"Tidak apa-apa," sahut Saskia sambil membuang muka.
Alvaro menatap Saskia selama beberapa saat, lalu sibuk dengan ponselnya.Keduanya sampai di sebuah rumah mewah yang sama besarnya dengan rumah Alvaro. Alvaro berbincang-bincang dengan beberapa koleganya. Saskia yang berdiri di sisi suaminya lama kelamaan merasa jenuh. Dia melihat para tamu mengambil makanan. Perutnya lapar.Saskia mendongak pada lelaki jangkung di sebelahnya yang masih asyik berbincang. Namun Alvaro tidak menyadari gerakannya.'Bagaimana ini? Tadi dia bilang aku tidak boleh jauh darinya, tapi dia malah asyik sendiri,' gerutu Saskia dalam hati.Kakinya yang tidak terbiasa memakai heels mulai terasa sakit. Tubuhnya pun mulai merasa meriang karena waktu makannya sudah lewat."Aku akan ke toilet," bisik Saskia pada Alvaro. Alvaro mengangguk tanpa menoleh.Setelah keluar dari toilet, Saskia melihat sekeliling. Ada sebuah sofa panjang di sudut ruangan. Saskia menuju ke sofa itu. Dia ingin mengistirahatkan kakinya yang sakit.Saskia duduk sambil menunduk. Dipijitnya betisnya yang terasa kaku."Baru kali ini saya melihat Anda." Satu suara terdengar.Saskia mendongak. Seorang pria tampan berdiri di hadapannya sambil tersenyum hangat. Dia membawa dua gelas minuman dan menyodorkan satu gelas kepada Saskia"Jordan." Lelaki itu mengulurkan tangan. Saskia menyambutnya karena tak ingin orang menganggap istri Alvaro adalah orang sombong."Saskia."Jordan duduk di sebelah Saskia, lalu mereka mengobrol. Jordan ramah dan banyak bicara, membuat Saskia sedikit lupa pada rasa lapar dan sakit di kakinya."Siapa dia?" Seorang wanita seksi bergaun merah datang dan menggelayut di lengan Jordan. Dia menatap Saskia dengan wajah tak suka."Saskia.""Felice.""Dia istri Alvaro," kata Jordan."Oh, kamu yang berselingkuh di Paris? Baik sekali Alvaro mau menikahimu." Nada Felice terdengar sinis.Saskia terkejut dan terdiam mendengar tuduhan itu. Alvaro tidak pernah menceritakannya. Namun sebenarnya, selama pernikahan mereka memang Saskia yang lebih banyak berbicara."Bukan dia," kata Jordan. "Itu San...""Rupanya kamu disini." Terdengar suara bariton dari hadapan mereka.Ketiganya bangkit dari sofa ketika melihat Alvaro berdiri dengan tatapan tajam kepada Saskia. Saskia menghela napas, bingung kenapa Alvaro nampak kesal."Alvaro. Lama tidak bertemu. Bagaimana kabar Kakek Orlando?" Jordan bertanya dengan senyum lebar."Kakek sehat dan bahagia," sahut Alvaro datar. Dia menoleh kepada Saskia. "Ayo pulang.""Kamu mau pulang? Saskia belum makan." Jordan terkekeh. Felice di sebelahnya tersenyum masam. Sepertinya wanita itu tidak suka dengan Jordan yang menunjukkan perhatian lebih kepada Saskia."Tak perlu sok perhatian pada istriku. Urus saja pacarmu," tukas Alvaro, kali ini nadanya kesal."Suami yang baik seharusnya memperhatikan apa istrinya sudah makan atau belum," komentar Jordan santai, tak terpengaruh oleh sikap ketus Alvaro.Alvaro tak merespon. Digamitnya tangan Saskia meninggalkan Jordan dan Felice."Kamu mau makan?" tanya Alvaro. Rupanya dia baru menyadari kalau sudah berjam-jam asyik sendiri dengan para koleganya. Para tamu yang lain sudah selesai makan dan sekarang waktunya pulang."Aku ingin pulang," jawab Saskia lemah. Saskia kelaparan dan tidak enak