Share

9. Kepulangannya

Author: Tya Priya
last update Last Updated: 2023-10-02 20:08:49

Seorang lelaki tampan dan gagah keluar dari bandara internasional Soekarno Hatta bersama dengan sahabatnya.

"Aaahh ... Indonesia! Setelah empat tahun, aku bisa kembali!" Sang lelaki menghirup napas dalam. Walaupun yang dia hirup adalah pekatnya udara ibukota yang tidak segar namun baginya udara itu menyejukkannya. Langit malam menyamarkan kabut asap yang menggantung di udara.

"Sekarang kau hendak kemana?" tanya Roni.

"Aku akan mengunjungi gadisku dulu, lalu besok aku ke tempat ibuku. Kamu mau ikut?" Lelaki itu balas bertanya.

"Lain waktu, Rue. Aku akan ke rumah pamanku. Kami sudah hampir 10 tahun tidak bertemu. Nanti aku share lokasi kalau sudah sampai. Bilang saja padaku kalau kamu memerlukan apapun." Roni menepuk bahu kokoh sahabatnya.

Pekerjaan mereka sebagai penangkap kepiting di tengah terjangan ombak dan badai laut Utara membuat tubuh mereka terpahat dengan sempurna. Perut sixpack dengan dada bidang dan lemak minimal. Kulit mereka kuning langsat karena tidak terkena panas matahari yang menyengat.

"Oke. Aku akan mengunjungimu segera. Hati-hati di jalan," sahut Rue yang telah menerima banyak tatapan kagum dari wanita yang berpapasan dengannya sejak dia keluar dari pesawat.

Namun lelaki itu tak mempedulikan para wanita yang memandanginya dengan kagum itu. Hatinya telah terisi sepenuhnya oleh seorang wanita tinggi langsing berkulit putih mulus yang didambanya. Bayangan wanita itu sering menghampiri mimpi-mimpinya di tengah guncangan kapal yang diterjang badai.

"Rue, apa dia berjalan ke arah kita? Apa dia mengenalmu?" Tiba-tiba Roni menganggukkan kepala ke arah jam dua. Sahabatnya mengikutinya pandangannya.

"Aku tak tahu," bisik Rue kebingungan.

Seorang wanita cantik dengan pakaian modis berjalan ke arah mereka sambil tersenyum, memamerkan sederet gigi putih rapi.

Roni bertukar pandang dengan Rue. Tebakan terbaik dari keduanya adalah wanita itu seorang sales girl yang akan menawarkan sesuatu kepada mereka, walaupun pakaian yang dikenakan wanita itu terlalu mewah.

"Malam, Mas. Maaf mengganggu," sapa wanita cantik yang datang itu.

"Iya, Mbak. Ada apa?" tanya Roni.

"Aku mau minta tolong. Ponselku mati dalam perjalanan tadi dan aku tidak sempat isi daya. Bolehkah aku pinjam ponsel Mas untuk menelepon supirku?" Sang wanita cantik berkata sambil menatap lekat pada wajah rupawan Rue.

Lelaki itu diam sampai Roni menyikut lengannya dan memberi kode 'sadar woy'.

"Eeh? Iya, boleh, Mbak," sahut Rue. Dia mengeluarkan ponselnya dari saku celana lalu menyodorkannya pada wanita tadi.

"Terimakasih," ucap wanita itu. Dia menjauh beberapa langkah dan membuat sebuah panggilan singkat.

Roni kembali menyikut sahabatnya sambil senyum-senyum penuh makna sementara yang disikut terlihat tidak paham apa arti senyuman Roni.

"Kenapa kamu cengengesan kayak orang gila?" sungut Rue yang kesal melihat cengiran Roni.

"Kamu tak tahu kalau baru saja dapat kijang teruit?" Roni balik bertanya.

"Kamu kira dia jenis kendaraan?" Rue menanggapi sambil lalu. Dia ingin segera pergi menemui wanita yang dirindukannya, namun harus tertahan beberapa menit karena ponselnya dipakai wanita cantik itu.

