Share

Terjerat Gairah Paman Suamiku
Terjerat Gairah Paman Suamiku
Author: Kareniavorg

1. Jebakan

"Paman Oliver, apa yang kau lakukan!" jerit Lena panik sekaligus marah. Dengan susah payah ia berusaha mendorong tubuh Oliver menjauh, tapi perbedaan tenaga yang terlalu jauh, membuat Lena kalah.

Oliver kembali melumat bibirnya dengan sangat kasar dan menuntut. Berulang kali Lena memukul bahu pria itu keras-keras, sembari terus memalingkan wajahnya untuk menolak ciuman itu, tapi pria itu tak memperdulikan pukulan di bahunya, Oliver tetap tak berkutik. Oliver justru mencengkram kedua tangan Lena dan mengunci pergelangan tangan perempuan itu di atas kepalanya, sehingga ia bisa begitu leluasa memperdalam ciuman itu dan semakin membuat Lena merapat ke dinding.

Dengan hilangnya jarak antara dirinya dan Oliver, wanita itu tersadar, bahwa pria yang saat ini sedang mencumbunya mengeluarkan aroma alkohol yang sangat kuat. 

“Oliver! H-Hentikan!” lirih Lena, masih terus berusaha memalingkan wajahnya demi menolak ciuman dari Oliver. 

Bukan ini yang Lena inginkan. Ia datang  ke kamar hotel ini untuk menemui Vincent, calon suaminya, yang mengirim pesan beberapa menit yang lalu demi meminta bertemu. Vincent bilang dia sakit, tapi kenapa justru Oliver yang ada di ruangan ini.

Ciuman kasar itu baru Oliver hentikan saat Lena menggigit bibirnya kuat-kuat, rasa anyir dari darah pun seketika mulai menjalar dan memenuhi mulut Lena. 

“Kau mabuk, Oliver!”

"Aku merindukanmu, dan menginginkanmu, Lena." Oliver mendesis tajam dan semakin menghimpit tubuh Lena dengan sangat rapat. Ia menekan pahanyanya di antara kedua kaki bagian dalam milik Lena.

Sekejap, Lena merasa terganggu dengan apa yang diucapkan Oliver. Rindu? Apa maksud pria itu? Jelas-jelas, keduanya terikat hanya karena Oliver adalah paman dari Vincent, calon suaminya. Tak ada kepentingan apapun diantara mereka berdua sehingga Oliver punya hak untuk mengatakan rindu padanya.

"Aku datang untuk menemui Vincent, bukan dirimu!" 

Ucapan Lena membuat Oliver menyeringai dan tertawa kecil. Jemari dari tangannya yang kekar itu kini menyentuh pipi Lena dengan halus, berbanding terbalik dengan ciuman kasar sebelumnya. 

“Kau sendiri yang masuk ke kamarku, Lena.” 

Darah segar terlihat di permukaan bibirnya yang bengkak. Akan tetapi hal itu tak sekalipun menyurutkan hasrat Oliver untuk kembali melumat bibir Lena, dan mendaratkan jutaan kecupan di wajah cantik itu sekalipun ia selalu mendapatkan penolakan.

"Kumohon, berhenti, Oliver. Kau adalah paman dari calon suamiku. Kau tidak seharusnya berbuat hal seperti ini!” 

Lena menggelinjang. Ia terus berusaha berontak dari segala ciuman dan sentuhan tak bermoral yang Oliver lakukan padanya. Namun, bukan berhenti dan menyudahi segala hal ini, Oliver justru terus memberikan kecupan di leher Lena.

Entah karena Lena yang sudah tak kuasa untuk membalas perbuatan Oliver, atau sisa-sisa alkohol dari mulut Oliver yang masuk ke mulutnya, kecupan di leher sensitif miliknya justru membuat Lena melengkungkan pinggangnya. 

Tiba-tiba, wanita itu mulai merasakan air mata yang mulai berkumpul di pelupuk matanya. Lena frustasi, terlebih ketika tubuhnya membeku dan tak lagi mempunyai tenaga untuk melawan Oliver yang menatapnya dengan buas.

Lena hanya bisa merasakkan hatinya seolah pecah berkeping-keping. Kesucian yang seharusnya diberikan pada Vincent yang dia amat cintai, justru diambil oleh Oliver, paman dari calon suaminya sendiri. Di tengah-tengah batas sadar, wanita itu hanya bisa mendengar bisikan dari Oliver. 

“Sudah seharusnya kau menjadi milikku, bukan dia, Lena.”

***

“Lena, maafkan aku, tapi kita harus bertemu.”

Dering telepon membuat Lena terbangun dari tidurnya. Suara serak dari calon suaminya, beserta ucapan tersebut, seketika membangunkan amarah di sekujur tubuhnya. Vincent tak sadar, bahwa kalimat yang baru saja dia ucapkan, kini membuat Lena menjadi trauma? 

