Home / Rumah Tangga / Terjerat Cinta Suami Adikku / Bab 6. Fakta Menunjukan

Share

Bab 6. Fakta Menunjukan

Author: Pita Chris
last update Last Updated: 2025-01-13 18:54:08

“Siapa yang hamil?” Ibu menatap kami dengan alis berkerut, memperlihatkan kerutan di sekitar matanya.

Dia masuk sambil membawa nampan berisi roti dan susu, lalu menaruhnya di nakas dekat Riani.

Aku dan Riani hanya saling melirik gugup, takut untuk menjawab.

“Kok kalian diam aja? Ibu lagi tanya, loh.” Kecurigaan Ibu makin menjadi-jadi.

“I-itu, Bu...,” Aku memberanikan diri bersuara sembari menggaruk keningku yang tak gatal untuk meredakan keteganganku. “Ibu temanku di sekolah hamil lagi.”

“Siapa namanya?” Wajah ibu tampak tidak puas dengan jawabanku, seolah tahu aku berbohong.

Dia menyodorkan susu pada Riani, yang menunduk takut-takut.

“Anggi.”

“Anggi?” Ibu terkejut. “Dia ‘kan sudah remaja, masa ibunya hamil lagi, sih?”

Aku terkekeh kaku. “Aku juga nggak tahu. Namanya juga rezeki, Bu.”

“Benar ju—”

“KAPAN KALIAN MAU MEMBAYAR HUTANG KALIAN, HAH? KALIAN SUDAH MENUNGGAK BEBERAPA BULAN!”

Aku, Riani dan Ibu terkejut saat teriakan seorang pria menggelegar di rumah kami. Suara itu berasal dari ruang tamu.

Ibu buru-buru ke luar dengan ekspresi panik. Aku pun segera menyusulnya untuk mengecek apa yang terjadi. Tetapi Riani nekat mengekoriku, membuatku segera mencegatnya di ambang pintu.

“Kamu jangan ke mana-mana. Tunggu sini aja,” pintaku tegas.

“Tetapi, Kak—”

“Kali ini, dengarin Kakak. Apa kamu mau pingsan lagi di depan orang tua kita?” omelku. “Kalau ibu dan ayah berhasil bawa kamu ke rumah sakit, semuanya akan terbongkar.”

Akhirnya, Riani terpaksa mengangguk lemah dan kembali masuk. Aku menutup pintu kamarnya sebelum menyusul Ibu.

Aku mendapati tiga pria berpenampilan seperti preman berteriak-teriak di ruang tamu.

Aku hanya mengintip di balik tembok, karena ibu dan ayah selalu melarangku untuk ikut campur saat mereka datang.

“Kami benar-benar minta maaf, tetapi kami akan segera membayarnya, tolong beri kami waktu,” jawab Ayah gugup “karena akhir-akhir ini, toko kue kami sedang bermasalah—”

BRUK!

Suara pecahan kaca menggema di rumah itu. Salah satu pria meraih pot bunga hias di meja tamu dan melemparkannya ke lantai, dekat kaki ayah dan ibu, dengan beringas.

“KAMI NGGAK BUTUH OMONG KOSONG! KALIAN HARUS MELUNASI UTANG KALIAN SEKARANG JUGA! JIKA TIDAK… KALIAN HARUS PERGI DARI RUMAH INI!”

Tubuh Ibu makin gemetar ketakutan sambil berlinang air mata.

Dengan wajah tabah dan tersenyum, ayah memohon, “Berikan kami waktu seminggu lagi, kami berjanji akan melunasi semuanya.”

Aku hanya bisa menangis menyaksikan orang tuaku dipermalukan di depan banyak orang. Teriakan ketiga penagih utang itu mengundang banyak tetangga berkumpul di teras untuk menonton keributan itu.

Terdengar cibiran di antara mereka, yang makin mencabik hatiku.

Aku merutuki diriku yang tidak bisa membantu apa pun untuk meringankan beban mereka. Selama ini, aku hanya bisa membantu ibu membuat kue atau menjaga toko.

“TIDAK!” bentak mereka. “SEKARANG KEMASIN BARANG KALIAN DAN PERGI DARI SINI SEBELUM KAMI MENYERET KALIAN SECARA PAKSA!”

Tangis Ibu makin pecah, sedangkan Ayah syok, tetapi berusaha tenang. “Jangan usir kami karena kami tidak tahu harus pergi ke mana kalau kalian mengusir kami. Putri kami juga sedang sakit, jadi tolong kasihan kami.”

“ITU BUKAN URUSAN KAMI!” maki mereka. “ITULAH AKIBATNYA KALAU NEKAT PINJAM UANG DASAR MISKIN!”

