Nero dan Kania berangkat bersama ke kantor siang itu. Mereka pun langsung masuk ke dalam lift yang akan membawa mereka ke ruang kerja Nero. Nero berdiri tegak dengan Kania yang terus menggelayut di lengan Nero dengan manja. Dan Nero membiarkannya karena hal tersebut sudah biasa dilakukan oleh Kania. Mereka pun menunggu sampai pintu lift tertutup, tapi baru saja pintu bergerak, seorang pria terdengar berlari mendekat dan menekan tombol buka sampai pintu lift terbuka lagi. "Eh, tunggu!" seru pria itu. Kania pun langsung tersenyum cerah melihat adiknya yang nampak terburu-buru. "Axel! Apa yang kau lakukan? Kau tidak masuk?" tanya Kania. "Sebentar, aku menunggu seseorang," sahut Axel sambil menaikkan alisnya menatap Kania dan Nero.Kania pun mengernyit penasaran. "Siapa yang kau tunggu? Cepat sekali kau mendapat teman baru ya!"Axel hanya tersenyum sebelum ia menoleh ke arah temannya. "Ayo cepat, Patra!" panggil Axel sambil melambaikan tangannya. Kania yang mendengar nama Patra p
Nero melangkah ke ruang kerjanya dengan kekesalan yang begitu memuncak. Begitu banyak pertanyaan berputar di otaknya sekarang. Ada hubungan apa sebenarnya antara Axel dan Patra? Mengapa mereka bisa bersama? Mengapa mereka bergandengan dan mengapa juga mereka terlihat seakrab itu? Nero terus gelisah hingga mengempaskan tubuh di kursinya dengan begitu kesal. Kania yang melihatnya pun mengernyit bingung. "Kau kenapa, Nero? Mengapa mendadak kau terlihat tidak senang? Apa kau tidak senang karena lift yang kita naiki terlalu sesak tadi?""Tidak, Kania. Aku hanya tidak senang Axel harus berdekatan dengan cleaning service. Wanita itu tidak sederajat dengan kita, Kania!""Astaga, Nero! Ayolah! Jangan membicarakan derajat sampai seperti itu. Lagipula apa salahnya sih berteman dengan cleaning service? Aku juga menyukai Patra saat pertama kali melihatnya di kantin jadi aku tidak terkejut saat tau Axel juga menyukainya. Dia terlihat seperti wanita yang baik dan menyenangkan," sahut Kania santai
"Ayo kita ke kantin sebentar, sudah beberapa hari aku tidak menyapa Greedy dan makan masakannya" Kania terus menggandeng tangan Nero. "Kita bisa menyuruh Greedy membawa makanannya ke atas seperti biasa, tidak perlu ke kantin," tolak Nero. "Ayolah, Nero! Jangan seperti ini! Ayo!" Kania terus menarik Nero hingga akhirnya Nero pun tidak punya pilihan lain selain melangkah ke kantin. Namun, perasaan Nero begitu tidak jelas karena biasanya Patra makan siang di kantin. Ada perasaan ingin melihat Patra, namun Nero juga masih kesal karena kedekatan Patra dengan Axel. Dan seketika Nero pun makin kesal saat ia masuk ke kantin karena pemandangan pertama yang dilihatnya adalah Axel dan Patra yang sedang makan bersama dengan mesra. Posisi duduk Axel dan Patra tepat menghadap ke arah pintu masuk dan Nero pun langsung mengepalkan tangannya. Sementara Karina sendiri juga langsung menangkap kemesraan itu. "Wah, Axel dan Patra lagi? Eh, Greedy di sana, ayo kita ke sana!"Kania menarik Nero yang
