Share

Bab 03

last update Last Updated: 2024-08-20 19:50:46

"Rasa kopinya kok beda ya? Ini merk-nya baru?"

Nilam kaget. "E— enggak kok Pak. Kopinya sama seperti yang Bapak kasih tadi," terang perempuan cantik itu dengan wajah panik. Ia takut rasa kopi buatannya tidak enak.

"Masa sih?" Jean terlihat sangsi.

"Emangnya kenapa Pak?"

"Soalnya, rasa kopi ini lebih enak dibandingkan sebelumnya. Aromanya juga lebih harum. Makanya aku pikir kopi ini beda merk sama yang sebelumnya."

Nilam mengusap dada lega. Dia pikir, Jean tidak suka dengan kopi yang ia buat. "Duh, Bapak bikin saya kaget aja. Kirain tadi kopinya nggak enak."

Melihat wajah lega Nilam, membuat senyum kecil Jean terkembang. "Sama. Aku juga kaget karena rasa kopinya lebih enak dibandingin pas buat sendiri."

Nilam mengulum senyum. "Makasih Pak."

"Ya udah, kamu lanjutin masaknya."

"Baik Pak. Saya permisi."

Pria dengan bahu kokoh itu melihat Nilam yang berjalan meninggalkan tempat kerjanya. Batinnya menggumam, 'Bahkan, Elisha aja nggak bisa bikin kopi seenak buatannya.'

Jean menggeleng. "Ah, aku aja udah lupa gimana rasa kopi buatannya."

*

"Malem Mas."

Jean menengadahkan kepalanya. Sosok Jean yang tak pernah lepas dari laptop kesayangannya itu, melihat ke arah jam tangannya sebelum melihat ke arah Sang istri.

Sekarang hampir pukul 11 malam. Dan dengan santainya, Elisha baru pulang.

"Kok kamu belum tidur? Nungguin aku ya?" tanya perempuan berkulit putih itu sambil memeluk bahu kokoh suaminya dari belakang.

"Hm. Ya gitu deh," jawab Jena sekenanya.

"Oh iya Mas. Gimana? ART-nya udah sampai ke sini?"

"Udah."

"Udah kamu interview?"

"Udah. Tapi cuma profil dia aja. Yang lainnya nggak aku tanyain."

Elisha menganggukkan kepalanya. "Sekarang dia di mana?"

"Udah tidur mungkin. Kan udah mau tengah malam juga."

Wanita cantik yang masih mengenakan blouse dan rok sepan itu mengerucutkan bibirnya. Padahal banyak petuah yang sudah dia siapkan untuk sang ART baru, agar bisa kerja dengan baik di rumah ini.

Tapi karena memang hari sudah malam, jadi ia tidak bisa menyalakan siapapun. "Kalau gitu, aku ke dalam dulu ya Mas. Mau mandi. Gerah banget soalnya."

"Iya udah sana!"

*

Hampir pukul 12 malam ketika Jean masuk ke kamarnya. Dia baru saja menyelesaikan deadlinenya hari ini dan bermaksud untuk istirahat. Namun saat melihat istrinya sedang terlelap hanya mengenakan gaun tidur, membuat hasratnya sebagai pria jadi tergugah.

Dengan perlahan ia mendekati Elisha. Memeluk pinggulnya dari belakang sambil mengecupi pipi wanita cantik tersebut.

"Sha..." panggil pria tampan itu, dengan suara berbisik. Mencoba untuk membangunkan istrinya. "Sha, bangun dong! Mas pengen nih."

"Besok aja ya Mas, aku— capek banget nih." Elisha menepis tangan Sang suami di pundaknya. Dia benar-benar sangat mengantuk.

"Ayolah Sha, satu ronde aja." Ia berusaha membujuk perempuan itu. Berharap istrinya mau diajak kerja sama.

Namun bukannya mengikuti apa yang ia inginkan, malah suara dengkuran Elisha yang ia dengar.

Haah—

Pria itu mengusap wajahnya dengan gusar. Istrinya benar-benar tidak bisa diandalkan. Padahal mereka sangat jarang untuk bercinta, tapi sekalinya ia ingin, Elisha malah menolak dirinya.

Terpaksa ia harus tidur dengan miliknya yang masih mengeras, walaupun itu tidak membuat Jean merasa nyaman.