Tak ingin membuat masalah tepat sehari sebelum pernikahannya dengan Vincent, Lena hanya mengiyakan permintaan Vincent, dan dengan langkah yang sedikit tertatih dia segera bergegas masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan diri.

Di dalam bilik kamar mandi, memori-memori aktivitas panas semalam tiba-tiba terlintas di pikirannya datang seperti sebuah anak panah yang melesat dan langsung menancap di dada untuk mengoyak jantungnya. Sembari menitikkan air mata, dengan nelangsa Lena terus menggosok seluruh tubuhnya cukup keras, berharap dengan itu, sisa-sisa yang ditinggalkan Oliver bisa seluruhnya hilang dari tubuhnya. Tak mungkin dia menemui calon suaminya dengan tubuh yang dipenuhi oleh aroma pria lain.

“Brengsek,aku membencimu seumur hidupku, Oliver!” Lena hanya bisa mengutuk Oliver dalam hati dengan amarah yang dipenuhi perasaan putus asa. 

Wanita itu menatap wajah tak bersalah Oliver yang masih terlelap di dalam tidurnya saat dia krluar dari kamar mandi. Karena posisi pria itu yang bertelungkup, dengan tangan yang memeluk bantal, Lena bisa melihat otot kekar Oliver yang bisa menggugah wanita mana pun yang pria itu inginkan. 

Namun, Lena bukanlah wanita murahan yang menginginkan Oliver. Wanita itu justru mengutuk Oliver atas apa yang pria itu lakukan padanya semalam. Tak ingin berlama-lama berada di ruangan yang sama dengan pria yang membuatnya muak, Lena pun bergegas. 

“Mau ke mana?”

Suara bariton dari Oliver, serta tangan sang pria yang menggenggam erat pergelangan tangan Lena, membuat napas Lena seketika tercekat.

"Lepaskan aku!" ucap Lena, berusaha menepis tangan Oliver. Namun apa daya, perbuatannya itu justru membuat Oliver meraih tangan yang lain, sehingga wanita itu tak bisa bergerak. 

“Dengarkan aku dulu, Lena.”

Lena berpikir bahwa pria itu akan menjatuhkannya lagi ke atas ranjang. Namun, di luar ekspektasinya, Oliver meminta Lena untuk duduk. 

"Kau menangis? Maafkan aku. Tadi malam aku benar-benar tak bisa mengendalikan diriku," ucap Oliver menambahkan.

Pria itu hanya bisa menertawakan dirinya dalam hati, merasakan dirinya bagaikan hipokrit. Dia sudah berjanji akan merelakan Lena, namun yang dia lakukan justru mabuk berat, dan berujung melakukan sebuah kesalahan fatal.

Manik Lena seketika membulat, kala menyaksikan Oliver berlutut di hadapannya, dan menatapnya nanar.  

Tak ingin terbuai dengan sikap manipulatif dari Oliver, Lena kembali menepis tangan Oliver yang berusaha menyentuh kelopak matanya yang sembab.

 "Sialan, Oliver! Lepaskan aku! Kau tak bisa dengan lancangnya menahanku seperti ini. Besok adalah hari pernikahanku, dan Vincent tak akan membiarkanmu memperlakukanku seperti ini!"

Seketika, ruangan menjadi hening. Hanya terdengar deru napas dari kedua orang di ruangan hotel itu. Tiba-tiba, tawa kecil yang lebih terdengar seperti ejekan, mengejutkan Lena yang masih terduduk di ujung ranjang.

Tatapan Oliver yang sebelumnya lembut, berubah menjadi dingin. Manik pria itu menggelap, sembari memberikan seringai mencemooh kepada Lena.

"Tak akan ada pernikahan di hari esok, Lena. Pernikahan kalian sudah dibatalkan." 

Ucapan Oliver membuat Lena hanya bisa tertawa kecil. Wanita itu berpikir bahwa pria di hadapannya memang sudah gila. Apakah obsesi kepadanya membuat Oliver mengada-ngada hal yang tidak mungkin?

"Apa maksudmu!? Apa kamu ingin mengatakan Vincent akan meninggalkanku hanya karena dirimu!? Dia mencintaiku! Dia akan--"

"Dia sudah menjualmu!"

Seketika, Lena membeku. Napas wanita itu tercekat, seolah kata-kata yang ingin dikeluarkan sebelumnya tertahan di ujung tenggorokannya.

Tersadar wanita di hadapannya masih menatapnya dengan penuh benci, Oliver mengeluarkan sebuah kertas yang terlipat rapi, dan mengangkatnya, "Tadi malam, dia menjualmu padaku untuk 1 juta dolar!"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status