Suasana masih begitu hening saat Patra mendongak dan kedua pria sedang menyodorkan gelas padanya. Patra yang masih terbatuk kecil pun tampak salah tingkah. Patra menatap Nero dan Axel secara bergantian, sebelum ia pun mengambil gelas minuman dari Axel. "Hmm, terima kasih!" kata Patra sambil langsung meneguk minumannya. Sedangkan Nero yang ditolak hanya bisa mendesis kesal dan menatap tajam pada PatraKania yang melihatnya pun hanya mengerjapkan matanya sambil saling melirik dengan Axel, sebelum ia mengalihkan tatapan pada Nero. "Eh, Nero ... kau ... kenapa?" tanya Kania sambil menurunkan tangan Nero yang masih menggantung di udara. "Kau ... jangan membuat Patra takut! Kau menyodorkan gelasmu sendiri!" Kania mengedikkan kepalanya ke arah gelas Nero.Nero pun langsung mendesis kesal. "Sial, aku refleks, Kania! Lagipula bukankah sudah kubilang aku tidak mau makan di sini?" Nero langsung mengangkat gelas minumannya lagi dan meneguknya banyak-banyak lalu meletakkannya lagi dengan ke
Nero tidak tahu apa yang terjadi pada dirinya, tapi ia sudah muak mendengar Patra yang terus membantahnya. Dan melihat bibir Patra yang terus bergerak, Nero pun tidak tahan lagi. Tanpa bisa dicegah, Nero merengkuh Patra dan langsung menyatukan bibir mereka sampai Patra membelalak kaget. Patra memberontak sambil terus memukul dada Nero, tapi pria itu begitu keras. Nero pun terus mendesak bibir Patra, merasakan kembali bibir yang sangat ia rindukan dan walaupun sedang terpaksa, nyatanya Nero masih sangat menikmati bibir itu. Nero terus memagut bibir Patra yang masih tertutup rapat itu. Patra sendiri masih terus bergerak tidak beraturan sampai Nero pun kesal.Dengan gerakan cepat, Nero langsung mendorong Patra sampai ke tembok dan menghimpitnya di sana. Patra yang ingin berteriak pun membuka mulutnya dan Nero pun akhirnya berhasil menjelajah di sana, menikmati sendirian pagutan bibir dengan wanita yang dicintainya, walaupun wanita itu sama sekali tidak kooperatif. Patra yang sudah t
Nero langsung mematung mendengar nama itu. Sial! Axel ingin menjadikan Patra sebagai asisten pribadinya? Lalu Patra harus mengikuti Axel ke mana-mana, melakukan semua hal untuk Axel, mereka akan terus bersama selama di kantor, bahkan mungkin di luar jam kerja juga. Tidak! Nero tidak akan membiarkannya! Nero tidak akan membiarkan Patra dan Axel sedekat itu."Tidak boleh!" seru Nero tegas. Axel pun langsung kehilangan senyumnya. "Eh, mengapa tidak boleh, Kak? Kau kan sudah bilang akan menuruti apa saja mauku?""Axel, memang benar kau adalah adiknya Kania dan aku sudah berjanji akan menuruti maumu, tapi bukan berarti kau bisa melakukan hal yang di luar batas seperti itu!" seru Nero berapi-api. "Apanya yang di luar batas, Kak?""Menjadikan seorang cleaning service sebagai asisten pribadi itu sudah di luar batas, Axel! Kau mau mempermalukan perusahaan, hah? Bagaimana mungkin seorang cleaning service rendahan mendadak diangkat menjadi asisten manager?""Tapi kita tahu sendiri background
"Kurasa kau benar, Nero. Mungkin memang ada sesuatu di antara mereka. Lihatlah bagaimana Axel menatap wanita itu." Kania tersenyum menatap Axel dan Patra yang masih berdiri di ujung.Kania dan Nero baru saja berniat masuk ke ruang rapat saat pandangan mereka tersedot ke arah Patra, Axel, Selly, dan Greedy yang masih berdiri bersama. "Tapi entah mengapa aku sangat menyukai wanita itu. Sejak pertama melihatnya bukankah aku sudah bilang kalau nada bicaranya dan sorot matanya berbeda, ternyata aku benar, dia berbeda. Dia punya kemampuan yang memang tidak bisa diremehkan," kata Kania lagi. Namun, Nero yang sudah terbakar oleh kecemburuan tidak jelasnya malah langsung mencibir. "Kita belum melihat apa pun tentang kemampuannya, Kania! Jangan menilai seorang cleaning service terlalu tinggi!"Nero terus menegang dan menatap tajam pada Axel dan Patra, apalagi saat Axel menyentil hidung Patra, rasanya Nero sangat ingin menghajar Axel. Hanya Nero yang boleh menyentil Patra dan menyentuh wajah