badan. Dia ingin semangkuk mie instan rebus."Baik."Keduanya masuk ke mobil. Jam menunjukkan hampir pukul dua belas malam."Lain kali kamu tidak boleh meninggalkan aku lama-lama seperti tadi. Itu sangat tidak sopan," tegur Alvaro. "Aku meneleponmu berulang kali, tapi kamu tidak menjawab.""Maaf, ponselku di tas. Aku tidak dengar," gumam Saskia pelan.Alvaro diam sejenak."Kenapa denganmu? Kamu pucat." Alvaro mengulurkan tangan menyentuh dahi Saskia yang berkeringat dingin."Tidak apa-apa," sahut Saskia lalu memejamkan mata karena rasa pusing yang menderanya."Kamu sakit karena terlambat makan? Seharusnya kamu bilang padaku kalau lapar. Kamu kenapa? Ma!"Sayup-sayup Saskia mendengar suara Alvaro dan merasa lelaki itu mengguncang tubuhnya sebelum Saskia kehilangan kesadaran.Saskia terbangun dengan tenggorokan kering dan kepala yang sangat pusing. Dilihatnya Alvaro tidur di sofanya. Saskia meraba bajunya yang terasa nyaman. Ternyata pakaiannya sudah diganti dengan daster yang longgar. Siapa yang melakukannya? Apa Alvaro?Saskia beranjak hendak turun dari ranjang, namun malah terjatuh.Bruk!Suara itu membangunkan Alvaro. Dia segera menghampiri Saskia dan membawanya kembali ke ranjang. Disodorkannya segelas air." Kamu mau makan apa? Tadi ada dokter yang memeriksamu, katanya kamu kelelahan dan dehidrasi. Maaf aku tidak ingat kalau kamu belum makan di pesta itu." Alvaro menatap Saskia dengan tulus. Lelaki itu merasa bersalah karena mengabaikan istrinya.'Jordan benar. Aku egois,' pikir Alvaro, teringat pada apa yang pernah dikatakan Jordan."Tidak apa-apa. Aku akan membuat mie rebus," sahut Saskia lemah."Hmm ... sebenarnya itu bukan makanan yang baik untuk saat ini, namun jika itu yang kau inginkan, aku akan membuatnya. Tunggu disini sebentar."Alvaro pergi sebelum Saskia sempat menjawab. Tak sampai sepuluh menit dia sudah kembali dengan semangkuk mie instant rebus. Disuapinya Saskia dengan sabar. Diminumkannya obat yang ditinggalkan oleh dokter.Setelah selesai makan, Saskia malah merasa mual. Alvaro memperhatikannya dengan cemas."Huek!"Saskia berlari ke kamar mandi dan memuntahkan sebagian besar mie yang masuk ke wastafel yang ada di dalam kamar mandi."Ma! Kamu kenapa?" Alvaro menggedor pintu kamar mandiDengan lemas Saskia membuka pintu kamar mandi. Kakinya gemetar dan wajahnya pucat pasi. Dia berpegangan pada ambang pintu.Alvaro berdiri di depan pintu. Dengan segera Alvaro menggendong Saskia kembali ke ranjang."Kupanggilkan dokter lagi, ya?" Alvaro menawarkan sambil menyelimuti tubuh Saskia."Tidak, aku cuma kedinginan," sahut Saskia. Tubuhnya menggigil.Alvaro menelepon dokter yang tadi merawat Saskia. Setelah berbicara beberapa saat, ditutupnya ponsel lalu menatap Saskia dengan bimbang.Alvaro mendekat dan naik ke atas ranjang."Apa yang kau lakukan?" tanya Saskia lemah."Menghangatkanmu," jawab Alvaro. Diletakkannya kepala Saskia di lengannya, lalu direngkuhnya tubuh indah Saskia ke dalam pelukannya.Saskia merasa hangat. Pipinya memerah. Wajah Saskia menempel pada dada bidang Alvaro. Saskia bisa mendengar irama detak jantung Alvaro. Suaranya menenangkan, Saskia menyukainya.Tanpa sadar Saskia balas memeluk Alvaro dengan erat dan segera tertidur lagi dalam kehangatan tubuh Alvaro.Saskia