***

Seperti biasa pukul 05.00 pagi, Elisha akan bangun dari tidurnya. Ia mengulet. Mencoba merenggangkan otot tubuhnya yang terasa pegal.

Namun ketika pandangan matanya tertuju ke arah sang suami ia jadi ingat satu hal, penolakannya semalam.

Mendadak Elisha dihantui rasa bersalah, sebab ia tidak bisa memuaskan keinginan suaminya dalam hal ranjang.

"Maaf ya, Mas. Kemarin aku udah nolak kamu. Tapi aku beneran capek banget, jadi aku harap kamu bisa ngerti." Elisha mengusap rambut hitam suaminya. Tak lupa memberikan kecupan hangat di dahi sang suami. Sungguh dia jadi merasa berdosa karena hal semalam.

Tapi, sekarang bukan waktu yang tepat untuk merasa menyesal atau apapun itu. Karena ia harus segera mandi, dan bersiap untuk pergi ke kantor karena ada rapat pagi ini.

Begitu ia siap dengan pakaian rapi dan bersih, juga make up dan rambut yang digulung di belakang tengkuk, wanita itu pun keluar dari kamarnya. Bersiap untuk membangunkan Qila.

"Syaqilaaa... Ayo ba—" Elisha tidak sempat melanjutkan ucapannya, karena dibuat kaget oleh kehadiran seorang wanita muda, yang sibuk mengepang rambut anaknya. "Kamu— siapa?"

Perempuan yang tidak lain dan tidak bukan adalah Nilam langsung berdiri dengan sopan, menyambut kedatangan si nyonya besar. "Pagi Nyonya. Perkenalkan saya Nilam."

"Nilam? Ahh—" Elisha baru ingat, jika kemarin ART yang dia pesan di penyalur sudah mulai bekerja di rumahnya. "Maaf aku lupa. Aku pikir kamu siapa tadi."

Nilam tersenyum kecil. "Iya Bu, nggak apa. Kan kita juga baru pertama ketemu."

Elisha menganggukkan kepalanya dan mulai mendekati anaknya. "Pagi Qila."

"Pagi Ma," sambut sang anak dengan wajah sumringah. "Liat Ma, Mbak Nilam ngepang rambut Qila lho. Bagus banget."

Elisha tersenyum bahagia melihat wajah ceria anaknya. "Wah, iya... Anak Mama jadi makin cantik deh."

Bocah berusia 7 tahun itu nyengir lebar. Senang sekali dapat pujian demikian.

"Oh iya. Mama mau bicara ama Mbak Nilam dulu boleh?" tanya Elisha. Yang dibalas dengan anggukan setuju oleh sang anak.

Begitu Qila sudah pergi keluar Nilam langsung mendekati majikannya ini.

"Nilam, sebenarnya kerja kamu di sini nggak banyak kok. Kamu cuma perlu masak ama bersih-bersih aja. Soal Qila, biar saya ama Papanya yang urus."

Nilam hanya menundukkan kepalanya sebagai rasa sopan ketika Elisha berbicara.

"Trus, selama tiga bulan ini, kamu masih dalam masa training. Soalnya saya mau tau gimana kinerja kamu. Nanti kalau training-nya udah selesai dan saya cocok sama pekerjaan kamu, gajinya pasti bakal saya naikkan kok. Gimana? Kamu nggak keberatan kan?"

Nilam menggeleng. "Enggak kok Bu. Saya nggak masalah. Malah ini bisa jadi motivasi buat saya biar kerja lebih bagus, dan Ibu— jadi cocok buat terima saya."

"Tapi, kamu ini masih muda banget lho? Beneran kamu mau kerja kasar kayak gini?"

"Yah, gimana lagi Bu. Nyari kerja jaman sekarang kan susah banget, jadi selagi itu halal, kerjaan apa aja ya bakal saya ambil."

Elisha tersenyum kagum dengan cara berpikir Nilam yang cukup dewasa. "Bagus deh kalau gitu."

"Ya udah, sekarang kamu pergi ke dapur dan sahabat sarapan buat kami ya!" perintah Elisha.

"Mau sarapan apa Bu?"

"Yang simpel aja sih. Nasi goreng juga boleh. Pakai telur mata sapi ya. Telurnya setengah matang untuk Bapak, saya sama Qila minta yang mateng." Elisha menjelaskan semua yang harus Nilam lakukan dalam satu tarikan nafas. "Dan sama satu lagi, moga kamu betah kerja di sini."