"Selamat siang semuanya, namaku adalah Patra Aurora! Maaf sebelumnya kalau di antara para manager sekalian ada yang pernah melihatku, ada yang juga belum pernah."Dengan tetap tenang, Patra mulai membuka presentasinya dan semua mata pun langsung tertuju padanya. "Sebenarnya aku hanyalah seorang cleaning service, aku tidak malu mengakuinya. Ada sedikit cerita di sana yang akan terlalu panjang kalau kuceritakan di sini. Singkat kata, aku merasa berterima kasih pada Pak Axel yang sudah memberiku kesempatan untuk berdiri di sini."Patra memperkenalkan dirinya dengan begitu formal namun luwes. Dan saat tiga peserta yang lain memilih menjabarkan background pendidikannya dengan lebay, Patra malah memilih mengakui dirinya yang hanya seorang cleaning service. Namun, entah mengapa perkenalan diri Patra malah membuat Kania dan Axel tersenyum senang, begitupun Juan yang sedari tadi hanya melongo pun akhirnya tersenyum tipis. Terlepas dari ini Patra-nya Nero atau bukan, tapi Patra memang berbeda
Kania sadar pertanyaannya begitu absurd, rasanya tidak mungkin Patra ke apartemen Nero. Namun, entah mengapa rasa penasarannya seperti bom yang akan meledak. Semakin Kania mengingatnya, wanita itu memang mirip dengan Patra, walaupun baju wanita tadi tidak mirip dengan baju Patra sekarang. Nero dan Patra sendiri langsung menegang mendengar pertanyaan Kania sampai tidak ada yang bicara selain mematung. Untungnya, Axel menyahuti lebih cepat. "Bu Kania, Anda benar-benar absurd ya! Anda membuat asistenku takut."Axel terus tertawa seolah pertanyaan Kania adalah hal yang sangat lucu. "Tidak mungkin Patra ada di apartemen Pak Nero! Kurasa di mana apartemen Pak Nero saja dia tidak tahu, bukankah begitu, Patra? Anda pasti salah orang, Bu Kania."Kania yang melihat Axel tertawa pun akhirnya ikut tertawa. "Ah, aku sudah menduganya! Kalian pasti mengira aku absurd kan? Tadi aku sedang menelepon dan mendadak berpapasan dengan seorang wanita yang tampak belakangnya mirip sekali dengan Patra."
Kania pulang lebih cepat pagi itu dari luar kota. Ia sudah merindukan Neronya dan ia pun membawa sarapan untuk dinikmati bersama dengan Nero. Namun, saat ia melangkah di lobby sambil menelepon, mendadak ia melihat seorang wanita familiar yang berjalan dengan cepat melewatinya. "Patra?" gumam Kania antara yakin dan tidak. Kania pun masih terdiam sampai lawan bicaranya memanggilnya dan ia pun tersentak kaget. "Ah, iya, maaf! Sampai di mana kita?" Kania mengerjapkan mata sambil tersenyum lalu meneruskan mengobrolnya sambil melangkah naik ke apartemen Nero. Nero sendiri yang ditinggalkan oleh Patra masih mematung di tempatnya dan sama sekali belum beranjak walaupun sudah cukup lama Patra pergi. Nero masih berharap Patra kembali, sampai saat bel pintu apartemen berbunyi, tawa sumringah pun mengembang di wajah Nero. Dengan bersemangat, Nero membuka pintu apartemennya, berharap melihat Patra di sana, namun seketika tawanya menghilang saat alih-alih Patra, ia malah melihat Kania, tuna
