Home / Romansa / Terjerat Daun Muda / Bab 02 - Om, Masih Hidup?

Share

Bab 02 - Om, Masih Hidup?

Author: Olivia Yoyet
last update Huling Na-update: 2025-03-04 11:14:41

02

Hari berganti hari. Jauhari tengah mengemudi, ketika ponselnya bergetar nyaris tanpa henti. Dia penasaran, tetapi karena sedang mengejar waktu akhirnya Jauhari mengabaikan hal itu. 

Pria berlesung pipi tiba di tempat parkir depan kantor PBK di kawasan Jakarta Selatan. Dia mematikan mesin dan melepaskan sabuk pengaman. Kemudian menyambar ponsel dari dashboard, dan menarik tas kerja di kursi samping kiri. 

Sekian menit terlewati, Jauhari sudah tiba di lantai 3. Dia mengayunkan tungkai keluar dari lift, sembari memandangi puluhan pengawal muda berbagai angkatan, yang tengah di-briefing Yoga Pratama, direktur operasional PBK. 

Jauhari tiba di ujung koridor. Dia mengetuk pintu bercat abu-abu sebanyak 3 kali, kemudian membuka benda itu setelah mendapatkan jawaban dari dalam. 

Jauhari memasuki ruangan. Dia menegakkan badan dan memberi hormat, yang dibalas anggukan Wirya, sang direktur utama PBK. 

"Tumben kamu ke sini pagi-pagi. Aya naon?" tanya Wirya. 

"Mau ngobrol bentar," sahut Jauhari. "Abang lagi sibuk nggak?" tanyanya sembari duduk di kursi dekat meja besar. 

"Lumayan. Kamu tunggu bentar. Aku beresin laporan dulu. Dikit lagi." 

Jauhari mengangguk. Dia mengambil ponsel dari saku kemeja putihnya, lalu mengecek puluhan pesan masuk. Satu nama mengusik rasa penasaran dan Jauhari segera membukanya. 

Avreen : Om, lagi ngapain? 

Avreen : Om, aku ada ngirim pesan 15 menit yang lalu. Kok, belum dibalas? 

Avreen : Om, beneran lagi sibuk, atau memang sengaja nyuekin aku? 

Avreen : Om, ini sudah lewat dari setengah jam. Ngapain, sih? 

Avreen : Astagfirullah. Ini orang, sibuk atau nggak punya paket data? Pesan sudah hampir 1 jam, masih belum dibalas juga! 

Avreen : Hello, Om lesung pipi. Masih hidup, kan? 

Avreen : Ish! Dahlah. Capek aku. Dari tadi dicuekin. Kayak ngomong sama tembok! 

Jauhari tergelak hingga Wirya terkejut. Alih-alih menjelaskan penyebabnya tertawa, pria bercelana biru tua, justru mengencangkan tawanya, karena merasa lucu dengan pesan-pesan yang dikirimkan Avreen.

"Ri, cuci muka sana. Lalu, salat Duha. Biar setan yang nempel ke kamu itu hilang," seloroh Wirya. 

"Sorry, Bang. Aku nggak bisa nahan ketawa. Avreen, lucu banget," terang Jauhari, sesaat setelah tawanya lenyap. 

"Ponakan Pak Sultan?" 

"Iya." 

"Ehm, untung kamu nyebut namanya." Wirya mengambil ponselnya dari meja untuk mencari pesan yang dikirimkan Alvaro.

"Ada apa, Bang?" 

"Komisaris bule, tadi nge-chat aku. Dia minta ada pengawal senior yang ngawal Avreen ke Australia, dua minggu lagi. Kamu aja yang berangkat, Ri." 

"Duh! Yang lain aja, Bang." 

"Sekalian kamu kontrol unit kita di sana." 

"Banim sudah oke buat dilepas ngawal ke luar negeri." 

"Dia dan teman-temannya masih junior. Mereka juga belum paham area. Ada apa-apa, yang repot kita juga. Kamu, kan, sudah cukup hafal wilayah sana. Aku bisa tenang, karena yakin Avreen akan aman bersamamu." 

"Tapi, aku harus dinas ke Guangzhou." 

"Biar Yusuf sama Harun yang berangkat ke sana. Kamu, fokus jaga Avreen." 

"Bang, aku ...." 