Ayah kehabisan kata-kata.

“Kami mohon kasihan kami, Om.” Riani tiba-tiba terjun ke tengah keributan tanpa sempat kusadari. Sejak kapan dia di sana? Aku terlambat untuk menahannya.

“Kami berjanji nggak akan kabur. Tolong beri kami waktu beberapa minggu lagi. Jika kami gagal melunasinya, kalian boleh mengusir kami.” Suara Riani terdengar lemah, tetapi senyum manisnya tak luntur di wajah cantiknya.

‘Kenapa dia keras kepala banget, sih?’ gerutuku dalam hati. Situasi akan makin kacau jika aku menariknya kembali ke kamar, karena dia akan keras kepala.

Ketiga pria itu sempat tertegun saat melihat wajah Riani sangat pucat seperti mayat sebelum membentaknya.

“Tidak!” Suara preman itu sedikit melunak, meski tetap kasar. “Bos kami tidak sudi untuk memberi waktu lagi! Sekarang, cepat kosongkan rumah ini karena orang tuamu sudah menggadaikan sertifikatnya!”

“Kami mohon—”

“Riani, masuk!” potong Ayah tegas, enggan dibantah.

Riani menatapnya, memelas. “Tapi, Ayah—”

“Apa kamu tuli!?” Ayah mendelik pada Riani. “Ini urusan ayah, bukan kamu! Cepat masuk!”

“Maafkan aku.” Dengan lunglai, Riani berputar dan berjalan ke arahku. Tapi, dia mendadak berhenti, memegangi kepalanya.

“Riani, kamu baik-baik aja?” tanya Ibu cemas, aku bergegas menghampirinya dan memapahnya.

“Riani baik-baik saja, Bu,” selaku. “Dia Cuma kecapekan aja—”

BRUK!

Belum sempat menyelesaikan kalimatku, tubuh Riani ambruk dan terjatuh di pangkuanku.

“Ya Allah!” pekik Ibu histeris, sedangkan Ayah langsung berjongkok dan menepuk-nepuk pipi Riani.

“Riani, bangun! Kamu kenapa?!”

Tidak ada respon dari adikku.

Tanpa membuang-buang waktu, Ayah langsung menggendong Riani keluar untuk membawanya ke rumah sakit. Untungnya, ada salah satu tetangga yang berbaik hati menawari kami tumpangan mobil.

Kami sekeluarga pergi menuju rumah sakit. Sejak tadi, ibu dan aku menangis terisak-isak sambil memegangi tangan Riani yang dingin. Ayah duduk di sebelah kemudi sambil berkali-kali menyeka keringat dari dagunya dengan cemas.

Karena panik, aku merasa laju mobil sangat lambat sampai Ibu berkali-kali protes. Beberapa menit kemudian, akhirnya kami tiba di rumah sakit.

Ayah mengeluarkan Riani dari mobil dan menaruh tubuh lemasnya di atas brankar, lalu beberapa perawat bergegas mendorongnya menuju ruang UGD.

“Mohon tunggu di luar.” Seorang perawat mencegat kami saat hendak ikut masuk, lalu menutup pintu itu di depan kami.

Aku menggigit kuku tanpa berhenti memanjatkan doa, Ibu menangis terisak-isak sambil menyebut nama Riani, sedangkan Ayah mondar-mandir dengan gelisah.

“Sebenarnya Riani sakit apa, hah? Kenapa dia tiba-tiba pingsan?” Ayah mengomeliku. “Sebenarnya apa yang kalian lakukan selama kami pergi?”

“A-aku juga nggak tahu, Yah.” Aku berbohong, tubuhku gemetar ketakutan. Sebentar lagi, aku akan menghadapi kemarahan mereka lebih dari pada ini.

Setengah jam kemudian, seorang perawat keluar menemui kami.

Ibu segera menghampirinya. “Bagaimana keadaan anak saya, Sus?! Dia baik-baik saja, kan?”

“Silakan masuk. Dokter akan menjelaskan semuanya di dalam.” Wajah perawat itu tegang.

Aku, Ayah, Ibu segera masuk dan mendekati Dokter, yang sedang berdiri di samping Riani.

“Apa yang terjadi sama anak saya, Dok?” sela Ayah.

“Jadi, kalian belum tahu masalah ini?”

Ibu dan Ayah menggeleng, sedangkan aku berdiri tertunduk di belakang mereka.

Dokter menghela napas berat, lalu menatap Ayah dan Ibu prihatin. “Anak ibu hamil.”

“Hamil?” Ibu ternganga.

