Share

9. Kepulangannya

Seorang lelaki tampan dan gagah keluar dari bandara internasional Soekarno Hatta bersama dengan sahabatnya.

"Aaahh ... Indonesia! Setelah empat tahun, aku bisa kembali!" Sang lelaki menghirup napas dalam. Walaupun yang dia hirup adalah pekatnya udara ibukota yang tidak segar namun baginya udara itu menyejukkannya. Langit malam menyamarkan kabut asap yang menggantung di udara.

"Sekarang kau hendak kemana?" tanya Roni.

"Aku akan mengunjungi gadisku dulu, lalu besok aku ke tempat ibuku. Kamu mau ikut?" Lelaki itu balas bertanya.

"Lain waktu, Rue. Aku akan ke rumah pamanku. Kami sudah hampir 10 tahun tidak bertemu. Nanti aku share lokasi kalau sudah sampai. Bilang saja padaku kalau kamu memerlukan apapun." Roni menepuk bahu kokoh sahabatnya.

Pekerjaan mereka sebagai penangkap kepiting di tengah terjangan ombak dan badai laut Utara membuat tubuh mereka terpahat dengan sempurna. Perut sixpack dengan dada bidang dan lemak minimal. Kulit mereka kuning langsat karena tidak terkena panas matahari yang menyengat.

"Oke. Aku akan mengunjungimu segera. Hati-hati di jalan," sahut Rue yang telah menerima banyak tatapan kagum dari wanita yang berpapasan dengannya sejak dia keluar dari pesawat.

Namun lelaki itu tak mempedulikan para wanita yang memandanginya dengan kagum itu. Hatinya telah terisi sepenuhnya oleh seorang wanita tinggi langsing berkulit putih mulus yang didambanya. Bayangan wanita itu sering menghampiri mimpi-mimpinya di tengah guncangan kapal yang diterjang badai.

"Rue, apa dia berjalan ke arah kita? Apa dia mengenalmu?" Tiba-tiba Roni menganggukkan kepala ke arah jam dua. Sahabatnya mengikutinya pandangannya.

"Aku tak tahu," bisik Rue kebingungan.

Seorang wanita cantik dengan pakaian modis berjalan ke arah mereka sambil tersenyum, memamerkan sederet gigi putih rapi.

Roni bertukar pandang dengan Rue. Tebakan terbaik dari keduanya adalah wanita itu seorang sales girl yang akan menawarkan sesuatu kepada mereka, walaupun pakaian yang dikenakan wanita itu terlalu mewah.

"Malam, Mas. Maaf mengganggu," sapa wanita cantik yang datang itu.

"Iya, Mbak. Ada apa?" tanya Roni.

"Aku mau minta tolong. Ponselku mati dalam perjalanan tadi dan aku tidak sempat isi daya. Bolehkah aku pinjam ponsel Mas untuk menelepon supirku?" Sang wanita cantik berkata sambil menatap lekat pada wajah rupawan Rue.

Lelaki itu diam sampai Roni menyikut lengannya dan memberi kode 'sadar woy'.

"Eeh? Iya, boleh, Mbak," sahut Rue. Dia mengeluarkan ponselnya dari saku celana lalu menyodorkannya pada wanita tadi.

"Terimakasih," ucap wanita itu. Dia menjauh beberapa langkah dan membuat sebuah panggilan singkat.

Roni kembali menyikut sahabatnya sambil senyum-senyum penuh makna sementara yang disikut terlihat tidak paham apa arti senyuman Roni.

"Kenapa kamu cengengesan kayak orang gila?" sungut Rue yang kesal melihat cengiran Roni.

"Kamu tak tahu kalau baru saja dapat kijang teruit?" Roni balik bertanya.

"Kamu kira dia jenis kendaraan?" Rue menanggapi sambil lalu. Dia ingin segera pergi menemui wanita yang dirindukannya, namun harus tertahan beberapa menit karena ponselnya dipakai wanita cantik itu.

Tak berapa lama kemudian wanita itu selesai lalu mengembalikan ponsel yang tadi dipinjamnya.