"Berani membantah, SP 1 keluar!" 

Jauhari mengusap wajahnya dengan tangan kanan. "Siap," balasnya. 

"Yang semangat, dong!" 

"Siap, Komandan!" 

"Mantap!" 

"Abang tambah sadis. Apa-apa pasti ancamannya langsung SP." 

"Daripada kita diomelin Pak Sultan, lebih baik aku bersikap tegas." 

"Hmm, ya." 

"Tadi, kamu mau ngomong apa?" 

Jauhari tertegun sesaat. "Gara-gara SP, aku jadi lupa mau cerita apa." 

"Lah!" 

"Aku ingat-ingat dulu, Bang." Jauhari berdiri. "Nanti aku balik lagi kalau sudah ingat," tuturnya, sebelum memutar badan dan menjauh, dengan diiringi tatapan penuh tanya sang komandan. 

***

Matahari pagi bergerak cepat menuju siang. Avreen tiba di rumah ibunya, sembari memegangi kipas angin elektrik yang menghadap ke leher. 

Gadis berkulit putih tersebut bergegas menuju dapur untuk membuka kulkas dua pintu. Avreen mengamati deretan botol plastik dan minuman kaleng yang berderet rapi di pintu kiri. Kemudian dia mengambil dua botol teh, sebelum menutup pintu lemari pendingin. 

"Jangan minum air dingin terus, Reen," tukas Winarti yang baru keluar dari kamar utama di dekat ruang tengah.

"Haus dan panas, Bu," kilah Avreen sembari membuka tutup botol. Semenjak kecil, Avreen dan kedua saudaranya sudah terbiasa memanggil Winarti dengan sebutan Ibu. 

"Minum air biasa dulu. Baru yang dingin." 

Avreen tidak menyahut karena sedang sibuk meneguk minumannya. Kala melihat Nuriel memasuki ruang tengah, Avreen mengangkat botol kedua sebagai tanda bila dirinya telah menyiapkan minuman buat sang ajudan.

"Aku mau bikin teh anget aja, Non," ungkap Nuriel, sebelum merunduk untuk menyalami Winarti dengan takzim. 

"Tumben?" tanya Avreen sambil meletakkan botol ke meja pantry. 

"Tiga hari kemarin aku minum yang dingin-dingin terus. Leherku sakit," papar Nuriel sembari berpindah ke sisi kanan pantry. 

"Tuh, kan. Apa Ibu bilang," sela Winarti sambil menyambangi Nuriel. "Ada lemon tea di laci. Itu pas buat sakit tenggorokan," bebernya. 

Nuriel mengangguk patuh. Dia mengambil benda yang dimaksud dan segera membuat minuman hangat. 

"Bang, aku mau juga," pinta Avreen yang telah berpindah duduk ke kursi tinggi. 

"Bikin sendiri. Nggak boleh nyuruh orang yang lebih tua!" tegas Winarti yang menjadikan Avreen meringis, sedangkan Nuriel mengulum senyuman. 

Sultan dan Winarti melatih orang seisi rumah untuk mandiri. Keduanya juga mewajibkan sopan santun diterapkan pada orang yang lebih tua. Meskipun status mereka adalah pegawai. 

Bukan hanya pada Avreen, Pakde dan budenya itu juga menerapkan hal yang sama pada anak-anak serta keponakan mereka. Terutama pada semua cucu, yang diharapkan menjadi penerus kesantunan keluarga Pramudya. 

"Reen, berangkat ke Australia, jadinya tanggal berapa?" tanya Winarti sembari mengecek stok minuman di kulkas. 

"Berangkatnya tanggal 1 Juli. Sore, Bu," terang Avreen. 

"Pengawal senior yang ikut, siapa?" 

Avreen beralih memandangi Nuriel. "Bang, siapa?" tanyanya. 

"Bang Ari," sahut Nuriel sambil berpindah duduk ke kursi ujung kanan. 

"Ihh! Aku nggak mau dikawal Om itu," rajuk Avreen. 

"Beliau pengawas pasukan Pramudya, Non. Jelas Bang Ari yang harus berangkat," jelas Nuriel. 

"Masa kamu manggil Ari dengan Om?" desak Winarti yang telah berdiri dan berganti mengecek buku catatannya. 

"Memang sudah om-om, kan, Bu," sanggah Avreen. 