“Hamil gimana, Dokter?! Putri saya gadis baik-baik! Nggak mungkin hamil!” protes Ayah.

“Pasti ada kesalahan!” bentak Ibu. “Coba diperiksa lagi!”

“Tetapi saya sudah memeriksanya berkali-kali melalui USG dan darah, hasilnya positif.”

“Nggak! Itu nggak mungkin!” Ayah menggeleng kuat, menolak kenyataan itu. “Anak saya nggak mungkin hamil! Dokter jangan ngawur!”

“Itu nggak mungkin!” Ibu menjerit histeris sembari memukul-mukuli Dokter. “Dokter pasti berbohong! Putri saya nggak mungkin hamil! Putri saya anak baik-baik!”

Aku segera menahan Ibu agar jangan memukuli Dokter. “Ibu, tenang—”

“Minggir!” Ibu mendorongku hingga aku terhuyung-huyung.

“Apa kamu sudah tahu hal ini, hah?!” bentak Ayah.

Aku hanya menunduk sambil menangis sesenggukan, mulutku mendadak kelu.

“JAWAB, AYAH!”

“Ma-maafkan aku, Yah...” Hanya itu yang bisa kukatakan.

“BERANI-BERANINYA KAMU... ARGH!” Ayah tiba-tiba memegangi dadanya sambil mengerang kesakitan.

BRUK!

“AYAH!”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Terjerat Cinta Suami Adikku   Bab 29. Penguburan Dan Rahasia Yang Terungkap

    (POV Diani)Hari itu langit tampak suram, seakan merasakan kesedihan yang menyelimuti keluargaku. Aku berdiri di samping makam Riani, menatap batu nisan yang tertutup bunga dan tanah basah. Hati ini rasanya hampir tak sanggup menahan beban yang terus datang. Riani, adikku, yang dulu selalu ceria, yang dulu selalu ada untukku, kini hanya bisa kuingat dalam kenangan.Kami baru saja menguburkan Riani. Pemakaman ini terjadi begitu cepat. Begitu banyak hal yang belum sempat aku katakan padanya. Begitu banyak yang belum sempat kami selesaikan. Tapi kini, semuanya telah terlambat. Aku tidak tahu harus merasa apa. Duka mendalam? Iya, pasti. Tetapi ada juga perasaan marah yang membara dalam dada. Marah pada Darma. Marah pada ketidak peduliannya. Marah pada dunia yang begitu kejam padanya. Aku sudah terlalu lama diam.Ketika kami pulang dari pemakaman, rumah kami dipenuhi oleh keheningan yang tak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Ayah dan ibu duduk di ruang tamu, wajah mereka hancur. Mereka ti

  • Terjerat Cinta Suami Adikku   Bab 28. Ketakutan Yang Menghantui

    (POV Darma)Aku masih sangat jengkel saat Diani menyerangku dan mempermalukanku di klub beberapa saat lalu. Makiannya terus terngiang-ngiang di telingaku, meski aku sudah meneguk beberapa gelas alkohol.Sekarang teman-temanku terus-menerus menanyaiku tentang Riani dan meminta penjelasan tentang pernikahan kami. Padahal aku mengaku pada mereka bahwa aku masih lajang.Sial! Beraninya gadis itu mempermalukanku aku di depan teman-teman balap liarku.Aku meremas gelas alkohol saat teringat tatapan penuh kebencian dan tangisan histeris Diani. Sebenarnya aku juga heran tentang kepergian Riani, karena baru pertama kali dia pergi tanpa izinku.Apalagi saat Diani menangis histeris di depanku, membuatku makin penasaran. Dia memang selalu mengkhawatirkan adiknya, tetapi kali ini berbeda, seolah-olah Riani sedang di ambang malapetaka.Namun, bukan itu yang kucemas. Ada perasaan aneh yang memenuhi di dadaku dan aku tidak tahu bagaimana cara menyingkirkannya.Aku merasa cemas dan tegang tanpa alasan