Nero mengerut dalam tidurnya. Rasanya ia baru saja mengalami tidur panjang dan ia sangat lelap.Nero pun mulai menggerakkan tubuhnya sambil perlahan membuka matanya dan hal pertama yang dilihatnya adalah wajah cantik Patra yang sedang tertidur lelap di sampingnya. Entah bagaimana gerakan mereka saat tidur kemarin, namun saat ini Nero sedang memeluk lengan Patra yang sedang tertidur pulas tepat di sampingnya. Mereka sama-sama tidur menyamping dan saling berhadapan. Nero pun hanya bisa tertegun menatap wajah cantik itu dan ia baru ingat bagaimana wanita itu merawatnya kemarin malam. Entah jam berapa sekarang namun belum terlihat cahaya sama sekali dari jendela, mungkin masih subuh, tapi untungnya Nero sudah merasa lebih baik, jauh lebih baik. "Kau menepati janjimu, Patra. Tidak meninggalkanku saat aku tertidur."Dengan hati-hati, Nero membelai pipi Patra dengan punggung tangannya. Nero pun menyingkirkan helaian rambut di sisi wajah wanita itu dan terus tersenyum. Baru saja Nero mem
Patra langsung mematung mendengar ucapan Nero. Untuk sesaat, semua rasa dalam dirinya melonjak mendengar Nero mengatakan mencintainya. Siapa yang tidak senang mendengar pria yang masih dicintainya ternyata juga merasakan hal yang sama. Namun sedetik kemudian, kesadaran pun menyentak Patra. Tidak! Apa yang Nero katakan barusan? Nero masih mencintainya?Tidak! Semua ini salah. Tidak seharusnya Nero berkata begitu. Ya, ini salah dan yang namanya kesalahan harus segera dibenarkan atau Patra akan menjadi ikut-ikutan salah."Nero ... lepaskan! Kau sudah makin ngawur! Lepaskan aku, Nero! Lepaskan!""Tidak, Patra! Aku tidak ngawur! Aku masih sadar!"Patra mulai memberontak lagi dan Nero bertahan, namun rasa sakit di tubuhnya akhirnya membuatnya menyerah dan melepaskan Patra. Patra pun berlari menjauh dari Nero. "Kau sedang sakit, Nero! Otakmu tidak bisa berpikir dengan baik dan kau mengingau! Ingat itu, kau meracau! Kau hanya meracau!" ucap Patra berulang kali seolah berharap sugesti itu
Nero masih tersenyum menunggu Patra-nya yang sedang ada di ruang wardrobe, tapi wanitanya tidak kunjung kembali.Sambil meringis, ia pun melangkah ke arah ruang wardrobe dan sungguh lantai kamarnya terasa dingin di telapak kaki Nero. Nero pun terus meringis dan mempercepat langkahnya, namun mendadak ia berhenti saat ia sudah sampai di ruang wardrobe. Nero tertegun sejenak menatap punggung Patra. Wanita itu sedang berdiri di depan lemarinya sambil memegang kaos berwarna biru muda dan tentu saja Nero langsung mengenali kaos apa itu. Kaos kenangan mereka. Nero membelinya agar mereka bisa memakai kaos couple, tapi sayangnya mereka tidak pernah bisa memakainya karena tidak lama kemudian mereka berpisah. Nero pun akhirnya tidak pernah memakai kaos itu sampai sekarang dan hanya menyimpannya. Bagi Nero, kaos couple itu harus dipakai bersama Patra. Untuk sesaat, Nero hanya berdiri diam. Bahkan Nero tidak mempedulikan lagi telapak kakinya yang terasa dingin karena mendadak ia melow menging
Suara Nero terdengar lirih dan penuh harap sampai Patra yang mendengarnya pun hanya bisa tetap diam di tempatnya sambil masih berdiri mematung memunggungi Nero. "Kumohon ... jangan tinggalkan aku ...," ulang Nero lagi. Patra pun menahan napasnya. Ada sebagian dari dirinya yang merasa ini salah, berdua saja dengan Nero. Namun, sebagian lagi merasa lega karena Nero memintanya tinggal. Setidaknya ia punya alasan untuk tinggal karena ia sendiri tidak tega melihat kondisi nero.Sambil berdehem, Patra pun membalikkan tubuhnya dan menatap ke arah Nero."Jadi kau sakit kan? Mengapa kau tidak menelepon seseorang untuk membantumu daripada kau sendirian di sini sampai malam? Bagaimana kalau aku tidak ke sini? Bukankah tidak ada yang menolongmu?" Kata-kata Patra meluncur begitu saja dari mulutnya menyiratkan kepedulian."Bukankah akhirnya kau datang, Patra? Itu yang penting!" Nero tertawa lemas. Patra sendiri tidak menanggapinya lagi. Ia langsung melangkah mendekati Nero sambil menyambar gelas