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (3)
goodnovel comment avatar
Amirah Chantika
bagus cerita nya aku suka lanjutkan ka
goodnovel comment avatar
Boru Panggoaran Naburju
keren banget
goodnovel comment avatar
HalimahHasan Badjerey
keren banget
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Terjerat Gairah Pembantu Cantik   [S2] Berawal Dari Kerja Sama

    Begitu sampai di sebuah kafe kecil dekat rumah sakit, Dion membukakan pintu untuk Elisha dengan sopan. Mereka memilih duduk di pojokan, sedikit terpisah dari pengunjung lain. Suasana cukup tenang, ditemani alunan musik jazz ringan yang membuat udara pagi terasa lebih santai.Elisha masih terlihat kaku. Sesekali ia mengusap telapak tangan ke celana jeans-nya sendiri, mencoba menyembunyikan kegugupan yang sebenarnya tidak perlu.Tak lama, setelah mereka memesan minuman, Dion langsung masuk ke topik tanpa basa-basi.“Aku ajak kamu ketemuan bukan buat ngobrolin masa lalu,” katanya sambil menatap Elisha langsung. “Bukan juga buat… urusan pribadi.”Elisha mengangguk cepat. “Iya. Aku paham kok.”Dion tersenyum tipis. “Tapi ada satu hal yang aku ingat soal kamu, El.”Elisha mengerutkan kening. “Apa?”“Kamu kan jago masak.”Elisha tertegun. “…hah?”“Aku masih inget tiap ada acara kecil di lapas, kamu yang paling sibuk di dapur. Kadang suka ngasih aku nasi goreng atau cemilan waktu aku keliling

  • Terjerat Gairah Pembantu Cantik   [S2] Digoda Abis-abisan

    Malam itu, suasana ruang makan di rumah Bu Mala terasa lebih hangat dari biasanya. Makanan terhidang rapi di atas meja bundar. Jean duduk di sisi kanan Nilam, sementara Elisha duduk berseberangan. Di sampingnya, Qila sibuk menuangkan sup ke dalam mangkuk sendiri.“Makan yang banyak ya, Qila,” ucap Bu Mala sambil menyendokkan ayam bakar ke piring cucunya. “Biar besok sekolahnya semangat lagi.”“Iya, Oma,” jawab Qila ceria.Beberapa saat makan berlangsung dalam obrolan ringan. Namun mendadak, Qila berhenti mengunyah dan menoleh pada Jean.“Pa… tadi Qila ketemu Om dokter loh.”Jean yang tengah memotong daging, langsung mengerutkan kening. “Dokter? Maksudnya siapa?”Nilam refleks melirik Elisha sekilas, sementara Elisha langsung berhenti makan, nyaris tersedak saking paniknya.“Om Dion!” jawab Qila polos. “Dokter Dion!”Jean menatap kosong. “Siapa?”“Dokter di rumah sakit tadi. Yang bantu Mama Nilam sama Mama Elisha. Omnya baik banget! Kasih Qila roti. Terus dia temennya Mama Elisha.”Nil

  • Terjerat Gairah Pembantu Cantik   Cocok Ama Pak Dokter

    "Om tadi kayaknya suka sama Mama deh."Elisha nyaris tersedak ludah sendiri saat mendengar kalimat polos namun menohok dari mulut Qila.“A-apa?!” Elisha membelalak, hampir tersedak. “Kamu ngomong apa barusan?”Qila hanya nyengir santai. “Aku bilang… Om dokter tadi kayaknya suka sama Mama.”Elisha langsung menggeleng kuat-kuat, pipinya memerah. “Qila! Jangan ngomong aneh-aneh. Dari mana kamu bisa mikir begitu? Kamu kan masih kecil.”“Ya dari cara dia liat Mama tadi. Kan keliatan banget. Beda. Kayak… hmm, Papa kalau liat Mama Nilam,” jelas Qila polos.Elisha terdiam sejenak, mencoba mengatur napas. “Qila… Om Dion itu cuma teman Mama. Teman lama. Udah gitu aja. Lagian dia dokter.”“Dokter kan keren Ma!"Elisha memutar bola matanya. “Ya Tuhan, anak ini... Udah ya jangan aneh-aneh!"Qila tertawa puas. Ia tahu komentarnya berhasil membuat Mamanya salah tingkah.Namun belum sempat Elisha membalas, langkah kaki terdengar mendekat.“Elisha! Emm... Qila..."Suara lembut yang familiar membuat El