"Ari itu masih muda. Cuma beda dua tahun di bawah Marley dan Prabu. Lebih tua setahun dari Panglima sama Mahapatih." 

"Dia masang tampang serius terus. Jadi kayak tua." 

"Ya, memang harus begitu, toh. Moso', dia cengengesan terus? Namanya juga lagi kerja." Winarti mengamati sang keponakan yang wajahnya mirip paras adik bungsunya waktu masih muda dulu. "Ari itu cakep. Lesung pipinya itu. Gemas Ibu," lanjutnya yang menyebabkan Nuriel dan Avreen tersenyum. 

"Dia memang cakep, tapi aku lebih suka yang model Bang Hisyam. Manis, tinggi dan gagah. Atau, kayak Bang Zulfi dan Bang Yoga. Lumayan tinggi dan mature. Om Ari, pendek." 

Gelakak Nuriel mengejutkan kedua perempuan tersebut. Sebelum akhirnya Winarti turut terkekeh, sedangkan Avreen mengulum senyuman. 

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Mga Comments (1)
goodnovel comment avatar
Al-rayan Sandi Sya
jangan gitu ren tar kepelet cinta om Ari baru tau
Tignan lahat ng Komento

Pinakabagong kabanata

  • Terjerat Daun Muda    Bab 101

    101Jalinan waktu terus bergulir. Rombongan pengantin baru telah sampai ke Jakarta, Rabu sore. Mereka berpencar untuk menaiki bus dan belasan mobil MPV, yang telah datang untuk menjemput. Avreen menaiki mobil Jauhari, bersama keluarga barunya. Jariz yang menggantikan posisi sopir kantor yang tadi menjemput, menunggu mobil terdepan bergerak terlebih dahulu, kemudian Jariz menyusul.Satu per satu kendaraan itu melaju meninggalkan area bandara. Para sopir tetap mempertahankan posisi masing-masing, agar konvoi tetap tertib. Puluhan menit terlewati, Jariz menekan klakson sebagai tanda berpamitan. Sebab mobil itu dan ketiga mobil di belakang hendak memisahkan diri menuju Bekasi. Pujiyanti menelepon asisten rumah dan memintanya menyiapkan minuman dingin untuk puluhan orang. Kemudian Pujiyanti beralih menghubungi sahabatnya, yang telah menunggu di rumah. Semburat jingga telah menggelap, ketika keempat mobil MPV tiba di depan halaman rumah dua lantai ber-cat gading. Semua penumpang turun.

  • Terjerat Daun Muda    Bab 100

    100Ballroom hotel BPAGK di pusat Kota Malang, Minggu siang itu terlihat ramai. Dekorasi indah bernuansa ungu dan sliver, menjadikan banyak orang terpukau. Fikri dan Rinjani kembali berduet menjadi MC. Keduanya menyebutkan banyak pejabat dan pengusaha di seputar Kota Malang, yang diundang dalam acara tersebut. Petugas khusus berseragam jas abu-abu, mengitari area dan membagikan buku kecil, yang berisikan nama-nama perusahaan bentukan bos PG dan PC. Sekaligus dengan nama semua komisarisnya. Pada acara kuis nanti, pertanyaannya adalah seputar itu. Sebab tidak semua tamu mengetahui nama perusahaan dan para komisaris, tim panitia sengaja membuat kamus kecil tersebut. Hampir 30 menit berselang, perhatian seluruh hadirin mengarah ke pintu utama. Lima bocah laki-laki yang mengenakan tuksedo hitam, dan lima gadis kecil bergaun ungu muda, muncul sambil memegangi keranjang kecil. Arjuna yang menjadi ketua kelonpok bocah, menunggu kode dari Urfan yang menjadi ketua ring tiga. Kemudian Arjuna