Ucapan Patra terus berputar di otak Juan sampai Juan begitu gelisah malam itu. "Aku yakin pasti ada yang Patra sembunyikan. Dia bukan wanita seperti itu, tapi bagaimana membuktikan hal yang sudah lama berlalu, apalagi saat itu semua bukti pencairan uang ke rekening Patra juga sudah jelas.""Ah, membuatku pusing saja! Ck, tapi kurasa benar, kenyataan tidak akan mengubah apa pun jadi tidak perlu ditanyakan lagi!""Kalau begitu lebih baik aku membantu Patra saja. Daripada harus kehilangan karyawan kompeten, lebih baik aku membantunya bekerja saja! Aku akan memberinya proyek agar dia makin bersinar!" Mendadak Juan pun menjadi bersemangat membantu Patra. Sementara itu, Nero juga masih gelisah di apartemennya sendiri.Semakin Kania memakluminya, Nero semakin galau. Kania selalu bersikap positif, memakluminya, memahaminya, bersabar padanya, tapi sikap itu membuat Nero makin berasa bersalah. "Sial! Mengapa Kania harus bersikap seperti itu? Mengapa seolah dia tidak mempunyai emosi sama seka
Patra tidak bisa menyelesaikan laporannya hari itu, pertemuan dengan Nero benar-benar membuat fokusnya terbelah dan ia merasa tidak enak hati pada Axel. Untungnya, Axel sangat pengertian. Malahan Axel yang ingin melapor pada Nero bahwa laporannya belum selesai, tapi Patra mencegahnya karena tidak mau Nero melampiaskan sakit hatinya pada Axel. Dan di sinilah Patra, berdiri di depan Nero dengan sangat malu, padahal tadi ia sudah percaya diri bisa menyelesaikan laporannya. Nero sendiri sudah percaya diri melihat Patra mencarinya. Otak Nero sudah melayang jauh memikirkan Patra yang bersedia menjadi wanitanya, tapi kenyataannya tidak seperti yang ia pikir. "Bukankah tadi kau begitu percaya diri untuk menyelesaikan laporannya, Patra?""Tolong beri aku waktu sedikit lagi." Nero hanya mengangguk, sejenak menatap Patra seolah mempertimbangkan sesuatu, sebelum ia bangkit dari kursinya dan melangkah mendekati Patra. Patra sedikit tegang saat Nero melangkah ke arahnya sampai Patra langsung m
"Aku yakin Patra dipaksa meninggalkan Pak Nero waktu itu. Bukankah biasanya orang kaya selalu merendahkan orang miskin? Apalagi Patra hanyalah anak sopir waktu itu. Melihat Patra menangis begitu sedih pasti ada sebuah kejadian yang benar-benar menyakitkan di sana sampai dia memutuskan pergi begitu saja. Kau juga berpikiran seperti itu kan, Selly?" desak Greedy berapi-api. Selly dan Greedy sudah keluar dari ruang kerja Patra karena para karyawan sudah kembali ke posisinya. Mereka pun akhirnya masuk ke toilet untuk menenangkan pikiran mereka yang masih syok dan juga membersihkan sisa air mata di wajah mereka. Namun, mendadak Greedy merasa sangat kasihan pada Patra. "Entahlah, Greedy! Aku tidak berani memikirkan apa pun. Tapi Patra sudah bilang kan kalau dia berusaha bangkit dari kenangan buruk, berarti itu memang buruk. Selama aku mengenal Patra, dia sangat positif. Tapi aku mulai berpikir bahwa mungkin di posisi Pak Nero juga menyakitkan. Ditinggalkan oleh wanita yang dicintainya .