terbangun ketika adzan Subuh berkumandang. Alvaro masih mendekapnya. Wajah Saskia kembali memerah mengingat mereka tidur berpelukan semalaman.Saskia mendongak dan sangat terkejut melihat Alvaro sudah bangun. Alvaro berbaring diam, matanya menatap Saskia dengan sendu. Keduanya bertukar pandang beberapa saat lalu Saskia kembali menyusupkan wajahnya di dada Alvaro karena merasa malu. Saskia ingin menarik tangannya yang masih memeluk Alvaro, namun merasa takut Alvaro akan tersinggung."Apa kamu sudah baikan?" tanya Alvaro."Sudah. Pusingku berkurang," jawab Saskia. "Terimakasih sudah menemaniku semalam.""Aku suamimu. Tidak perlu berterimakasih." Entah sengaja atau tidak, tangan Alvaro membelai rambut Saskia saat lelaki itu bangkit dari tempat tidur. Saskia semakin salah tingkah.Saskia menghabiskan waktu seharian di kamar. Menjelang sore hari, tubuhnya berkeringat banyak dan merasa lebih baik. Maka Saskia memutuskan untuk mandi"Bagaimana keadaanmu?" tanya Alvaro malam itu. Dia pulang terlambat, katanya ada rapat."Baik," jawab Saskia, merasa hangat dengan perhatian Alvaro. Biasanya lelaki itu tidak pernah menanyakan keadaannya ketika pulang ke rumah."Syukurlah." Alvaro berkata sambil masuk ke kamar mandi. Tak lama kemudian dia keluar hanya mengenakan celana pendek dengan rambut yang basah. Penampilannya sangat segar dan hot.Baru kali itu Saskia melihat tubuh Alvaro tanpa pakaian. Saskia mendegut ludah, jantungnya berdebar lebih cepat melihat tubuh proporsional Alvaro. Dada bidang dengan perut kotak-kotak tanpa lemak yang menempel. Saskia ingat dengan jelas betapa nyamannya dada itu saat dia tertidur di pelukan Alvaro."Untuk seterusnya aku akan tidur di ranjang," kata Alvaro. Matanya menatap Saskia lekat."Haa? Kita akan satu ranjang? Kenapa?" Saskia menjengit. Digesernya tubuhnya menempel ke sandaran ranjang karena merasa ada yang aneh dengan tatapan Alvaro. "Aku suamimu, kenapa tidak boleh tidur denganmu?" Alvaro balik bertanya dengan nada tak bersalah. Lelaki itu berbaring di sebelah Saskia. Saskia tak bisa membantahnya. Secara hukum agama dan negara, Alvaro berhak atas Saskia Saskia merebahkan diri dan memunggunginya, dengan harapan Alvaro segera tidur. Saskia berusaha memejamkan mata namun tidak bisa. Saskia merasa punggungnya dipandangi oleh Alvaro. Saskia memindahkan guling yang tadinya dipeluknya lalu memposisikan guling itu di antara dia dan Alvaro. Namun itu tak ada gunanya. Guling itu langsung dilempar Alvaro ke lantai. "Kita tak butuh guling," bisik Alvaro serak di telinga Saskia. Saskia kembali menjengit. Dia tak tahu sejak kapan Alvaro sedekat itu dengannya. Hembusan napas Alvaro membuat bulu kuduk Saskia meremang. Alvaro menempelkan tubuhnya pada Saskia. Saskia mera
Alvaro menghentikan gerakannya. Lelaki itu menghela napas beberapa kali dengan mata terpejam.Saskia menatap wajah tampan suaminya. Saskia tahu, Alvaro kecewa karena dia bukanlah yang pertama menyentuh Saskia. Empat tahun yang lalu, Andry telah melakukannya. Pikiran Saskia melayang, teringat pada malam dia menyerahkan diri seutuhnya pada Andry atas nama cinta dan sebuah janji pernikahan.Mata Saskia mengerjap, sudut matanya basah. Tangannya yang semula memegang lengan Alvaro perlahan luruh. Saskia merasa