"Ceritakan padaku, Patra! Apa CEO-nya galak? Apa dia cerewet? Banyak permintaan? Kau tahu kan biasanya kebanyakan orang kaya begitu ribet? Mereka tidak bisa melihat sebutir debu pun!"
Selly terus mengomel saat mereka sudah duduk berdua di kantin perusahaan. Tapi Patra malah tersenyum mendengarnya. Sungguh, di saat seperti ini, mendapat teman seperti Selly benar-benar keberuntungan baginya. "Selly, terima kasih kau sudah sangat mempedulikanku, tapi aku baik-baik saja." Patra menangkup tangan Selly. "Astaga, berterima kasih untuk apa? Kau temanku, Patra! Lagipula baik-baik saja bagaimana? Seharusnya tadi kau menolaknya saja, Patra! Kepintaranmu terlalu berharga kalau hanya untuk menjadi cleaning service di sini. Dasar perusahaan gila! Di mana lagi mereka bisa mendapatkan karyawan sepintar kau, Patra!" Patra tetap tersenyum, namun ia terdiam sejenak. Sebenarnya pekerjaan cleaning servicenya masih bisa ia jalani, ia hanya keberatan bertemu dengan Nero lagi. Tapi Nero sendiri sudah memastikan kalau di mana pun Patra melamar kerja, Patra akan tetap berakhir ditolak. Sedangkan Patra rasanya sudah tidak mau menjadi pegawai kecil di toko lagi, jam kerjanya, pekerjaannya yang serabutan, dan gajinya yang lebih rendah, membuat Patra harus berpikir ribuan kali untuk kembali ke sana. "Sudahlah, aku kan sudah pernah bercerita kalau aku ditolak di 18 perusahaan sebelumnya dan kali ini anggaplah kesempatan untukku. Walaupun hanya sebagai cleaning service, tapi aku bisa menjalaninya." "Semua yang sudah kuhadapi dalam hidup benar-benar membuatku menghargai setiap kesempatan yang datang padaku. Dan aku adalah wanita kuat. Aku tahu mengeluh tidak akan menyelesaikan masalah karena masalah itu untuk dihadapi dan diselesaikan, bukan untuk diratapi," imbuh Patra lebih bersemangat. Selly yang mendengarnya langsung kagum dan memeluk Patra. "Oh, Patra, kau sangat bijak dan dewasa! Aku senang sekali bisa mengenal wanita hebat sepertimu. Dan jangan mencemaskan apa pun karena aku akan selalu mendukungmu!" seru Selly penuh tekad dan ketulusan. Patra pun tersenyum dan mengangguk. Mereka berpelukan cukup lama, sebelum seorang wanita bertubuh gemuk dan berpakaian chef keluar dari dapur lalu menghampiri mereka. "Selly, apa orang yang mau kau kenalkan padaku sudah datang? Cepatlah, aku masih punya banyak pekerjaan!" seloroh wanita itu dengan cerewetnya. Selly pun langsung melepaskan pelukannya dan memperkenalkan Patra. "Ah, benar. Patra, perkenalkan ini temanku namanya Greedy! Dia yang memberitahuku ada lowongan di sini." Selly terkikik. "Eh, Greedy?" tanya Patra tidak yakin pada pendengarannya. "Haha, kau pasti bingung ya, namaku Greedy. Kau bisa bahasa Inggris kan? Apa artinya Greedy?" tanya wanita gemuk itu sambil menarik kursi dan duduk bersama mereka. "Hmm, Greedy? Maksudmu ... rakus?" Patra nampak sungkan dan ragu. "Haha, kau benar! Greedy itu artinya rakus. Kau lihat tubuhku yang sebesar truk gandeng ini kan?" Greedy sengaja menunjukkan dirinya. "Astaga, tidak ...." Patra menunduk sungkan. Ia benar-benar tidak pernah menilai orang dari penampilan maupun bentuk fisiknya. "Astaga, Patra! Jangan terlalu sungkan! Aku sudah biasa! Kalau kau bilang tidak, aku malah tersinggung! Dilihat dari posisi mana pun, tubuhku memang sebesar truk gandeng, aku sudah menerimanya, karena itulah, namaku Greedy yang berarti rakus!Bahkan aku selalu lapar, karena itu, aku memilih pekerjaan menjadi chef agar aku bisa memasak dan makan setiap saat! Hahaha!" Greedy dan Selly tertawa terbahak-bahak seolah pembicaraan itu sudah biasa untuk mereka, sedangkan Patra masih merasa sungkan untuk tertawa. Patra belum terlalu dekat dengan Greedy sampai takut Greedy akan tersinggung kalau ia ikut tertawa. "Hei, Patra! Kau tahu siapa nama asli Greedy?" celetuk Selly tiba-tiba. "Astaga, Selly, kau melakukannya lagi! Kau selalu memberitahu semua orang nama