LOGIN“Mama sama papa nggak mau ketemu sama aku?”
Seira berdiri di depan pintu kamar kedua orang tuanya. Sedari tadi dia mengetuk pintu dan memanggil Benjamin tapi tidak ada jawaban. “Bapak sama ibu pergi, Non,” ucap ART yang datang menghampiri anak majikannya itu. Seira menghela pasrah. ‘Sepertinya mama papa tidak mau bertemu. Mereka lebih pilih pergi entah ke mana.’ “Ya sudah, Bik. Makasih.” Seira beranjak dari sana, memutuskan untuk kembali mengurung diri di kamar. Sejak tuduhan dari Jordy seminggu yang lalu, teman-temannya menganggap Seira wanita murahan. Seira yakin kalau Luna yang sudah menyebarkan gosip tentangnya. Sampai ponsel barunya penuh dengan pesan yang berisi hujatan. “Cih! Awas aja kamu, Luna!” berulang kali Seira mengumpati mantan sahabatnya. Tidak menyangka kalau orang yang dianggap sebagai sahabat oleh Seira, rupanya tega menusuk dari belakang. Padahal, selama ini ia sering membantu Luna jika sedang mendapat kesusahan. “Bodoh banget sih! Kenapa juga aku nggak curiga sama mereka?!” menyesal kenapa ia selalu menutup mata melihat kedekatan Luna dan Jordy. “Aku harus balas pengkhianatan mereka!” selain mencari bukti untuk memperbaiki namanya, Seira juga akan balas dendam. Ia tidak mungkin diam saja di permalukan. “Tapi gimana caranya?” Seira beranjak dari kasur. Melangkah menuju cermin. Ia memperhatikan penampilannya. “Apa kurangnya aku?” Seira memutar pelan, melihat lekuk tubuh serta pakaian yang melekat saat ini. Tidak kampungan, pakaiannya juga selalu modis saat bepergian ataupun bekerja. “Ck! Jordy saja yang dasarnya playboy!” Seira kembali merebahkan diri di kasur. Seharian tidak keluar sama sekali. Seira ingat perkataan Jordy yang mengatakan kalau dirinya ini kolot. Tidak mau diajak tidur bersama sehingga berpaling pada Luna. “Apa semua cowok maunya begitu, kalo pacaran?” gumam Seira. Tengah melamun, Seira dikejutkan dengan suara kakak laki-lakinya. Andrew masuk ke kamar tanpa mengetuk pintu lebih dulu. “Ada apa ini, Sei? Papa dan mama bilang kamu sudah mempermalukan mereka di depan keluarga Jordy?” Andrew berdiri menjulang dihadapannya. Tatapannya menusuk. Marah mendengar kabar kelakuan adiknya. Seira yang tadinya sedang rebahan segera bangkit. “Aku bisa jelasin, kak. Semua yang kakak dengar itu nggak bener. Jordy memfitnahku. Dia yang sudah berselingkuh malah menuduhku.” Seira menjelaskan sembari berjalan mendekat. Berharap Andrew percaya padanya. Sebelah alis Andrew terangkat. “Tapi bukti yang mama dan papa—“ Belum juga menyelesaikan kalimatnya, Seira lebih dulu menyela. “Kakak percaya aku ngelakuin hal bodoh itu? Bukti yang papa sama mama lihat itu palsu! Mereka gampang percaya, keburu emosi duluan.” Seira menjelaskan dengan kilatan marah, teringat kembali bagaimana Jordy menyudutkannya saat itu. Seira mendengus lalu berjalan menuju sofa. Duduk disana. Bersiap mencurahkan isi hatinya. “Malam sebelumnya, aku memergoki Jordy dan Luna lagi tidur bersama. Aku sempat merekam mereka tapi Jordy melempar HP aku. Dia malah balik menuduh aku dengan membawa bukti editan.” Andrew mengangguk, dia juga sudah mendengar hal ini dari Irina. Tapi kedua orang tuanya mengira Seira hanya menuduh lantaran tidak ada bukti yang menguatkan. Andrew ikut duduk di samping Seira. “Baguslah kalo nyatanya memang Jordy yang duluan selingkuh. Kamu nggak terjebak dengan cowok brengsek seumur hidup.” “Kakak percaya sama aku?” “Tadinya aku percaya sama papa. Tapi setelah dengar penjelasan kamu, dipikir-pikir juga kamu nggak mungkin jual diri. Buat apa?” Gaya hidup Seira biasa saja, bukan seperti perempuan penggila kemewahan yang membutuhkan uang banyak untuk bersenang-senang. “Makasih kak, sudah percaya sama aku.” Seira menyenderkan kepalanya di bahu Andrew, merasa tidak