kotor dan tidak pantas menyentuh sosok tampan itu.Alvaro yang merasakan gerakan Saskia menjadi tersadar dari pikirannya sendiri. Alvaro membuka mata lalu memaksakan satu senyum kecil. Walaupun dia berusaha tak menampakkan emosi, namun Saskia bisa melihat jelas kekecewaan membayang di mata Alvaro. Alvaro menuntaskan hasratnya di luar. Setelah selesai, dia bangkit dan berkata,"Mulai besok kamu harus minum pil agar tidak hamil."Saskia mengangguk pasrah. Mungkin Alvaro tidak ingin me
Alvaro menghembuskan napas kasar. Bunyi ban berdecit nyaring bersamaan dengan Alvaro menepikan mobil yang sedang dikemudikannya.Alvaro mengambil napas dalam beberapa kali sebelum menjawab Orlando.["Aku ada perlu sebentar, Kek. Beri aku waktu beberapa jam. Aku sudah cukup dewasa untuk mengatasi semua permasalahanku. " ][ "Baik. Kamu pewaris Bintang Terang Group. Jangan bertingkah kekanak-kanakan." ]Orlando memutuskan sambungan. Alvaro diam dan berpikir.'Kenapa Kakek berkata seperti itu? Apa Saskia yang mengadu? Keterlaluan!'Alvaro berbicara sendiri. Dalam hatinya mulai muncul rasa tidak suka terhadap Saskia.Alvaro lupa, Orlando mempunyai intuisi yang tajam dalam menganalisa situasi. Orlando melihat rambut Saskia basah di pagi hari. Itu sesuatu yang baru, namun tidak hanya rambutnya yang basah melainkan matanya juga. Lalu Alvaro pergi begitu saja tanpa alasan yang jelas. Semua itu cukup bagi Orlando untuk mengetahui ada yang tidak beres di antara keduanya. Alvaro melanjutkan pe
Alvaro tiba di rumahnya beberapa menit sebelum waktu makan malam. Mereka makan di jam yang sama setiap harinya. Itu merupakan kebiasaan yang telah dipupuk oleh Orlando sejak kecil. Kedisiplinan dan kerja keras yang mengantar Orlando pada kesuksesan, berdampak pula pada hal yang terlihat remeh seperti jam makan.Alvaro melihat Saskia sedang berbincang dengan Orlando di sofa sambil menonton film di televisi super besar yang ada di ruangan itu. Keduanya menoleh saat Alvaro tiba. Saskia mendekat dan mencium punggung tangan suaminya tanpa berbicara."Kamu dari mana?" tanya Orlando. Alvaro menghembuskan napas lalu duduk di hadapan sang kakek.Saskia yang merasa tidak enak hati, berdiri untuk menghindar."Cucu mantu! Tetaplah di kursimu. Kamu sekarang istrinya Alvaro, tak ada lagi rahasia di antara kalian," titah Orlando tegas.Saskia mengurungkan langkah, kembali duduk di sebelah Orlando. Di seberang meja, Alvaro meliriknya dengan wajah tenang dan dingin seperti biasanya."Aku dari panti a
Seorang lelaki tampan dan gagah keluar dari bandara internasional Soekarno Hatta bersama dengan sahabatnya."Aaahh ... Indonesia! Setelah empat tahun, aku bisa kembali!" Sang lelaki menghirup napas dalam. Walaupun yang dia hirup adalah pekatnya udara ibukota yang tidak segar namun baginya udara itu menyejukkannya. Langit malam menyamarkan kabut asap yang menggantung di udara."Sekarang kau hendak kemana?" tanya Roni."Aku akan mengunjungi gadisku dulu, lalu besok aku ke tempat ibuku. Kamu mau ikut?" Lelaki itu balas bertanya."Lain waktu, Rue. Aku akan ke rumah pamanku. Kami sudah hampir 10 tahun tidak bertemu. Nanti aku share lokasi kalau sudah sampai. Bilang saja padaku kalau kamu memerlukan apapun." Roni menepuk bahu kokoh sahabatnya. Pekerjaan mereka sebagai penangkap kepiting di tengah terjangan ombak dan badai laut Utara membuat tubuh mereka terpahat dengan sempurna. Perut sixpack dengan dada bidang dan lemak minimal. Kulit mereka kuning langsat karena tidak terkena panas matah