Tak berapa lama kemudian wanita itu selesai lalu mengembalikan ponsel yang tadi dipinjamnya.

" Aku Vedrya. Boleh tahu mas-mas ini siapa?" Wanita cantik mengulurkan tangan. Senyumnya merekah di bibir indah berwarna pink kemerahan. Matanya bulat, rambutnya keriting gantung berwarna kecoklatan.

Jika saja belum ada nama yang lain di hati Rue, akan mudah baginya untuk mengenal lebih jauh wanita di hadapannya ini.

"Roni."

"Andry."

*****

Seperti biasanya, malam itu Saskia menemani Kakek Orlando menonton televisi sambil menunggu Alvaro pulang. Keduanya bersenda gurau bersama Wiji, seorang pemuda yang baru lulus sekolah perawat. Alvaro memutuskan untuk memberi kakeknya seorang perawat lelaki karena kesehatan Orlando yang semakin hari semakin menurun. Selain itu juga sebagai teman ngobrol Orlando agar tidak kesepian setelah Saskia mulai disibukkan dengan persiapan gerai es krimnya.

"Jadi kapan kalian berbulan madu?" Entah sudah keberapa kalinya Orlando menanyakan hal itu.

Saskia dan Wiji tertawa.

"Kakek sudah nanya enam kali. Nggak bosan kah Kek?" goda Saskia.

"Nggak. Sampai aku dapat cicit, Kakek nggak akan bosan," sahut Orlando dengan wajah serius. Jarinya mengetuk sandaran tangan kursi rodanya sehingga menimbulkan bunyi yang berirama.

"Tadi kan sudah dijawab Nyonya kalau nunggu Tuan Alvaro tidak sibuk," sela Wiji sambil menggerak-gerakkan alis, menggoda Orlando.

Wiji adalah seorang pemuda berusia 22 tahun dengan kulit kecoklatan yang bersih. Dua lesung pipit di pipinya menambah manis wajahnya saat dia tersenyum. Dia berasal dari kota Jogja.

"Aah, bocah itu! Selalu saja banyak alasan! Aku akan atur bulan madu kalian dan dia harus berangkat!" gerutu Orlando kesal.

Saskia tersenyum walaupun hatinya merasa miris. Saskia tak tahu apakah Alvaro mempunyai minat untuk berbulan madu dengannya. Madu apa yang mau direngguk Alvaro? Dia mendapatkan Saskia dalam kondisi tidak manis lagi. Walaupun Saskia melakukannya hanya sekali bersama Andry, namun akibat dari perbuatan itu meninggalkan noda seumur hidupnya.

'Jika suatu waktu aku diberi seorang anak perempuan, akan kujaga dia agar tidak melakukan apa yang pernah kulakukan,' tekad Saskia dalam hati.

Saskia menyesal. Dia tidak menyesali kisah cintanya dengan Andry. Andry telah memberinya hari-hari terindah dalam hidupnya.

Saskia menyesali dirinya sendiri yang tak bisa menjaga miliknya yang paling berharga, yaitu kehormatannya sebagai seorang wanita.

_Gelas yang sudah pecah tak akan bisa kembali utuh. Harga diri yang sudah terbelah ibarat bunga yang tak lagi merekah_

"Nyonya, ponselnya bunyi tuh." Suara Wiji membuyarkan lamunan Saskia. Wiji mencuri pandang pada wajah cantik majikannya. Wajar jika seorang pemuda berusia sepantaran dengan Saskia itu tertarik pada paras Saskia. Apalagi Wiji setiap hari mengobrol dan bercanda dengan Saskia.

Saskia meraih ponselnya, terlihat panggilan dari ibunya.

Saskia ["Assalamu'alaikum Bu."]

Ibu ["Wa alaikumussalam Sasi. Apa kamu bisa ke rumah sekarang?"]

Saskia [" Sekarang? Kenapa, Bu? Sebentar lagi Alvaro pulang."]

Ibu ["Ada yang mencarimu, Sasi. Dia ... dia..."]

