Share

Terjerat Dalam Perangkap Laki-laki Berhati Dingin
Terjerat Dalam Perangkap Laki-laki Berhati Dingin
Penulis: NayNay

Tamu Tidak Diundang

“Aku keberatan dengan pernikahan ini. Karena ….”

Mata Dean melebar saat melihat sosok yang menyusuri lorong aula tempat acara berlangsung. Sosok itu ramping dan berbalut busana dari satin berwarna merah maroon. Gaun itu berdesir mengiringi langkahnya yang mantap. Wajah wanita itu pucat, tapi penuh tekad. Sangat cantik.

Gadis itu Hazel. Kakak kekasih adiknya. Dean pernah bertemu Hazel satu kali. Dean bergerak cepat. Dia membawa gadis itu menjauh sebelum acara sakral hari ini jatuh berantakan.

“Berhenti di sini!”

“Lepaskan tanganku!” bentak Hazel berusaha menepis tangan Dean. Cengkeraman di tangannya terlalu kuat, dia merasa kesulitan saat akan membebaskan dirinya.

Dean bergeming. "Sebaiknya kau ikut aku keluar dari sini sekarang." Dia menarik, lebih tepatnya menyeret Hazel keluar dari gedung itu.

Hazel meronta-ronta, tapi sia-sia. Seolah tubuhnya seringan kapas dan mudah dibawa ke mana-mana.

“Sebaiknya kau diam kalau tidak ingin terluka,” ucap Dean tajam, lalu mengatupkan bibirnya rapat. Dia mencoba membawa Hazel ke tempat parkir dengan susah payah.

Dean mendorong tubuh langsing Hazel masuk ke dalam mobilnya. Dia melangkah cepat masuk ke sisi pengemudi karena khawatir tawanannya bisa kabur dari hadapannya.

"Apa yang kau lakukan? Biarkan aku pergi!" teriak Hazel histeris.

Dean melirik sekilas saat Hazel berusaha membuka pintu mobil. Dia tidak peduli, langsung menginjak pedal gas hingga mobil itu melaju kencang.

"Tidak! Sebelum aku membawamu pergi sejauh mungkin dari sini. Aku tidak ingin kau mempermalukan keluargaku lagi. Terutama adikku." Dean berkata tajam tanpa melihat ke arah lawan bicaranya.

Kemarahan yang dia rasakan sejak tadi sepertinya tidak bisa dia tahan lebih lama lagi. Tepat berada di puncak ubun-ubun kepalanya. Itu karena Hazel.

"Kau akan menyesal telah melakukan ini!" ancam Hazel setengah berteriak.

"Tidak akan. Aku telah melakukan tindakan yang benar. Kalau aku membiarkan dirimu berbuat sesuka hati maka ada kekacauan besar setelah itu. Apa itu keinginanmu?!" balas Dean tidak kalah sengit.

"Kau sama sekali tidak mengerti dengan tindakanmu ini." Hazel geleng-geleng kepala sambil mendengus kesal.

"Adikmu tidak boleh menikah dengan wanita lain." Kedua tangannya terkepal di pangkuan dan buku-buku jarinya memutih semua saat mengucapkan kata-kata itu.

"Duduklah dengan tenang. Atau kau ingin kita celaka?"

Hazel menepuk tangannya keras sambil tertawa sinis. “Hebat. Kau sungguh kakak yang mulia,” sindir Hazel.

“Kau tidak perlu sesinis itu. Kau pasti akan melakukan hal yang sama demi keluargamu,” balas Dean tidak mau kalah.

“Itu lah yang aku lakukan tadi. Demi keluargaku aku harus rela mempermalukan diriku. Apa kau pikir aku mau melakukan tindakan itu tanpa alasan?” Hazel menoleh ke arah Raefal, menatap laki-laki itu tajam.

“Hanya alasan. Tindakanmu yang ingin menggagalkan pernikahan Brian adalah tindakan bodoh dan kekanak-kekanakan.”

Hazel menarik napas panjang. Berbicara dengan laki-laki itu sungguh menguras tenaga serta emosinya. “Aku tidak melakukan itu untukku. Kalau saja kau mau menemui Olivia enam bulan lalu, aku pasti tidak akan berbuat sejauh ini,” bisik Hazel lirih.

Dean membanting setir ke kiri. Mobil yang dia kendarai menimbulkan bunyi decit yang panjang saat dia mencoba menghentikannya. Mobil itu hampir mengenai pohon besar di pinggir jalan.

“Apa maksudmu sebenarnya?" Dia menekan dahinya. Rasanya kepalanya mau pecah.

“Adikku, Olivia. Dia pernah datang ke kantormu. Dia sangat berharap padamu. Sayangnya, dia belum sempat menemuimu karena kau telah menyuruh orang lain untuk mengusir dia seperti sampah,” ucap Hazel getir. Suaranya terdengar sangat bergetar.

Dean mengerutkan keningnya, berusaha mengingat sesuatu. Mungkin saja ada yang terlewat dari pikirannya. Kenyataannya usahanya tidak membuahkan hasil.

"Aku tidak ingat sama sekali. Biasanya asistenku memberi tahu bila aku kedatangan seorang tamu."