asliku!" omel Greedy dengan suara cempreng dan nada cerewetnya. "Hahaha! Tidak ke semua orang, hanya teman dekat saja. Jadi nama aslinya adalah Grinnietha." "Wah, nama yang cantik!" puji Patra cepat. "Tentu saja cantik namanya, tapi begitu sulit diucapkan," sahut Greedy cepat. "Lagipula ekspektasi Ibuku waktu memberiku nama itu terlalu tinggi. Grinnietha. Astaga, menyebutnya saja sudah melelahkan!" "Itu terdengar seperti nama wanita yang imut-imut, berambut panjang, berpipi tirus, memakai rok mini dan berkulit putih. Sedangkan aku kebalikan dari semuanya! Potongan rambut seperti pria, wajah bulat seperti pentol bakso, tubuh melar seperti truk gandeng dan kulit gosong seperti arang. Karena itu, aku geli mendengar nama itu! Panggil aku Greedy saja! Greedy!" imbuh Greedy. Selly tidak berhenti tertawa, sedangkan Patra pun mulai berani tertawa pelan, sebelum Greedy terus menggodanya dan akhirnya tawa Patra pun begitu lepas dan bahagia. Tanpa mereka sadari, Nero yang sedang berkeliling bersama beberapa manager melihat mereka dan langsung menghentikan langkahnya. Nero pun sama sekali tidak bisa mengalihkan tatapannya dari tawa Patra yang begitu lepas. Mengapa? Mengapa Patra masih bisa tertawa walaupun ia sedang ditindas? Sementara Nero yang menindas malah sama sekali tidak bisa tertawa sekarang. Dan mengapa Patra-nya masih terlihat begitu cantik? Bahkan semakin dewasa, wanita itu terlihat semakin cantik. Mengapa jantung Nero masih berdebar seperti dulu melihat Patra-nya? Namun, secepat pikiran itu datang, secepat itu pula sebuah kesadaran menghantamnya keras. "Sial! Mengapa aku harus terus menatapnya seperti ini? Dan sial! Dia bukan Patraku lagi!" geram Nero kesal yang langsung melangkah pergi meninggalkan para managernya begitu saja. **"Oek ... oek ...."Setelah sembilan bulan kehamilan yang luar biasa dengan Oliver yang sedang manja-manjanya, berhasil dilalui oleh Patra, akhirnya lahirlah juga pelengkap kebahagiaan dalam keluarga Nero. Seorang bayi perempuan mungil yang sangat cantik yang dinamai Persia Hadiwijaya. Seluruh anggota keluarga pun bersorak senang menyambut kehadiran anggota baru dalam keluarga mereka itu, terutama Nero yang memang selalu lebay sejak Patra hamil anak kedua. "Lihatlah, Juan! Yang ini sangat mirip denganku! Oh, dia cantik sekali, Juan! Putriku! Putriku!" pekik Nero lebay saat menatap putri cantiknya dari kaca di ruangan inkubator."Sayang, kau lihat kan, Oliver? Itu adikmu! Dia cantik sekali! Besok saat kau besar, kau harus bisa menjaga adikmu, jangan sampai adikmu didekati oleh para pria hidung belang itu, kau mengerti kan?" Nero terus menatap Oliver yang sedang ada dalam gendongannya seolah Oliver mengerti apa maksudnya. Sampai Juan yang berdiri di samping Nero pun tertawa gemas. "D
Menjadi orang tua baru sama sekali bukan hal yang mudah. Nero dan Patra pun banyak belajar dalam satu bulan pertama yang sama sekali tidak mudah. Bayinya menangis dengan kencang di pagi maupun di malam hari dan menyusu dengan begitu kuat. Awalnya Patra kembali mendapat masalah saat ASI-nya tidak mau keluar dan Patra sangat frustasi. "Ternyata seorang wanita itu perjuangannya tidak ada habisnya. Saat baru menikah, wanita akan tertekan kalau belum hamil juga. Saat hamil, wanita juga akan mengalami morning sickness yang menyiksa, ditambah sakit pinggang dan sakit kaki saat perut mulai membesar, ditambah rasa sakit yang luar biasa saat melahirkan.""Kupikir setelah melahirkan, maka perjuangan selesai. Ternyata masalah ASI adalah masalah yang baru lagi. Rasanya sakit sekali karena dia menyedot dengan begitu kencang tapi ASI-nya tidak bisa keluar juga."Patra begitu stres saat awal ia melahirkan. Bukannya bermaksud mengeluh, tapi rasa stres dan frustasi membuat hatinya lelah. Bahkan te
