Masuk“Oh?! Punya muka juga kamu datang ke sini lagi!”
Pagi ini, Seira datang ke kantor untuk mengambil sebagian barang miliknya yang masih tertinggal. Sekalian berpamitan pada rekan kerja yang lumayan akrab. Baru saja ingin menekan tombol lift, suara seseorang yang sangat ia kenali terdengar. Seira membalikan badan. Luna. Mantan sahabatnya itu berdiri dengan pongah di hadapannya. “Kamu nggak malu datang ke sini, setelah apa yang kamu lakuin pada pak Jordy?” Luna berkata seolah semua yang terjadi bukan kesalahan wanita itu. “Memang apa yang aku lakuin?” Seira balik bertanya. “Seharusnya kamu yang malu karena sudah merebut tunanganku!” Luna terdiam. Pandangannya melirik ke sekitar takut ada yang mendengar. “Oh! Tapi aku nggak masalah kamu merebut Jordy. Aku nggak butuh cowok player macam Jordy!” Seira meralat ucapannya, sekarang ia sama sekali tidak peduli dengan si pengkhianat. “Aku nggak ngerebut! Kami saling cinta!” balas Luna tidak mau disalahkan. “Cih! Saling cinta!” Seira geli mendengarnya. “Terserah kamu mau ngomong apa. Kita nggak ada urusan lagi.” Bibir Seira mungkin bisa berucap demikian, tapi sakit hati dan dendam masih membara. Tidak akan puas sebelum membalas. Seira gegas masuk ke dalam lift yang terbuka, meninggalkan Luna yang masih berdiri dengan tatapan memuakkan. Bisik-bisik mulai terdengar ketika Seira menyusuri koridor. Tatapan mencemooh terlihat jelas dari balik meja kubikel. Seira menyadari tapi memilih tidak memperdulikan, tetap berjalan menuju ruangannya. ‘Mereka pasti sudah termakan gosip,’ batin Seira menebak-nebak. Tiba di depan pintu ruangannya, Seira melirik sekilas pintu ruangan lain yang ada di depannya. Ia malas bertemu dengan Jordy. ‘Mending buruan deh! Jangan sampai ketemu playboy sialan itu!’ Kening Seira berkerut. Ia mendapati Katty ada di ruangan ini. “Oh kamu datang?” Katty yang tadinya sibuk, sejenak meninggalkan kegiatannya, lalu berdiri. “Barang-barang milik mu sudah aku bereskan,” ucap Katty seraya menunjukkan dua kardus di sudut ruangan. Seira mengangguk. Ia cukup tahu kalau posisinya saat ini sudah tergantikan oleh Katty. Tanpa banyak kata, Seira mengangkat satu kardus berukuran sedang. Sisanya ia akan meminta tolong pada office boy untuk membantunya. “Tunggu!” cegah Katty. Ia penasaran dengan gosip yang tengah beredar. “Apa berita itu benar? Kamu selingkuh?” Seira menghela kasar. Malas sekali menjawab pertanyaan ini. Mereka sudah pasti tidak akan percaya padanya. “Kurang apa, pak Jordy? Ganteng, kaya, cowok idaman. Kok bisa kamu selingkuh?” Katty tidak puas sebelum mendengar jawaban dari Seira. “Mau tahu?” Seira berbalik menghadap Katty. Katty mengangguk cepat. “Menurut kamu dia nggak kurang apapun, tapi bagi aku, Jordy itu kurang ajar. Jangan termakan gosip. Belum tentu yang kamu dengar itu benar.” Seira sewot saat membalasnya. Kemudian segera pergi. Tepat saat keluar dari ruangan, Jordy baru saja datang menuju ruangannya. Sial! Seira benci melihat wajah itu. “Nggak malu kamu datang ke sini?!” Jordy berjalan mendekat. Tatapan sama seperti yang Luna pancarkan, angkuh dan meremehkan. Seira melengos. Ia bergerak ke samping, ingin melanjutkan langkah kakinya, tapi Jordy ikut bergeser, menghalangi Seira. “Minggir!” “Ck! Nggak usah sok galak!” “Kita nggak ada urusan lagi. Nggak usah ganggu aku!” Ketegangan menguar di sekitarnya. Suara Seira yang terdengar seperti bentakan mampu mengalihkan perhatian staff lain. “Percaya diri sekali kamu! Aku mana sudi ngurusin kehidupan kamu!” sergah Jordy. Jordy menatap Seira dari atas sampai ke bawah. “Aku baru sadar, bodoh banget aku mau bertahan sama kamu selama dua tahun. Cewek cupu, kolot, sama sekali bukan tipeku.” Decakan kesal terdengar. “Memangnya aku mau sama kamu?! Cowok playboy, murahan yang mau tidur