“Tentu saja kau tidak mengingatnya. Bagimu Olivia hanya pengganggu ketenanganmu, jadi kau tidak terlalu menggubrisnya," ucap Hazel histeris.

Dean menarik napas panjang. Sepertinya obrolan ini tidak akan selesai dan tidak menemukan titik temunya. Sejak tadi Hazel hanya memutar-mutar ucapannya.

“Dengar! Sebaiknya kau berterus terang. Apa maumu sebenarnya?”

“Aku ingin Brian membatalkan pernikahannya karena Olivia membutuhkan dia sekarang. Saat ini adikku sedang berjuang antara hidup dan mati demi bisa melahirkan anaknya!” ucap Hazel berapi-api.

Dean tercengang di balik roda kemudi. Kata-kata Hazel membuat telinganya berdengung. Rentetan kalimat yang beberapa menit lalu dia dengar benar-benar mengguncang dirinya. Antara percaya dan tidak percaya.

"Katakan itu tidak benar," ucapnya lirih sambil geleng-geleng kepala.

Selama ini Brian tidak pernah menunjukkan bahwa dirinya memiliki kekasih lain. Gadis di depannya pasti berkata bohong. Brian yang dia kenal adalah seorang laki-laki yang baik dan bertanggung jawab.

"Terserah apa katamu. Yang pasti sekarang kau harus membawaku kembali. Olivia sekarang sangat membutuhkan aku," pungkas Hazel.

"Kau bilang adikmu melahirkan bayi Brian. Apakah dia tahu tentang kebenaran ini?" desak Dean. Dia harus mendapatkan jawabannya karena semua ini menyangkut nama baik keluarganya.

Hazel tersenyum sinis. Kalau tidak ingat kondisi Olivia saat ini, mungkin dia akan melayangkan tinjunya ke wajah tampan laki-laki itu. Tapi, dia memilih untuk tidak melakukannya, dan berusaha menahan amarahnya.

"Brian sudah tahu semuanya. Kehamilan Olivia, termasuk resiko yang menyertainya. Olivia gigih mempertahankan bayinya karena ingin tetap bersama Brian. Tapi, kenyataannya Brian tetap meninggalkan dia."

Meskipun sudah terlambat, Hazel masih memiliki setitik harapan agar pernikahan Brian dibatalkan. Demi Olivia, dia rela melakukan apa saja. Termasuk dengan merendahkan harga dirinya.

"Kau pasti berbohong. Aku mengenal adikku dengan baik."

Dean masih kukuh pada pendiriannya. Sebelum mendengar langsung dari adiknya, dia tidak akan mudah percaya begitu saja. Hazel boleh berbicara apa saja, tapi dia tidak mau terperdaya.

Hazel memutar kepalanya. "Apa kau akan terus melindungi adikmu walaupun dia telah melakukan kesalahan yang fatal?" Hazel menatap Dean lurus. "Aku tidak akan berbuat hingga sejauh ini bila tidak tahu kebenarannya."

"Kalau semua yang kau katakan adalah kebohongan, aku akan menuntutmu dan menyeretmu ke penjara."

"Baik, aku sama sekali tidak keberatan. Begitu sebaliknya. Bila Olivia terbukti mengandung anak Brian, aku pastikan semua keluargamu menanggung malu yang amat besar." Hazel berkata dengan nada berapi-api.

"Aku berencana membawa masalah ini ke salah satu portal berita terkemuka. Lihat saja apa yang bisa aku dapatkan dari sana," ancam Hazel. Sama sekali tidak tampak rasa takut di wajahnya.

Dean menarik tangan Abel, mencengkeramnya kuat. “Jangan pernah mencoba mengancamku! Kalau kau tidak ingin menyesal.”

Hazel mendengus, lalu tersenyum masam. “Aku bukan anak kecil yang mudah kau takut-takuti. Lagi pula aku tidak memiliki apa-apa yang bisa kupertaruhkan. Aku hanya ingin memperjuangkan apa yang menjadi hak adikku.”

Dean tidak menyahut. Dia menyalakan mesin mobilnya, kembali memacunya ke jalanan. Dia membawa Hazel ke rumah sakit tempat Olivia dirawat.

***

Hazel berlari seperti orang kesetanan begitu turun dari mobil Dean menuju ruang operasi. Dia harus bergegas. Dia tidak ingin kehilangan adik satu-satunya itu, keluarganya yang masih tersisa.

Seorang dokter laki-laki keluar dari ruang operasi, menghampiri Hazel dengan wajah sayu. Dia menggenggam tangan Hazel sambil menggeleng pelan. Sorot matanya sendu, dan menampakkan kesedihan.

“Maafkan aku. Kami telah berusaha menyelamatkan adikmu, tapi kami tidak mampu berbuat apa-apa. Adikmu meninggal tidak lama usai bayinya lahir.”

"Bagaimana dengan bayinya?" desak Hazel tidak sabaran. Dalam hati masih ada setitik harapan dia tidak kehilangan keduanya.

"Bayinya juga tidak bisa bertahan hidup tidak lama setelah dilahirkan," jawab dokter itu.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status