembut sutra dan dia juga bisa sekeras baja.Bahkan Fiza yang notabennya adalah putri kandung sendiri pun harus melihat secara langsung bagaimana sikap pimpinan Mafia Raxtra.Benar-benar sangat dingin dan tak mengenal ampun.'Apakah nanti aku akan seperti Papah, menjadi sosok yang sangat kejam dan dingin bahkan sulit tersentuh?' gumam Fiza dalam hati."Apa yang sedang kamu pikirkan? Apa kamu ingin membuat Papah mu menunjukkan hal tergilaa saat ini juga? Huh?" hardik Fathan sambil menatap bengis kearah putri kesayangannya.Gadis cantik berhidung mancung itu pun terlonjak karena merasa sangat terkejut. Tidak pernah menduga, jika saat ini Fiza sedang berhadapan dengan sisi gelap dari Papah kandungnya sendiri."Em, i-itu-.....""Katakan dengan jelas dan tegas! Karena tidak ada seorang pemimpin yang terlihat sangat lemah dan lembek seperti mu!" gertak Fathan dengan rahang yang mengeras."Cepat! Katakan sekarang juga!" titahnya lagi.Sebelum berbicara, Fiza pun menarik napas panjang lalu menghembuskan perlahan. Ini semua dia lakukan untuk menetralkan kegugupan yang sedang menyelimutinya."Baik. Aku ingin......"Setelah sedikit terlihat perdebatan dengan putrinya. Akhirnya Fathan memilih untuk mengalah dan meninggalkan putrinya sendiri di dalam kamarnya."Kenapa hidupku harus serumit ini, Tuhan? Kenapa tidak kamu ambil saja nyawaku daripada terus Kau berikan tekanan dan ujian seperti ini?" racau Fiza."Bahkan aku tidak pernah bermimpi untuk dilahirkan dalam keluarga yang memiliki rahasia besar dalam hidup mereka. Seandainya saja aku bisa memilih, aku ingin menjadi wanita biasa dan hidup normal seperti mereka. Tidak seperti saat ini, hidup penuh tekanan seperti di neraka," imbuh Fiza.Sejujurnya Fiza merasa iri dengan teman-temannya yang bisa hidup bebas dalam mengambil keputusan untuk masa depannya.Namun, apa yang Fiza inginkan tidak pernah terwujud, karena sang Ayah selalu saja membatasi pergaulan dan pertemanannya.Apalagi semenjak Om nya meninggal dengan cara yang sangat tragis. Fathan semakin gencar untuk mewanti-wanti dan memberikan penjagaan ketat kepada wanita muda itu.Sehingga mau t
Keesokan harinya, Fiza mencoba menghubungi Lucas untuk membuat janji kembali. Beberapa kali Fiza menghubungi pria itu, akhirnya pria arogan itu menjawab panggilannya. "Halo, Cas? Maaf, kemarin aku--" "Apa? Mau buat alasan apa lagi? Hampir seharian aku menunggumu di tempat yang kamu sebutkan kemarin lusa, tetapi apa? Kamu justru tidak menampakkan batang hidungmu sama sekali. Apa kamu sedang bermain-main denganku, Nona?" ketus Lucas dari sebrang panggilan. "Bukan begitu, Cas. Percayalah! Kemarin aku sedang tidak baik-baik saja. Kalau kamu tidak percaya, siang ini jam sepuluh aku menunggumu di tempat kemarin. Agar kamu tau jika aku benar-benar tidak mempermainkan mu." Saat ini Fiza sedang mencoba untuk meyakinkan Lucas, jika keadaannya kemarin memang sedang sangat kacau sehingga dia melupakan begitu saja janjinya.Tut... Tut... Tut...Belum pria itu menjawab ucapan Fiza, tiba-tiba panggilan suara pun terputus begitu saja.Saat ini Fiza hanya bisa pasrah. Peluangnya untuk mendekati ri