["Haaahh?"]Tangan Saskia gemetar hebat, wajah cantiknya memutih. Ponsel yang sedang digenggamnya lolos dari tangannya., terjatuh, membentur lantai dan mati.'Andry? Benarkah? Atau Ibu sedang ngeprank aku? Atau aku bermimpi?' batin Saskia dengan pandangan kosong.Orlando dan Wiji bertukar pandang."Nyonya? Nyonya kenapa?" Suara Wiji menyadarkan Saskia dari lamunannya."Aku harus ke rumah Ibu. Ada sesuatu yang harus kukerjakan. Assalamu'alaikum," pamit Saskia sambil mencium punggung tangan Orlando lalu berlari keluar rumah begitu saja."Nyonya, ponselnya ketinggalan!" seru Wiji. Pemuda itu hendak berlari mengejar Saskia sambil membawakan ponselnya, akan tetapi Orlando menahan gerakannya. Lelaki tua itu menggelengkan kepala. Intuisi dan pengalaman hidupnya telah mengajarkan banyak hal."Telepon Alvaro," perintah Orlando kepada Wiji.Saskia segera menyuruh supirnya untuk membawanya ke rumah ibunya. Sepanjang perjalanan Saskia meremas jari-jarinya sendiri. Saskia gugup dan bingung. Apa ya
Andry mengemudikan mobil dengan ugal-ugalan. Beberapa kali Saskia menahan napas saat mobil yang mereka kendarai hampir menyerempet kendaraan lain. Riuh klakson mobil yang hampir diserempet Andry memekakkan telinga. Beberapa pengendara motor mengacungkan kepalan tangan ke arah mobil yang dikemudikan Andry."Kenapa kamu mengemudi secepat ini? Bagaimana kalau kita celaka?" Saskia memberanikan diri bertanya pada lelaki yang sedang marah itu. "Lebih baik kita mati berdua daripada tidak bisa bersama!" tukas Andry garang."Astaghfirullah Andry, hilangkan pikiran gila itu! Kamu tak ingin melihatku lebih lama? Kamu ingin kita segera berpisah lagi?!" seru Saskia dengan rasa takut yang menjalari tubuhnya. Jika Andry nekat dan menabrakkan mobil, Ibunya pasti akan sedih sekali kehilangan putri satu-satunya semuda ini.Andry menoleh. Wajahnya melunak dan dia mengurangi kecepatan. Diam-diam Saskia menghembuskan napas lega."Kita ke Cafe biasanya, ya," pinta Andry, suaranya yang lembut justru membua
Tangis Saskia meledak. Dia sesenggukan. Dadanya turun naik, berusaha mengendalikan kehancuran yang melanda batinnya. Andry pun sama. Mata yang sedari tadi memerah meluncurkan sebaris air bening di kedua pipinya. Tangannya terulur untuk menggenggam jemari wanita yang dicintainya. Rasa sakit di dada keduanya menganga semakin lebar. Saskia seakan terjatuh ke dalam lubang gelap yang sangat dalam. Dia berteriak minta tolong, namun tak ada yang datang."Tolong ... ceraikan dia, Sasi. Kembalilah kepadaku. Aku memang tidak sekaya dia, namun aku cukup mampu untuk menghidupimu dengan layak." Andry kembali berkata. Suaranya berat dan parau."Aku ... aku terikat kontrak dengannya selama setahun." Dengan susah payah Saskia menyahut. Dia tak bisa begitu saja menceraikan Alvaro karena kontrak yang menjeratnya. Jika Saskia mengakhiri kontrak sebelum setahun, maka Hendra akan dilaporkan ke pihak berwenang. Demikian salah satu pasal di dalam kontrak pernikahannya dengan Alvaro."Jika kamu pergi sebel