  • Terjerat Cinta Suami Adikku   Bab 27. Kenyataan Yang Tak Bisa Diterima

    Aku keluar dari club dengan dadaku masih terbakar rasa marah dan benci yang bercampur aduk. Percakapanku dengan Darma barusan benar-benar membuatku muak. Bagaimana mungkin dia bisa sekejam itu? Bahkan di saat Riani sedang dalam kondisi yang tidak jelas, dia masih saja tidak peduli.Langkahku terasa berat saat berjalan di trotoar. Udara malam terasa dingin, tapi bukan itu yang membuat tubuhku menggigil. Rasa takut dan gelisah terus menghantui pikiranku. Aku masih belum tahu di mana Riani dan orang tuaku berada. Darma jelas tidak peduli. Dia bahkan berharap Riani mati.Pikiran itu membuat dadaku sesak. Aku mengeluarkan ponselku dan mencoba menelepon Ayah sekali lagi, tetapi tetap tidak ada jawaban. Aku benar-benar tidak tahu harus mencari mereka ke mana lagi.Tetapi, tiba-tiba sebuah ingatan melintas di benakku. Beberapa bulan yang lalu, aku pernah mengantar Riani ke rumah sakit karena dia pingsan di kosan. Saat itu, dokter menyuruhnya untuk banyak istirahat dan tidak terlalu stres.Mun

  • Terjerat Cinta Suami Adikku   Bab 26. Bertengkar Hebat

    (POV Diani)Hari ini cukup melelahkan. Aku baru saja selesai menemani temanku membeli beberapa baju untuk acara akhir pekan. Ketika sampai di depan rumah, hal yang kupikirkan adalah mandi lalu tidur.Namun, saat aku membuka pintu rumah dan memasuki ruang tamu, perasaan cemas langsung menyelimuti hatiku. Rumah yang biasanya ramai dengan kehadiran orang tua, kini terasa kosong. Tidak ada suara Ibu yang biasanya menyambutku saat pulang. Tidak ada suara televisi yang sering Ayah tonton.Aku berdiri sejenak sambil menatap ke sekeliling. Suasananya sangat berbeda dari sebelumnya. Sangat sepi dan hampa.“Bu?” Aku mencari mereka di semua ruangan, tetapi tidak ada. Ini aneh. Ibu dan Ayah jarang sekali pergi pada malam hari, apalagi tanpa memberitahuku. Biasanya mereka selalu mengabari ke mana mereka pergi, meski hanya sebentar. Tapi malam ini, tidak ada kabar sama sekali. Aku mulai merasa khawatir. Ada yang tidak beres.Aku mengeluarkan ponsel dari tas dan mengirimi pesan pada Ibu dan Ayah.“K

  • Terjerat Cinta Suami Adikku   Bab 25. Harapan Terakhir

    (POV Riani) Aku berusaha tetap sadar, meski semuanya terasa gelap dan rasa sakit di seluruh tubuhku membuatku nyaris pingsan. Pandanganku kabur dan perutku terasa kram luar biasa. Aku mencoba memegang dinding untuk berusaha bangkit berdiri, tetapi tenaga yang kumiliki habis sehingga aku kembali terduduk lemas di lantai. Aku teringat pada bayi di dalam kandunganku. Aku memegangi perutku yang sudah membesar. Rasa nyeri hebat menghantam dinding perutku, membuat darah mengalir dari selangkanganku. ‘Tolong, Tuhan. Jangan sampai aku kehilangan bayiku!’ jeritku dalam hati. Aku mengerang pelan sambil mencoba bangkit dengan bertumpu pada meja kecil di dekatku. Namun, tanganku gemetar hebat dan pandanganku makin gelap. Sebelum aku bisa berdiri dengan sempurna, sikuku menyenggol gelas di atas meja. Gelas itu jatuh ke lantai dan pecah berkeping-keping, suaranya menggema dalam kesunyian rumah yang mencekam. Aku tersentak dengan napas tersengal-sengal. Aku kembali meraih meja di dekatku, tetap

  • Terjerat Cinta Suami Adikku   Bab 24. Keguguran?

    Langit biru mulai berubah kekuningan saat aku melangkah keluar dari rumah Ibu. Udara sore terasa lebih dingin dari biasanya, atau mungkin itu hanya perasaanku saja. Aku menghela napas panjang untuk mencoba menguatkan diri. Pertemuan singkat dengan Ibu membuat dadaku semakin sesak. Apalagi saat aku memasuki rumah itu yang mengingatkanku pada masa kecilku. Aku sangat merindukan semua momen bahagia saat aku dan Diani menghabiskan waktu bersama dengan orang tuaku. Meski masalah utang terus mengancam kami, aku masih bisa berbahagia menikmati kebersamaan keluarga. Bukan seperti sekarang. Setiap hari hanya ada air mata dan ketakutan. Aku menyesal telah menyerahkan diriku pada Darma karena cinta. Kata-kata manisnya seolah dia sangat mencintaiku telah meracuni pikiranku. Dia telah menghancurkan seluruh hidupku. Aku menghela napas berat. Tidak ada gunanya aku menyesali semua yang telah terjadi. Semuanya telah terlambat untuk diperbaiki. Sekarang aku harus fokus menanggung kesalahannya, m

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status