Tak terasa kini hari mulai gelap. Lampu penerangan di dalam kamar gadis itu belum menyala. Dan itu membuatnya tersadar jika seharian ini aku benar-benar mengurung dirinya sendiri, tanpa ada orang lain yang mempedulikan dirinya."Apakah aku tidur di lantai seharian sambil meringkuk seperti ini?" gumam Fiza sambil menyandarkan tubuhnya di dinding kamar. Lalu Fiza memandangi jendela yang masih terbuka, kini angin pun berhembus kencang dan menerobos masuk ke dalam. Perlahan gadis itu berdiri dan melangkah menuju ke balkon dan menelusuri gelapnya malam, tanpa secercah cahaya di dalam kamarnya. Saat tiba di balkon Fiza mendongakkan kepalanya dan menatap ke atas awan yang di penuhi dengan taburan bintang-bintang, sambil tersenyum getir. "Seandainya saja aku bisa sebebas bintang yang bertaburan di sana, bersinar menembus gelapnya malam. Menjadi penerang setiap makhluk hidup di bumi ini. Ah, benar-benar khayalan tingkat tinggi." gumam Fiza sambil tersenyum kecut. Saat Fiza ingin merenggangk
"Ayo, Pah! Lakukan lagi! Jika Papah mau, silahkan bunuh aku daripada harus mendapatkan perlakuan tidak adil seperti ini. Aku akui memang selama ini aku tidak pernah kekurangan materi dan kemewahan dari kalian. Tetapi apa kalian tau? Jika selama ini aku sangat haus kasih sayang dari kalian. Bahkan sekedar untuk menoleh ke arahku pun seakan kalian merasa jijik kepadaku. Apa benar jika aku sebenarnya bukan bagian dari kalian? Huh?" celetuk Fiza dengan gemuruh di dalam dada yang sedang berapi-api. "Fiza, hentikan!" Kemudian gadis itu pun mengalihkan pandanganya ke arah suara itu berasal. Ternyata sejak tadi Arumi sedang memperhatikan perdebatan mereka.Perlahan wanita itu melangkah ke arah dua orang terkasihnya dengan tatapan sendu. Napas Fiza saat ini terengah-engah dan tidak beraturan. Saat langkah kaki Arumi berhenti tepat di samping Fathan, saat itu juga wanita itu mencoba untuk meraih tangan putrinya. Tetapi dengan cepat gadis itu segera berjalan mundur dan menepisnya. "Jangan sen
Fathan yang sangat memahami bagaimana situasi saat ini hanya mengedipkan matanya, sebagai isyarat agar putrinya mengalah dan tidak membantah ucapan Mamahnya.Tiba-tiba nafsu makan Fiza menghilang, kemudian dia meletakkan alat makannya di atas piring, lalu menyandarkan punggungnya di kursi. "Kenapa tidak kamu habiskan makanan mu, Fiza? Bukankah tadi kamu bilang sangat menyukainya?" tanya Arumi sambil menatap lekat wajah putrinya yang tiba-tiba saja terdiam.Sesaat suasana terasa hening, karena gadis itu masih sibuk dengan pikirannya sendiri. Sejujurnya pagi ini Fiza hanya ingin tenang, dan menjalankan rencananya dengan sebaik mungkin. Akan tetapi, pagi ini mood gadis cantik itu sudah memburuk, karena perdebatkan kecil yang baru saja terjadi. "Aku sudah kenyang, Mah. Dan Fiza ingin kembali ke kamar, karena harus bersiap-siap untuk pergi." ucap Fiza sambil mendorong kursi ke belakang. Kemudian Fiza pun berlalu meninggalkan mereka yang masih menikmati hidangan sarapan paginya."Ceklek!
Tak terasa kini sang mentari pun kembali bersinar menembus dari balik tirai jendela, setelah semalaman dia menyembunyikan dirinya. "Hoam! Mengapa hari berganti cepat sekali sih!" gerutu Fiza sambil merenggangkan otot-ototnya yang terasa sangat kaku. Perlahan kakinya turun ke lantai yang dingin, karena saat ini AC di dalam kamar gadis cantik itu masih menyala untuk mendinginkan seisi ruangan. "Seandainya saja Papah tidak memberikan tugas kepadaku, pasti saat ini aku masih menikmati mimpi indahku. Dan semalaman menghabiskan waktu bersama dengan teman-teman ku." keluh Fiza, kini langkah kakinya mulai berjalan menuju ke dalam kamar mandi. Karena pagi ini, Fiza harus bertemu kembali dengan Lucas seperti janjinya kemarin kepada laki-laki itu.*** "Jadi kamu akan tetap melakukan penyamaran itu, Fiza?" tanya Arumi sambil menatap tajam ke arah putrinya.Belum Fiza menjawab pertanyaan dari Mamahnya. Kini Fathan menjawabnya terlebih dahulu dengan suara yang cukup tinggi. "Tentu saja dia aka