sendirian lagi, ada yang berpihak padanya. “Terus gimana caranya yakinin mama sama papa kalau aku nggak salah?” “Cari bukti kalau mereka sudah lama menjalin hubungan. Tapi untuk sementara biarin papa tenang dulu biar nggak makin marah sama kamu.” Andrew menyarankan agar Seira tidak terburu-buru untuk meyakinkan Benjamin dan Irina sebelum benar-benar mendapatkan bukti. “Iya, kak.” “Aku akan bantu,” kata Andrew. “HP kamu yang rusak masih ada kan?” tanya Andrew memastikan kalau ponsel yang menyimpan bukti perselingkuhan Jordy masih berada di tangan Seira. “Masih kak.” “Mana? Aku lihat, siapa tau masih bisa di benerin.” Seira beranjak menuju nakas di samping tempat tidur. Membuka laci paling bawah. “Hancur begini emang masih bisa dibenerin?” ucapnya seraya menunjukkan ponsel yang sudah retak parah. Andrew menerima ponsel itu dan memperhatikan layar yang retak, nyaris patah menjadi dua. “Aku coba bawa ke temanku siapa tahu masih bisa nyala lagi,” ucapnya meskipun ragu. Tapi tidak ada salahnya mencoba demi menemukan bukti perselingkuhan Jordy. Seira tersenyum lebar, harapan baru seketika membuatnya semangat lagi. “Iya kak, mudah-mudahan bisa dibenerin. Nama baikku bisa terselamatkan.” “Ya mudah-mudahan,” sahut Andrew. “Kira-kira berapa lama kak? Aku nggak sabar kasih lihat bukti ke papa sama mama.” “Mungkin seminggu, bisa juga lebih.” Kedua mata Seira berbinar, tidak lama lagi ia akan menunjukkan bukti perselingkuhan Jordy dan Luna. ‘Papa, mama, sebentar lagi aku akan membuktikan kalo aku nggak bohong.’“Kamu ngapain di sini?” Alexander begitu tenang berjalan melewati Seira. Tidak merasa canggung sedikitpun. Seira mendelik. “Harusnya aku yang tanya kenapa kamu di sini? Ini kan apartemen kakak aku?!” “Aku tamu yang sedang berkunjung,” balas Alexander. Pria itu melangkah ke dapur untuk mengambil air mineral. Seira membalikan badan, niatnya ingin menegur teman kakaknya ini yang seolah menganggap kedatangannya yang mengganggu. Tapi mulutnya langsung membisu, tatapannya terkunci melihat gerakan jakun Alexander, otot lengan yang seksi, turun ke bawah ada empat kotak di perutnya. Damn! Seira menggelengkan kepala untuk mengusir pikiran kotornya. Alexander mengusap bibirnya yang terasa basah. Gerakannya terhenti, diikuti sebelah alisnya terangkat saat mendapati Seira diam mematung. “Mau minum?” “Eh?” Seira gelagapan. Memalukan sekali ketahuan memperhatikan Alexander. Seira melengos, kembali ke sofa. Duduk di sana bermain ponsel untuk menyibukkan diri. Cappucino hangat terlupakan b
“Kamu, Seira?” Alexander yang sedang duduk, berdiri ketika seorang gadis datang menghampiri. Ia bisa menebak kalau gadis yang datang ini adik dari temannya. “Hah?” Seira terkejut, tak menyangka kalau teman Andrew mengenalnya. Alexander tersenyum tipis. “Andrew sering cerita tentang adiknya. Kamu Seira kan, adiknya Andrew?” tanyanya sekali lagi untuk memastikan. Alexander dulu pernah beberapa kali main ke rumah Andrew tapi tidak begitu memperhatikan wajah Seira. Berpapasan hanya sekilas dan tanpa meninggalkan kesan. Seira mengangguk gugup. Tidak dipungkiri, Seira sedikit terpesona pada laki-laki gagah di depannya ini. Benar kata Bibi, dia sangat tampan. “Kopi tanpa gula.” Seira segera mengalihkan pandangan dan menaruh secangkir kopi di atas meja. “Terima kasih,” ucap Alexander sembari duduk kembali. “Kak Andrew sedang mandi, dia bilang suruh tunggu sebentar.” Seira bingung, ia harus duduk menemani atau beranjak pergi meninggalkan Alexander. Alexander hanya mengangguk tanpa ber
