Share

2. Mimpi Buruk Yang Tak Terduga

"Dia bahkan sudah menandatangani kontrak penyerahanmu di kertas ini!"

Tak ingin melihat isi kertas, serta tak ingin mendengar bualan dari pria yang telah mengambil kesuciannya itu, Lena pun terdiam. Wanita itu hanya bergegas untuk bisa keluar dari ruangan memuakkan ini secepatnya.

Di saat yang sama, kala dirinya sudah berusaha untuk tidak menitikkan air mata, sebuah pesan masuk ke ponselnya. Sebuah pesan dari Vincent masuk, memintanya untuk segera bertemu.

Betapa terkejutnya Lena, saat bertemu dengan pria yang sangat dicintainya, dia justru harus mendengar konfirmasi dari apa yang sudah dia dengar dari Oliver. 

"Kenapa begitu? Hari ini hari pernikahan kita, Vincent... kau sudah berjanji padaku." Suara Lena tercekat di batang lehernya ketika mengatakan kalimat itu karena dia yang berusaha menahan diri untuk tak menangis.

Seumur hidupnya, yang Lena anggap pusat dunianya adalah Vincent, pria yang ia sukai dari sejak mereka masih sama-sama remaja. Lena tak pernah memikirkan hal apapun selain rasa bahagianya tiap bertemu dengan Vincent yang dicintainya dan kebahagiaan itu kian lengkap karena mereka berencana untuk segera menikah.

Hari ini, di hari yang seharusnya jadi paling bahagia karena dia akan menikahi pria pujaannya, pusat dunia Lena justru runtuh dan seketika hancur lebur saat tiba-tiba saja Vincent datang menemuinya untuk sekadar mengatakan kalau pernikahan mereka tak akan pernah terjadi.

Sementara Vincent justru menggelengkan kepalanya kuat-kuat dan menatap Lena dengan tatapan datar. "Aku sebenarnya sudah mengajukan pembatalan pernikahan. Kita tak bisa melakukan pemberkatan, tapi sebaliknya, hari ini aku mohon berjalanlah di altar dengan paman Oliver. Kumohon, Lena... demi aku."

Sebutir air mata pun meleleh membasahi pipi Lena tanpa bisa dia cegah. "Bagaimana bisa kau melakukan hal ini padaku? Di hari pernikahan kita? Kau sungguh keterlaluan. Kau-"

"Aku juga tak punya pilihan!" bentak Vincent tiba-tiba. Kali ini dia menatap Lena dengan frustrasi. "Aku butuh uang agar bisa bebas dari penjara dan hanya Oliver yang berani memberiku nominal uang itu. Lagipula dia menginginkanmu, Lena! Jadi aku memberikanmu padanya agar aku bisa dapat uang yang aku inginkan!"

***

"Tersenyumlah, Lena," perintah Oliver dengan setengah berbisik kala dirinya dan Lena berjalan di Altar untuk melakukan pemberkatan.

Dengan bangga Oliver berjalan di Altar, berbanding terbalik dengan Lena yang terlihat tak nyaman ketika merangkul lengan besar milik Oliver. Tak hanya itu, Lena sepertinya akan jadi satu-satunya pengantin yang berwajah masam di hari pernikahannya. Lebih tepatnya Lena tak pernah menginginkan pernikahan ini!

Lena mendelik muak. "Kau tak punya hak untuk memerintahku."

Tak ingin menyerah begitu saja, Oliver tetap berusaha menghibur wanita yang kini terbalut dress putih dengan serangkai bunga di tangannya. Harus diakui, Oliver benar-benar terkagum dengan kecantikan Lena. Alis tipisnya, bibir kecilnya, serta pinggangnya yang ramping membuat Oliver sadar, bahwa dia seolah baru saja menikah dengan seorang dewi.

"Lena, maaf--" 

Tak sempat pria itu menyelesaikan kalimatnya, wanita itu kini menatapnya tajam. "Jangan bicara padaku."

Mendengar itu, Oliver merasakan darahnya seolah berubah dingin. Pria itu sudah berusaha banyak hal, namun wanita di hadapannya tetap tak memberikan kesempatan padanya.

Tak punya pilihan lain, pria itu kini berbisik dan tersenyum menyeringai. "Lalu, kau mau pernikahan ini hancur dan Vincentmu yang tercinta itu tak akan pernah bisa keluar dari penjara? Kau ingin kekasihmu itu membusuk bersama narapidana lainnya, hm?" 

Sial!

Ancaman itu benar-benar memukul harga diri Lena secara telak. Sehingga pada akhirnya dengan terpaksa Lena pun memasang senyuman tipis di wajahnya.

"Aku tersenyum bukan berarti aku bahagia di hari pernikahan sialan ini. Kau tak boleh terlalu percaya diri, pria tua," cibirnya yang hanya mendapatkan kekehan kecil.

"Terima kasih, tapi pria tua ini akan jadi teman hidupmu untuk jangka waktu selama-lamanya," bisik Oliver sengaja menggoda Lena. Dia tak tersinggung sedikitpun dengan ucapan kasar Lena sebelumnya.

***

Tetes demi tetes air mata membasahi pipi Lena ketika dia mulai mengucap janji pernikahannya. Janji sehidup semati yang ia ingin ucapkan di pernikahannya dengan Vincent, namun nahas, dia malah harus mengucap janji suci itu bersama pria lain yang sangat dibencinya.

"Saya mengambil engkau Oliver Eduardo menjadi suami saya, untuk saling memiliki dan menjaga, dari sekarang sampai selama-lamanya-" Lena menjeda ucapannya sejenak karena tak kuasa menahan tangisnya. Sehingga, dengan terisak-isak, dia pun berusaha mengendalikan dirinya. "Pada waktu susah maupun senang, pada waktu kelimpahan maupun kekurangan, pada waktu sehat maupun sakit, untuk saling mengasihi dan menghargai, sampai maut memisahkan kita."

Lantas tangis Lena pun benar-benar tumpah. Ia bahkan harus sedikit menundukan kepalanya karena sudah benar-benar kehilangan kendali atas dirinya sendiri. Lena tak kuasa menahan kesedihannya.

Pada detik itu pula, dengan cekatan Oliver meraih pinggang Lena dan merengkuh tubuh mungil itu ke dalam pelukannya untuk menghindari tatapan aneh dari orang-orang karena tangis Lena terlalu deras.

"Apa kau sebahagia itu menikah denganku?" Oliver berbisik tepat di telinga Lena untuk kembali menggodanya. Sementara tangannya memeluk dan sesekali mengusap lembut punggung Lena, seolah-olah mereka adalah pasangan normal yang terlalu bahagia di hari pernikahan mereka.

Lena tahu, pria itu hanya mengejeknya. Dan wanita itu jelas sadar, bahwa sentuhan lembut di punggungnya hanyalah sandiwara semata. Tetap berusaha tenang, wanita itu mengutuk Oliver dalam hatinya. "Kau tak seberharga itu untuk aku tangisi, pria bedebah." 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status