Saskia yang mendengar suara ibunya sangat gugup menjadi berpikir yang tidak-tidak.

Saskia [" Tenang dulu, Bu. Tarik napas dalam-dalam. Memangnya siapa yang datang?"]

Ibu [" A ... Andry ... "]

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Terjerat Gairah Suami Kontrak   111. Bukan Akhir

    Alvaro berdehem sambil menarik kursi di seberang Andry, lalu duduk."Apa yang kamu lakukan?" tanya Alvaro."Aku menu*uk perut ba*ingan yang mencelakai Saskia. Aku akan bertanggungjawab.""Apa kamu sudah mempertimbangkannya dengan baik? Aku akan mengirim pengacara terhebat di negara ini untuk membebaskanmu.""Aku tak memerlukannya. Pengacaraku akan membereskan semuanya. Kamu tak perlu ikut campur," tolak Andry tanpa ekspresi."Kamu keras kepala," kata Alvaro."Pergi. Jaga Saskia dan keponakanku baik-baik." Kali ini Andry berkata sambil memandang lurus pada manik biru Alvaro.Di bawah lampu ruangan yang tidak terlalu Terang, Alvaro melihat kalau mata Andry memerah dan kedua sudutnya basah. Andry membuang muka, menghindari tatapan Alvaro.Terdengar ketukan di pintu, menadakan waktunya telah habis. Alvaro berdiri, memindai sekali lagi adiknya yang akan mendekam lama di penjara. Andry masih membuang muka ke arah lain."Jaga dirimu baik-baik. Kami akan mengunjungimu," ucap Alvaro.Andry Tak

  • Terjerat Gairah Suami Kontrak   110. Pengakuan

    Alvaro berpikir keras setelah menerima laporan dari Sega. Pria yang mengaku bernama Bramantyo luka parah, apakah karena tertembak olehnya atau anak buahnya? Namun Alvaro tak melihat ceceran darah saat mengejar dua sosok yang melarikan diri ke belakang pondok. Jika Bramantyo tertembak, maka pasti ada jejak darahnya. Hmm ... aneh."Pil, apa kamu melihat orang lain selain kita di sekitar pondok? Drone Sega fokus pada kedatangan polisi dan mencari jalan keluar bagi kita. Dia tidak melihat ada yang lain." Alvaro menegur Pil yang sedang mengemudi."Hanya Tuan dan kedua orang itu yang saya lihat keluar dari pintu belakang. Saya dan anak buah lainnya keluar dari pintu depan. Saya tidak melihat orang lain, Tuan," sahut Pil yakin.Alvaro dan para pengawalnya sampai di rumah menjelang Subuh. Anak buah Pil sudah dilatih untuk tidak membuka mulut jika tertangkap. Mereka akan bilang kalau mereka diajak oleh Ketua geng yang berhasil melarikan diri. Mereka juga tidak membawa identitas diri. Kecuali a

  • Terjerat Gairah Suami Kontrak   109. Bramantyo?

    Sega menerbangkan dronenya di ketinggian, di atas mobil yang hampir sampai di pondok.Seorang pria keluar dari dalam mobil. Sega memperbesar dan mengambil foto wajah pria itu. Seperti yang telah diduga Alvaro, wajah pria bernama Bramantyo lah yang muncul. Jadi benar, Bernard dan Bramantyo adalah orang yang sama. Sega segera mengirimkan hasil fotonya kepada Alvaro.Dua orang lelaki menyambut Bernard. Sega mengenalinya salah satunya. Dia Monte, karyawan yang pergi saat terjadi kebakaran di rumah Alvaro yang lama. Rupanya Monte lah pengkhianat yang membiarkan Bernard masuk ke dalam rumah!Sega kembali mengambil foto dan mengirimkannya pada Alvaro. Sega melihat lelaki yang bersama Bernard dan Monte menatap ke arah dronenya yang terbang di kegelapan malam. Sega segera meninggikan dronenya dan menyembunyikannnya di balik pepohonan sambil berharap agar lelaki yang tampak waspada itu tidak curiga. Jika musuh tahu kedatangan mereka, akan semakin sulit bagi Alvaro untuk meraih kemenangan karena