“Hutang? Hutang yang mana maksud kamu, Sei?” Suara Andrew terdengar sangat terkejut mendengar pertanyaan dari Seira. “Jordy bilang kalo selama ini papa pinjam modal sama om Darwin. Sekarang Jordy nagih semuanya untuk dikembalikan.” Seira mengadu. Penasaran juga Seira dengan seberapa banyak hutang keluarganya pada keluarga Jordy. “Aku menghubungi papa dan mama tapi mereka masih marah, nggak mau angkat telfon aku. Aku pikir kakak tahu tentang hutang itu,” lanjut Seira. “Nanti aku tanyain ke papa,” ucap Andrew. Sedikit banyak, Andrew memang tahu kalau Darwin pernah memberikan suntikan dana untuk bisnis Benjamin yang mengalami kesulitan, tapi ia pikir mereka melakukan kerjasama yang saling menguntungkan. Seira mengangguk. Ia harus tahu seberapa besar uang yang telah diberikan Darwin. Kalau memang Benjamin berhutang, Seira akan memikirkan cara untuk melunasinya. “Kapan Jordy bilang, Sei? Apa aja yang dia omong?” tanya Andrew mencoba mencari tahu. “Tadi aku ke kantor, ambil ba
“Oh?! Punya muka juga kamu datang ke sini lagi!” Pagi ini, Seira datang ke kantor untuk mengambil sebagian barang miliknya yang masih tertinggal. Sekalian berpamitan pada rekan kerja yang lumayan akrab. Baru saja ingin menekan tombol lift, suara seseorang yang sangat ia kenali terdengar. Seira membalikan badan. Luna. Mantan sahabatnya itu berdiri dengan pongah di hadapannya. “Kamu nggak malu datang ke sini, setelah apa yang kamu lakuin pada pak Jordy?” Luna berkata seolah semua yang terjadi bukan kesalahan wanita itu. “Memang apa yang aku lakuin?” Seira balik bertanya. “Seharusnya kamu yang malu karena sudah merebut tunanganku!” Luna terdiam. Pandangannya melirik ke sekitar takut ada yang mendengar. “Oh! Tapi aku nggak masalah kamu merebut Jordy. Aku nggak butuh cowok player macam Jordy!” Seira meralat ucapannya, sekarang ia sama sekali tidak peduli dengan si pengkhianat. “Aku nggak ngerebut! Kami saling cinta!” balas Luna tidak mau disalahkan. “Cih! Saling cinta!” Seira gel
“Mama sama papa nggak mau ketemu sama aku?” Seira berdiri di depan pintu kamar kedua orang tuanya. Sedari tadi dia mengetuk pintu dan memanggil Benjamin tapi tidak ada jawaban. “Bapak sama ibu pergi, Non,” ucap ART yang datang menghampiri anak majikannya itu. Seira menghela pasrah. ‘Sepertinya mama papa tidak mau bertemu. Mereka lebih pilih pergi entah ke mana.’ “Ya sudah, Bik. Makasih.” Seira beranjak dari sana, memutuskan untuk kembali mengurung diri di kamar. Sejak tuduhan dari Jordy seminggu yang lalu, teman-temannya menganggap Seira wanita murahan. Seira yakin kalau Luna yang sudah menyebarkan gosip tentangnya. Sampai ponsel barunya penuh dengan pesan yang berisi hujatan. “Cih! Awas aja kamu, Luna!” berulang kali Seira mengumpati mantan sahabatnya. Tidak menyangka kalau orang yang dianggap sebagai sahabat oleh Seira, rupanya tega menusuk dari belakang. Padahal, selama ini ia sering membantu Luna jika sedang mendapat kesusahan. “Bodoh banget sih! Kenapa juga aku nggak
“Batal nikah?!”Seira mengangguk mantap di depan 4 pasang mata yang kini memandangnya dengan penasaran. Mereka adalah orang tua dan calon mertuanya.“Iya, Pa! Ma, Om, Tante. Aku mau mengakhiri pertunanganku dengan Jordy.”Seira menegaskan kembali bahwa keputusannya sudah bulat.Hati Seira sudah tidak karuan sejak beberapa hari lalu memergoki Jordy berselingkuh dengan sahabatnya sendiri. Sekarang, Seira memberanikan diri untuk mengungkapkan semuanya.“Ada apa, Nak? Apa alasannya?” tanya Diana dengan dahi berkerut. Bukan hanya calon ibu mertuanya yang penasaran dengan keputusan Seira. Semua yang ada di ruangan ini pun ingin mendengar penjelasan Seira.Seira memang sengaja mengundang mereka datang ke rumahnya, berniat membicarakan hubungan pertunangannya dengan Jordy.“Kalian akan menikah sebentar lagi. Kalau hanya masalah kecil, tolong bicarakan baik-baik,” tambah Irina— ibu Seira.Calon ibu mertuanya ikut mengangguk. “Satu bulan lagi, loh, Sei. Ada apa sebenarnya?”Seira tidak tahu har