sama banyak cewek! Dih amit-amit!” Jordy terkekeh pelan. “Yakin selama ini kamu nggak cinta sama aku?” Seira tidak bisa mengelak. Sebelum kebusukan Jordy terbongkar, Seira akui, ia sangat mencintai Jordy. “Awas! Jangan halangi jalan aku!” Seira mengabaikan pertanyaan Jordy. Ia harus segera pergi dari sini sebelum kepalanya meledak karena marah. “Aku cuma mau ingetin. Kamu, oh bukan kamu saja, tapi keluarga kamu harus balikin semua uang yang sudah kami berikan. Jangan pikir kami kasih dana cuma-cuma. Mengingat perjodohan kita batal, jadi kalian harus balikin modal yang pernah papa berikan.” Jordy menyeringai melihat wajah Seira yang mendadak pucat. “Keluarga kamu itu parasit! Terutama papa kamu yang selalu merepotkan!” “Jaga mulut kamu!” bentak Seira. “Kedua orang tua kita itu partner bisnis. Papaku sama sekali nggak minta bantuan dana cuma-cuma!” “Kamu tahu apa? Kalo nggak percaya, tanya sana sama papa kamu.” Seira mematung. Mengetatkan rahang saking kesalnya. “Aku kasih waktu paling lambat akhir bulan. Kembalikan semua uang yang sudah papaku kasih.” Jordy berlalu begitu saja setelah berhasil mempermalukan Seira untuk kedua kalinya. Di sini, tempat Seira berdiri, banyak pasang mata dan telinga yang menyaksikan Jordy menghina habis-habisan keluarganya. Bisik-bisik kembali terdengar. Seira menatap tajam pada dua wanita yang sedang menertawainya. Seketika keduanya berhenti dan kembali menyibukkan diri. Seira bergegas pergi dari sana. Keinginan untuk membalas pengkhianatan dan penghinaan Jordy makin membara. ‘Tunggu pembalasanku, Jordy!’“Kamu ngapain di sini?” Alexander begitu tenang berjalan melewati Seira. Tidak merasa canggung sedikitpun. Seira mendelik. “Harusnya aku yang tanya kenapa kamu di sini? Ini kan apartemen kakak aku?!” “Aku tamu yang sedang berkunjung,” balas Alexander. Pria itu melangkah ke dapur untuk mengambil air mineral. Seira membalikan badan, niatnya ingin menegur teman kakaknya ini yang seolah menganggap kedatangannya yang mengganggu. Tapi mulutnya langsung membisu, tatapannya terkunci melihat gerakan jakun Alexander, otot lengan yang seksi, turun ke bawah ada empat kotak di perutnya. Damn! Seira menggelengkan kepala untuk mengusir pikiran kotornya. Alexander mengusap bibirnya yang terasa basah. Gerakannya terhenti, diikuti sebelah alisnya terangkat saat mendapati Seira diam mematung. “Mau minum?” “Eh?” Seira gelagapan. Memalukan sekali ketahuan memperhatikan Alexander. Seira melengos, kembali ke sofa. Duduk di sana bermain ponsel untuk menyibukkan diri. Cappucino hangat terlupakan b
“Kamu, Seira?” Alexander yang sedang duduk, berdiri ketika seorang gadis datang menghampiri. Ia bisa menebak kalau gadis yang datang ini adik dari temannya. “Hah?” Seira terkejut, tak menyangka kalau teman Andrew mengenalnya. Alexander tersenyum tipis. “Andrew sering cerita tentang adiknya. Kamu Seira kan, adiknya Andrew?” tanyanya sekali lagi untuk memastikan. Alexander dulu pernah beberapa kali main ke rumah Andrew tapi tidak begitu memperhatikan wajah Seira. Berpapasan hanya sekilas dan tanpa meninggalkan kesan. Seira mengangguk gugup. Tidak dipungkiri, Seira sedikit terpesona pada laki-laki gagah di depannya ini. Benar kata Bibi, dia sangat tampan. “Kopi tanpa gula.” Seira segera mengalihkan pandangan dan menaruh secangkir kopi di atas meja. “Terima kasih,” ucap Alexander sembari duduk kembali. “Kak Andrew sedang mandi, dia bilang suruh tunggu sebentar.” Seira bingung, ia harus duduk menemani atau beranjak pergi meninggalkan Alexander. Alexander hanya mengangguk tanpa ber