  • Terjerat Gairah Pembantu Cantik   [S2] Bertemu Lagi

    Nilam sudah menunggu di lobby saat ia melihat Elisha keluar dari kursi kemudi sambil tersenyum lebar, dan dari pintu sebelah, muncul sosok remaja perempuan dengan ransel di punggungnya.“Qila?” gumam Nilam, terkejut.Begitu gerbang dibuka, Qila langsung berlari kecil masuk dan memeluk Nilam erat. “Mama Nilam! Surprise!”Nilam tertawa kecil, meski harus menahan nyeri di perutnya. “Ya ampun, kamu beneran bolos? Kirain tadi cuma bercanda?”“Cuma hari ini kok aja kok, Ma,” jawab Qila santai. “Aku udah bilang ke sekolah, katanya bisa diganti tugas. Aku pokoknya mau ikut nemenin Mama hari ini. Titik.”Elisha yang menyusul dari belakang cuma geleng-geleng sambil tersenyum pasrah. “Jangan salahin aku ya, dia yang maksa ikut. Katanya kamu butuh di semangatin.”Nilam mengangguk, matanya menghangat. “Makasih, kalian berdua.”Tak lama kemudian, Elisha membantu Nilam masuk ke dalam mobil. Walaupun sudah bisa jalan, Nilam masih belum boleh banyak bergerak. Makanya dia masih harus memakai kursi roda

  • Terjerat Gairah Pembantu Cantik   Hidup Tenang

    Setelah mengantar Bu Sinta pulang bersama petugas rumah tahanan, Jean menyetir sendirian di bawah langit yang masih kelabu. Hujan belum turun, tapi awan menggantung seperti menunggu waktu. Perjalanan ke rumah mertuanya ia tempuh dalam diam. Pikiran masih berat, tapi setidaknya, satu babak kelam dalam hidupnya dan Nilam sudah benar-benar selesai hari ini.Mobil berhenti di depan rumah bergaya modern milik Bu Mala. Jean segera turun dan mengetuk pelan pintu depan. Tak lama, pintu dibuka.“Jean...” Bu Mala langsung menyambutnya. Raut wajahnya cemas. “Gimana, Nak? Gimana di sana?”Di belakangnya, Nilam sudah duduk di sofa ruang tamu, menatap ke arah suaminya dengan sorot mata tak sabar.Jean masuk, melepas jaket dan duduk di samping Nilam. Tangannya menggenggam jemari istrinya, lalu mengangguk pelan ke arah ibu mertuanya.“Benar, Ma. Dikta... bunuh diri. Gantung diri di selnya tadi pagi.”Suasana di dalam rumah langsung hening. Bu Mala menutup mulutnya dengan tangan, terkejut, sementara N

  • Terjerat Gairah Pembantu Cantik   [S2] Ada Apa Dengan Dikta?

    "Kenapa kak? Ada apa sama Dikta?"Jean memasang ekspresi serius sebelum menjawab, “Dia… bunuh diri, Nilam.”Ruangan itu langsung terasa sunyi. Waktu seolah berhenti. Cangkir di tangan Nilam nyaris terlepas, namun Jean dengan cepat menangkapnya dan meletakkannya ke meja. Mata Nilam membelalak, tubuhnya menegang.“A-a… apa?” bisiknya nyaris tak terdengar.Jean mengangguk pelan, masih dengan sorot mata berat. “Dikta… ditemukan tewas gantung diri di selnya tadi pagi."Nilam masih tak bisa berkata-kata. Pikirannya kosong, tubuhnya bergetar halus. Seberapa pun besarnya luka yang pernah ditorehkan Dikta di hidupnya, kabar kematian—apalagi dengan cara seperti itu—tetaplah mengejutkan dan mengguncang.Jean jongkok di hadapan istrinya, menggenggam tangannya. “Aku harus ke rumah tahanan, pastiin semuanya. Aku harus lihat langsung jasadnya, Nilam. Aku gak bisa duduk manis nunggu kabar.”“Aku mau ikut," Suara Nilam pelan, tapi tegas.Jean buru-buru menggeleng. “Gak usah, Sayang. Kamu kan juga baru

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status