Patra tidak pernah tahu ternyata rasanya hamil sangat nano-nano. Di awal kehamilan, Patra mengalami mual yang sangat parah. Patra lelah, tidak bisa makan, hidung sensitif, dan berat badan berkurang. Namun, saat itulah, ia merasakan kepedulian yang begitu besar dari semua orang. Bahkan, keluarga Axel dan Juan juga menunjukkan kepeduliannya sampai Patra merasa sangat dimanja. Esty, ibu Axel cukup sering datang berkunjung membawakan buah-buahan untuk Patra dan ia begitu antusias dengan kehamilan Patra. "Makan buah baik untuk kehamilan, selain itu nanti kulit bayinya bisa bagus. Ah, Tante ikut senang sekali! Anak-anak Tante belum ada yang menikah, Patra. Tapi Tante sudah merasa seperti akan punya cucu.""Terima kasih, Tante!" "Jangan sungkan, Patra! Kalau kau menginginkan sesuatu, telepon Tante saja! Nanti Tante akan membantu menyiapkannya!" seru Esty antuasias. Bukan hanya Esty, tapi Ruth, ibunya Juan juga ternyata sama antusiasnya. Beberapa kali Ruth datang membawakan makanan samb
Kepercayaan diri Patra melambung setelah berhasil menyempurnakan pernikahan dengan suaminya. Walaupun ia melakukannya setengah sadar di bawah pengaruh obat, tapi keberhasilan membuatnya sangat bahagia. Hubungan keduanya yang sudah mesra pun menjadi makin mesra dan Patra menjadi bersemangat untuk terus mencoba dan mencoba. "Ayo kita lakukan lagi!" seru Patra malam itu. Nero sampai menganga tidak percaya melihat istrinya yang agresif. "Kau yakin, Sayang?""Yakin! Sebentar aku minum obat dulu.""Hei, jangan pakai obat!" "Tapi aku takut tidak bisa, Nero!" "Pelan-pelan, Sayang. Kita akan melakukannya pelan-pelan sampai kau bisa menerimanya secara alami." Nero begitu sabar membimbing Patra. Percobaan pertama, Patra gagal. Percobaan kedua, Patra kembali memakai obat agar bisa memuaskan suaminya. Percobaan ketiga tanpa obat lagi. Mereka terus mencobanya tanpa lelah. Nero terus sabar dan Patra terus menahan dirinya dan mensugesti dirinya. Hingga akhirnya traumanya benar-benar sembuh
"Ah, ini indah sekali, Nero!" Nero mengajak Patra berbulan madu sekaligus mengajak Herdi dan Patrick jalan-jalan keliling dunia. Awalnya, Herdi terus menolak dengan mengatakan ia sudah tidak kuat bepergian, tapi Nero dan Patra memaksanya. Dan di sinilah mereka, berlibur bersama dengan bahagia"Ayo kita foto, Ayah, Patrick!" Patra memeluk Herdi dan Patrick dengan tawa sumringahnya, lalu mereka berfoto bersama. Begitu banyak foto yang mereka ambil dan kenangan itu begitu berharga. "Ah, Ayah sudah tidak kuat jalan! Kalian saja! Jalan berdua saja! Patrick, temani Ayah di sini!" Sekalipun berlibur bersama, tapi sebisa mungkin Herdi dan Patrick memberikan waktu untuk pasangan pengantin baru itu berdua saja. Nero dan Patra pun berjalan bergandengan tangan, sedangkan Patrick menemani Herdi. "Ini namanya bahagia! Ayah bahagia sekali!" "Aku juga, Ayah. Kak Patra akhirnya mendapatkan kebahagiaannya." "Ya, Ayah sangat puas dengan ending ini, puas sekali!" ucap Herdi penuh haru. Patrick
Saat malam pertama pernikahan biasanya diisi dengan hubungan ranjang yang intim, tidak begitu dengan Nero dan Patra. Patra belum siap dan Nero sendiri juga sangat mengerti istrinya. Walaupun Nero sangat menginginkan Patra, tapi mereka punya waktu seumur hidup untuk mencobanya. Trauma tidak akan semudah itu hilang. Sekalipun Patra sudah mencoba terapi dan konsultasi dengan psikolog sebelum menikah, Patra tetap belum siap. "Maafkan aku, Nero!" "Tidak apa, Sayang. Memilikimu bersamaku itu sudah sangat membahagiakan untukku. Kita akan mencobanya pelan-pelan, Sayang. Semua karena aku dan aku janji akan membantumu sembuh." Malam itu, Nero dan Patra berciuman dan berpelukan mesra, menghabiskan malam pertama mereka dengan berbagi cerita, kehangatan pelukan, dan tawa bahagia yang tidak berhenti merekah di wajah keduanya. Beberapa hari setelah pernikahan, akhirnya mereka bisa pulang ke rumah Tante Una, mereka sempat menginap di sana dan berkumpul bersama keluarga Patra.Para anggota kelua