  • Terjerat Gairah Suami Kontrak   108. Pondok

    Atas permintaan Saskia, Alvaro mengantar Saskia melihat bayi-bayi mereka yang masih berada di inkubator. Alvaro mendorong kursi roda Saskia sampai di depan jendela besar ruang PICU, lalu berdiri di samping sang istri sambil berulang kali meliriknya. Alvaro sangat penasaran dengan reaksi Saskia.Saskia menatap kedua bayinya dengan mimik yang berubah-ubah. Kadang dia mengerutkan kening, kadang wajahnya kosong, kadang pula menggelengkan kepala, di waktu lain dia menggigit bibirnya sendiri.Melihat itu, diam-diam Alvaro menghembuskan napas panjang. Sepertinya Saskia belum mengingat Mimi dan Mimo."Ma, kita kembali ke kamar, yuk. Sebentar lagi jadwal visit dokter." Alvaro mengingatkan."Pa ... aku ... aku ... tak bisa mengingat anak-anak. Kurasa aku gila." Saskia mendongak kepada Alvaro. Air mata menganak sungai di pipinya yang pucat.Alvaro berjongkok di hadapan Saskia, lalu menggenggam kedua tangan istrinya."Mama hanya perlu istirahat. Jangan memaksakan diri, oke?" kata Alvaro lembut. S

  • Terjerat Gairah Suami Kontrak   107. Mengingat

    "Sasi ... Sayang, kembalilah. Aku ingin membesarkan anak-anak kita bersama," ucap Alvaro sambil membelai rambut tebal Saskia. Suaranya serak dan air matanya tak bisa ditahannya lagi. Alvaro membiarkan air mata itu mengalir. Dia sudah tak peduli lagi pada rasa malu karena menangis. Dia tak pernah membiarkan orang lain melihatnya menangis, tetapi saat ini dia tak peduli. Bahkan kehadiran keluarga Saskia di belakangnya pun tak membuatnya berhenti menangisi sang istri.Ibunya Saskia dan Hendra berdiri diam, keduanya juga sibuk dengan air mata masing-masing. Sega dan Miranda sudah pulang karena Sega harus melakukan banyak pekerjaan.Alvaro mengangkat jemari Saskia yang ada dalam genggamannya lalu mengecupnya lama. Mata Alvaro terpejam rapat dan bulir bening terus mengalir di wajah tampannya."Jangan pergi, Sasi. Masih banyak yang ingin aku lakukan bersamamu. Hanya bersamamu aku bisa melakukan banyak hal yang tadinya tidak terpikir olehku. Kamulah Bintang paling terang yang pernah hadir di

  • Terjerat Gairah Suami Kontrak   106. Ayah

    Langkah tiga orang pria berderap ramai, menuju ke sebuah kamar yang pintunya tertutup rapat. Dua dari mereka berhenti di depan pintu yang menghalangi, sedangkan satu orang yang paling tampan bergegas masuk ke ruang rawat inap."Sasi!" Teriakan pria itu membangunkan Alvaro yang tertidur kelelahan sambil menggenggam tangan istrinya. Belum sempat Alvaro bangkit, Andry sudah berdiri di sebelahnya. Kedua tangan Andry bertumpu pada sisi ranjang Saskia. Dia memperhatikan Saskia dengan seksama, lalu menoleh pada Alvaro. Wajahnya berang."Apa ini? Kenapa kamu tidak bisa melindunginya?!" maki Andry pada sang kakak yang sudah berdiri dari kursinya.Biasanya Alvaro tidak akan menanggapi nada tinggi seperti itu, namun kali ini kelelahan hatinya sudah sampai pada puncaknya."Kamu yang menyebabkan semua ini terjadi! Berkacalah sebelum menyalahkan orang lain!" bentak Alvaro dingin."Aku?! Aku ada di luar negeri, ribuan kilometer jauhnya! Bagaimana bisa semua ini kesalahanku?" sangkal Andry."Jangan b

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status