" Aku Vedrya. Boleh tahu mas-mas ini siapa?" Wanita cantik mengulurkan tangan. Senyumnya merekah di bibir indah berwarna pink kemerahan. Matanya bulat, rambutnya keriting gantung berwarna kecoklatan.

Jika saja belum ada nama yang lain di hati Rue, akan mudah baginya untuk mengenal lebih jauh wanita di hadapannya ini.

"Roni."

"Andry."

*****

Seperti biasanya, malam itu Saskia menemani Kakek Orlando menonton televisi sambil menunggu Alvaro pulang. Keduanya bersenda gurau bersama Wiji, seorang pemuda yang baru lulus sekolah perawat. Alvaro memutuskan untuk memberi kakeknya seorang perawat lelaki karena kesehatan Orlando yang semakin hari semakin menurun. Selain itu juga sebagai teman ngobrol Orlando agar tidak kesepian setelah Saskia mulai disibukkan dengan persiapan gerai es krimnya.

"Jadi kapan kalian berbulan madu?" Entah sudah keberapa kalinya Orlando menanyakan hal itu.

Saskia dan Wiji tertawa.

"Kakek sudah nanya enam kali. Nggak bosan kah Kek?" goda Saskia.

"Nggak. Sampai aku dapat cicit, Kakek nggak akan bosan," sahut Orlando dengan wajah serius. Jarinya mengetuk sandaran tangan kursi rodanya sehingga menimbulkan bunyi yang berirama.

"Tadi kan sudah dijawab Nyonya kalau nunggu Tuan Alvaro tidak sibuk," sela Wiji sambil menggerak-gerakkan alis, menggoda Orlando.

Wiji adalah seorang pemuda berusia 22 tahun dengan kulit kecoklatan yang bersih. Dua lesung pipit di pipinya menambah manis wajahnya saat dia tersenyum. Dia berasal dari kota Jogja.

"Aah, bocah itu! Selalu saja banyak alasan! Aku akan atur bulan madu kalian dan dia harus berangkat!" gerutu Orlando kesal.

Saskia tersenyum walaupun hatinya merasa miris. Saskia tak tahu apakah Alvaro mempunyai minat untuk berbulan madu dengannya. Madu apa yang mau direngguk Alvaro? Dia mendapatkan Saskia dalam kondisi tidak manis lagi. Walaupun Saskia melakukannya hanya sekali bersama Andry, namun akibat dari perbuatan itu meninggalkan noda seumur hidupnya.

'Jika suatu waktu aku diberi seorang anak perempuan, akan kujaga dia agar tidak melakukan apa yang pernah kulakukan,' tekad Saskia dalam hati.

Saskia menyesal. Dia tidak menyesali kisah cintanya dengan Andry. Andry telah memberinya hari-hari terindah dalam hidupnya.

Saskia menyesali dirinya sendiri yang tak bisa menjaga miliknya yang paling berharga, yaitu kehormatannya sebagai seorang wanita.

_Gelas yang sudah pecah tak akan bisa kembali utuh. Harga diri yang sudah terbelah ibarat bunga yang tak lagi merekah_

"Nyonya, ponselnya bunyi tuh." Suara Wiji membuyarkan lamunan Saskia. Wiji mencuri pandang pada wajah cantik majikannya. Wajar jika seorang pemuda berusia sepantaran dengan Saskia itu tertarik pada paras Saskia. Apalagi Wiji setiap hari mengobrol dan bercanda dengan Saskia.

Saskia meraih ponselnya, terlihat panggilan dari ibunya.

Saskia ["Assalamu'alaikum Bu."]

Ibu ["Wa alaikumussalam Sasi. Apa kamu bisa ke rumah sekarang?"]

Saskia [" Sekarang? Kenapa, Bu? Sebentar lagi Alvaro pulang."]

Ibu ["Ada yang mencarimu, Sasi. Dia ... dia..."]

Saskia yang mendengar suara ibunya sangat gugup menjadi berpikir yang tidak-tidak.

Saskia [" Tenang dulu, Bu. Tarik napas dalam-dalam. Memangnya siapa yang datang?"]

Ibu [" A ... Andry ... "]

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status