“Hutang? Hutang yang mana maksud kamu, Sei?” Suara Andrew terdengar sangat terkejut mendengar pertanyaan dari Seira. “Jordy bilang kalo selama ini papa pinjam modal sama om Darwin. Sekarang Jordy nagih semuanya untuk dikembalikan.” Seira mengadu. Penasaran juga Seira dengan seberapa banyak hutang keluarganya pada keluarga Jordy. “Aku menghubungi papa dan mama tapi mereka masih marah, nggak mau angkat telfon aku. Aku pikir kakak tahu tentang hutang itu,” lanjut Seira. “Nanti aku tanyain ke papa,” ucap Andrew. Sedikit banyak, Andrew memang tahu kalau Darwin pernah memberikan suntikan dana untuk bisnis Benjamin yang mengalami kesulitan, tapi ia pikir mereka melakukan kerjasama yang saling menguntungkan. Seira mengangguk. Ia harus tahu seberapa besar uang yang telah diberikan Darwin. Kalau memang Benjamin berhutang, Seira akan memikirkan cara untuk melunasinya. “Kapan Jordy bilang, Sei? Apa aja yang dia omong?” tanya Andrew mencoba mencari tahu. “Tadi aku ke kantor, ambil ba
“Oh?! Punya muka juga kamu datang ke sini lagi!” Pagi ini, Seira datang ke kantor untuk mengambil sebagian barang miliknya yang masih tertinggal. Sekalian berpamitan pada rekan kerja yang lumayan akrab. Baru saja ingin menekan tombol lift, suara seseorang yang sangat ia kenali terdengar. Seira membalikan badan. Luna. Mantan sahabatnya itu berdiri dengan pongah di hadapannya. “Kamu nggak malu datang ke sini, setelah apa yang kamu lakuin pada pak Jordy?” Luna berkata seolah semua yang terjadi bukan kesalahan wanita itu. “Memang apa yang aku lakuin?” Seira balik bertanya. “Seharusnya kamu yang malu karena sudah merebut tunanganku!” Luna terdiam. Pandangannya melirik ke sekitar takut ada yang mendengar. “Oh! Tapi aku nggak masalah kamu merebut Jordy. Aku nggak butuh cowok player macam Jordy!” Seira meralat ucapannya, sekarang ia sama sekali tidak peduli dengan si pengkhianat. “Aku nggak ngerebut! Kami saling cinta!” balas Luna tidak mau disalahkan. “Cih! Saling cinta!” Seira gel
“Mama sama papa nggak mau ketemu sama aku?” Seira berdiri di depan pintu kamar kedua orang tuanya. Sedari tadi dia mengetuk pintu dan memanggil Benjamin tapi tidak ada jawaban. “Bapak sama ibu pergi, Non,” ucap ART yang datang menghampiri anak majikannya itu. Seira menghela pasrah. ‘Sepertinya mama papa tidak mau bertemu. Mereka lebih pilih pergi entah ke mana.’ “Ya sudah, Bik. Makasih.” Seira beranjak dari sana, memutuskan untuk kembali mengurung diri di kamar. Sejak tuduhan dari Jordy seminggu yang lalu, teman-temannya menganggap Seira wanita murahan. Seira yakin kalau Luna yang sudah menyebarkan gosip tentangnya. Sampai ponsel barunya penuh dengan pesan yang berisi hujatan. “Cih! Awas aja kamu, Luna!” berulang kali Seira mengumpati mantan sahabatnya. Tidak menyangka kalau orang yang dianggap sebagai sahabat oleh Seira, rupanya tega menusuk dari belakang. Padahal, selama ini ia sering membantu Luna jika sedang mendapat kesusahan. “Bodoh banget sih! Kenapa juga aku nggak
“Batal nikah?!”Seira mengangguk mantap di depan 4 pasang mata yang kini memandangnya dengan penasaran. Mereka adalah orang tua dan calon mertuanya.“Iya, Pa! Ma, Om, Tante. Aku mau mengakhiri pertunanganku dengan Jordy.”Seira menegaskan kembali bahwa keputusannya sudah bulat.Hati Seira sudah tidak karuan sejak beberapa hari lalu memergoki Jordy berselingkuh dengan sahabatnya sendiri. Sekarang, Seira memberanikan diri untuk mengungkapkan semuanya.“Ada apa, Nak? Apa alasannya?” tanya Diana dengan dahi berkerut. Bukan hanya calon ibu mertuanya yang penasaran dengan keputusan Seira. Semua yang ada di ruangan ini pun ingin mendengar penjelasan Seira.Seira memang sengaja mengundang mereka datang ke rumahnya, berniat membicarakan hubungan pertunangannya dengan Jordy.“Kalian akan menikah sebentar lagi. Kalau hanya masalah kecil, tolong bicarakan baik-baik,” tambah Irina— ibu Seira.Calon ibu mertuanya ikut mengangguk. “Satu bulan lagi, loh, Sei. Ada apa sebenarnya?”Seira tidak tahu har