  • Terjerat Daun Muda    Bab 99

    99Pesawat carteran yang disewa Tio, tiba di bandara Kota Malang, sore waktu setempat. Aswin yang menjadi ketua rombongan, menjadi orang pertama yang turun dari pesawat. Kedua puluh pengawal muda mengikuti langkah Aswjn menuruni tangga hingga tiba di jalan. Mereka membantu petugas yang tengah mengeluarkan bagasi, dan menyusunnya di mobil khusus. Jaka, Fajar, Salman dan Satrio, mengatur anggota rombongan yang hendak keluar. Sedangkan Hisyam dan rekan-rekannya memastikan tidak ada barang yang tertinggal di semua bagasi kabin. Setelah semua penumpang turun, barulah tim Hisyam keluar dari pesawat. Mereka jalan cepat mengikuti langkah orang-orang yang tengah bergerak ke ruang tunggu. Puluhan menit terlewati, rombongan itu telah berada di beberapa bus dari hotel BPAGK, yang akan menjadi tempat resepsi ngunduh mantu, sekaligus tempat menginap para tamu. Akan tetapi, khusus keluarga Gahyaka dan Pramudya, tidak ikut menginap di hotel. Mereka akan menempati kediaman masing-masing, hingga w

  • Terjerat Daun Muda    Bab 97

    98Pasangan pengantin baru, memasuki restoran yang tengah ramai orang. Wajah keduanya yang semringah, menimbulkan senyuman dari orang-orang yang memahami arti senyuman itu. Jauhari mengajak Avreen ke meja besar yang ditempati keluarga mereka. Jauhari membantu Avreen duduk di kursi antara Mayuree dan Liana. Kemudian dia memutari meja dan duduk di dekat Alvaro serta Yanuar. Pria berparas blasteran menyenggol lengan kiri Jauhari yang tengah mengaduk kopinya. Mereka berbisik-bisik, kemudian Alvaro terkekeh dan mengejutkan yang lainnya. Yanuar dan Marley menggeser kursi mereka mendekati Alvaro serta Jauhari. Yanuar mendesak sang pengantin baru yang hanya cengengesan. "Kamu bikin aku penasaran, Ri," keluh Yanuar. "Nanti kuceritain, Bang. Sekarang, aku mau makan dulu. Lapar," jelas Jauhari. "Pasti ngomongin malam pertama," ledek Marley dengan suara pelan agar tidak terdengar yang lainnya. "Enggak, Mas," kilah Jauhari. "Pipimu blushing." Marley menepuk pelan lengan kanan iparnya. "Nga

  • Terjerat Daun Muda    Bab 97

    97Malam kian larut. Perhelatan akbar usai beberapa saat setelah jam 10. Semua tamu telah pergi. Sementara tim panitia dan keluarga pengantin sudah beristirahat di kamar masing-masing di hotel Janitra. Jauhari dan Avreen baru selesai salat Isya berjemaah, yang dilanjutkan dengan salat sunnah. Jauhari masih duduk bersila di sajadah, sedangkan Avreen bergegas bangkit dan jalan ke pintu. Perempuan bergaun tidur biru, membuka pintu depan president suite. Avreen mengulaskan senyuman, lalu menarik pintu agar terbuka lebih lebar, supaya petugas bisa masuk sambil mendorong troli penuh makanan. Tidak berselang lama, pasangan tersebut telah berada di sofa depan televisi. Avreen sibuk mengunyah potongan kue pengantin, sementara Jauhari menghabiskan dua porsi puding. Tiba-tiba Jauhari tersedak, seusai membaca pesan di grup petinggi PBK new. Dia cepat-cepat mengambil gelas dari meja, dan meneguk minumannya hingga habis. "Kenapa?" tanya Avreen. "Aku diledekin para Abang di grup," jelas Jauhar

  • Terjerat Daun Muda    Bab 96

    96Anjani meneriakjan slogan PBK yang dibalas teman-temannya dengan semangat. Kemudian Anjani mengibarkan bendera berlogo PBK, sebelum bersiap-siap untuk turun. Satu per satu orang turun dari formasi. Kemudian mereka berpindah ke dekat dinding, sambil menunggu tim lainnya muncul. Musik berubah menjadi lagu khas Jawa. Para penari muncul dengan menggunakan kostum berwarna-warni dan dilengkapi dengan selendang. Zivara dan Cyra memimpin di depan. Sementara Edelweiss, Irshava, Fairish dan Malanaya di belakang. Mereka menampilkan tarian khas Jawa dengan gemulai. Lalu perlahan berubah cepat seiring dengan musik yang temponya bertambah. Kelompok pendekar perempuan bergabung dengan rekan-rekan penari. Hadirin bersorak ketika belasan perempuan tersebut berganti menampilkan gerakan silat Jaipong, sambil berpindah posisi ke belakang. Kedelapan pendekar bergeser ke tengah-tengah panggung. Penonton memekik, kala Delany, Sabrina, Kyle dan Laura melakukan salto menyilang. Disusul oleh Wirya, Zul

  • Terjerat Daun Muda    Bab 95

    95Ruang ballroom hotel Janitra di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, malam itu tampak ramai orang. Namun, nyaris tidak ada yang berbincang. Sebab perhatian mereka tertuju pada video pre wedding yang ditayangkan menggunakan proyektor, dan dipantulkan pada dinding bercat hitam di sisi kanan ruangan. Jauhari mengerjap-ngerjapkan matanya, kala melihat potongan video, ketika dirinya memasuki sel khusus di kantor polisi pusat Kota Sydney, untuk pertama kalinya. Berbagai aktivitas sehari-hari yang dilakukan Jauhari bersama Harzan, Chalid, Irham dan Nuriel, tergambar jelas dalam video itu. Jauhari menarik napas dalam-dalam dan mengembuskannya perlahan, ketika video berganti menjadi saat pembacaan vonis hukuman buatnya di pengadilan negeri Kota Sydney. Pria bertuksedo silver tersebut, masih mengingat jelas momen itu. Sentuhan di tangannya menyebabkan Jauhari menoleh ke kiri. Senyuman Avreen dibalas Jauhari dengan hal serupa. Kemudian mereka kembali mengarahkan pandangan ke dinding untuk

  • Terjerat Daun Muda    Bab 94

    94*Grup Iring-iringan Pengantin* Yanuar : Gaes, sudah jalan? Zulfi : Yes. Sedang menuju gerbang kompleks utama. Alvaro : @Zulfi, Wirya ke mana? Zulfi : Dia ikut rombongan motor besar. Dibonceng Hisyam. Alvaro : Banyakkah yang pakai motor?Zulfi : Ya, sekitar 30-an motor. Alvaro : Berarti orangnya 60.Zulfi : Enggak. Yang boncengan cuma Wirya, Hisyam, Zein, Rupert, Dedi, Harwill, Rangga, Cayden, Aditya, Geoff, Harper, Harun, Gilbert, Beni, Paul, Nanang, dan tim Spanyol. Bos PG bawa motor sendirian. Yanuar : @Bakti, siapkan area khusus motor. Bakti : Siap, Komandan! Alvaro : Aku nelepon Yusuf, nggak diangkat. Yoga : Yusuf lagi jadi sopir mobil pengantin. Alvaro : Bukannya itu tugas Yono? Andri : Dia lagi sakit perut. Mobilnya jadi penutup konvoi. Haikal : Yono pasti sakit perut gara-gara sambal bakso kemarin malam. Aswin : Yups. Isi mangkuknya, cabe semua. Mardi : Aku lihat kuahnya, merinding. Jaka : Aku sempat nyobain. Sudahlah pedas, asem pula. Hamid : Yono lagi ngid

  • Terjerat Daun Muda    Bab 93

    93Acara siraman Jauhari berlangsung penuh haru. Hampir semua orang turut menitikkan air mata, kala Ishwar dan Pujiyanti memandikan putra sulung mereka yang tengah terisak-isak. Kedua Nenek Jauhari, dituntun anak masing-masing untuk menyirami sang cucu. Kemudian giliran para Paman dan Bibi yang bergantian memandikan calon pengantin tersebut. Selanjutnya, giliran para tetua dari bos PG dan PC, yang dekat dengan Jauhari. Dimulai dari Sultan, Gustavo, Mediawan, Frederick, Kakek Edmundo, Babeh Aziz, Harsaya Kartawinata, Qianfan Vong, Frans, Finley, dan Ayah Zulfi. Para bos PG yang sangat dekat dengan Jauhari juga mendapatkan kesempatan untuk menyirami sang calon pengantin. Dimulai dari Baskara, Dante, Heru, Benigno, Ivan, Hadrian, Anto, Samudra, Harry, dan Ethan. Dilanjutkan dengan para pengawal lapis satu, yang diwakili Hamid, Haikal, Idris, Ilyas, Rusli, Darma dan Hans. Wirya menjadi pemimpin Power Rangers. Pria berbaju koko putih itu memeluk asisten kesayangannya sembari melafazka

Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status