Dentuman musik bertabrakan dengan suara di kepala Harger. Ego seharusnya melarang dia berada di sini, tetapi keputusan sejak awal yang telah diambil merupakan kenyataan paling mutlak kalau – kalau di Venice sekalipun, dia tak boleh merasa keberatan. Bagaimanapun, perjalanan sudah telanjur dilakukan walau tadinya Harger sedikit tak percaya sang hakim akan ada di sini. Di sebuah klub malam dan betapa kerumunan orang cukup menyulitkan pekerjaan untuk mencari keberadaan satu orang.
Di samping Howard, Harger terus melangkahkan kaki mengikuti ke mana pria itu akan menuntun tujuan mereka. Setelah melewati banyak orang – orang dalam sekumpulan irama lagu. Lurus – lurus perhatian Harger terpaku terhadap meja bar dan sebentuk tubuh seorang pria yang siku lengannya bertumpu di atas permukaan hamparan keramik padat dengan kepalan tangan menyangga ujung pelipis. Di hadapan pria itu beberapa gelas kosong terlihat berjejer nyaris memenuhi meja bar.Secara naluri Harger melirik ke arah HowSetelah meletakkan tubuh sang hakim di atas kasur. Harger mengamati bahu Howard usai pria itu berpamitan; bersisihan di samping Sholdie untuk meninggalkan kamar besar ini. Pintu ditutup kemudian keheningan di sekitar menarik perhatian Harger yang menatap sang hakim lamat. Wajah dan semuanya dalam diri pria itu begitu berantakan. Bau alkohol yang menyengat pun rasanya tak pernah hilang sejak Harger harus menahan aroma pekat tersebut di dalam mobil. Dia menarik napas pelan, akhirnya mengambil satu tindakan membuka sepatu santai yang sang hakim kenakan diliputi kaos kaki hitam pria itu. Semua diletakkan di bawah ranjang dan Harger berjalan perlahan—untuk duduk di pinggir kasur menyusuri wajah sang hakim dengan ujung jari yang menyentuh rahang kasar itu dengan lembut. Dia bertanya – tanya siapa yang paling berpotensi menjatuhkan sang hakim ke dalam jurang.Daisy-kah?Atau dirinya?Mabuk hingga benar – benar tak sadarkan diri. Ini bukan sesuatu yang bisa Harger wajarkan.
Setidaknya sekarang sudah lebih baik. Harger segera menyibak selimut tebal dari tubuhnya—sesaat mengatur posisi duduk setengah enggan sambil mengumpulkan sisa – sisa nyawa yang tertinggal. Rasanya dia masih sangat mengantuk tetapi kebutuhan untuk bangun dan sulur – sulur siraman matahari yang menembus ke kamar—membias dari kaca jendela hingga kain putih yang menjuntai adalah konstelasi yang tidak bisa Harger hindari. Pelan—dia menarik napas lalu mengembuskan demi memastikan bahwa masih ada ketenangan yang bisa mendamaikan perasaannya. Harger ingin tahu di mana Howard saat ini, apakah pria itu sudah bangun atau bertingkah seperti harus menghadapi masa – masa hibernasi yang panjang. Ingatan Harger terseret pada bayangan wajah Serah yang marah ketika wanita itu sulit membangunkan Howard dari tidur—semacam sepasang suami istri saling melengkapi—kemudian Howard akan membujuk Serah dengan adegan – adegan tidak menyenangkan di mata Harger. Betapa dia harus melarikan diri jika How
“Bagaimana keadaannya, Dokter?”Harger melangkah paling depan ketika pintu kamar terbuka. Dokter menyerahkan senyum ramah kepadanya, tetapi dia tidak bisa bersikap tenang setelah mendengar pernyataan Sholdie bahwa memang belakangan hari terakhir, sang hakim sering merasa tidak nyaman—dan pria itu selalu memaksakan diri sekadar mengerjakan sesuatu. Terlalu sakit jika selama ini Deu mengabaikan kesehatannya, bahkan tentang bekas luka tembak itu ....Napas Harger tersendat. Rasa takut sudah membuatnya membayangkan bagian terburuk yang selalu dia lewatkan. Sudah sejauh mana hubungan mereka, golakan kecewa, dan pelbagai hal menyakitkan yang telah mengubah sang hakim hingga rasanya pria itu tidak memedulikan apa pun, termasuk kepada diri sendiri.Betapa Harger bimbang dan gusar ketika dokter merincikan secara detil terkait keadaan sang hakim. Selama itu pula dia tidak pernah meninggalkan iris matanya dari mulut dokter yang bergerak—terus menengadah—sedikit tercengang—ya—r
“Bagaimana dengan keadaannya?”“Deu sedang istirahat. Mungkin sudah sedikit lebih baik, aku belum melihatnya lagi setelah sarapan pagi.”Sebenarnya Harger sedikit terkejut ketika tiba – tiba mendapati Howard muncul, lalu mengambil posisi duduk saling berhadap – hadapan dengan sekian jengkal jarak darinya. Mereka tidak langsung melakukan banyak percakapan. Hanya duduk menikmati desis angin berembus di sini. Howard mungkin sudah tahu lebih dulu terhadap fasilitas di halaman belakang mansion sang hakim. Sesuatu yang barangkali dibangun sebagai alternatif tempat berkumpul. Bagian – bagian terbuka di sini dikhususkan untuk menikmati keasrian dari pemandangan hijau di sekitar mereka. Sangat menyenangkan, itulah alasan mengapa Harger memilih berada duduk sendirian sampai Howard menyusul keberadaannya.Mungkin jika Harger harus merunut tentang masa lalu sang hakim. Dia bisa mengira – ngira bahwa pria itu sering, ya, sering sekali mengajak Rubby bermain di tempat ini. Atau yang p
“Kau yakin tidak akan ketahuan?” tanya Harger ragu setelah Howard menyerahkan boneka kerropi yang telah didesain sedemikian rupa untuk menghindari pengetahuan yang lain. Sesuai rencana, Harger hanya perlu berpura – pura berjalan masuk ke kamar sang hakim sambil memeluk boneka keroppi, lalu meletakkan benda tersebut dari radius yang pas supaya kamera bisa menangkap sudut pandang di sekitar ranjang dengan baik. Memang, sebagai ganti, boneka keroppi dikhususkan untuk menghindari kecurigaan sang hakim jika dan jika pria itu menyadari Harger membawa sesuatu ke dalam. Deu hanya tahu keroppi salah satu kartun hewan favoritnya. Ya, boneka itu yang Harger sarankan kepada Howard untuk dibeli di salah satu toko di Venice, setelah Howard bertanya lewat pesan yang dikirimkan padanya beberapa waktu lalu.Dia menatap Howard skeptis, tetapi reaksi pria itu selalu tenang tak acuh, mengharuskan Harger mau dan ragu akhirnya tetap melangkahkan kaki masuk ke kamar sang hakim. Dia menelan ludah
“Aku bisa mengatakan semua ini kepada Daisy dan Mr. Thamlin, dengan atau tanpa izin darimu.” Tiba – tiba mata Harger memanas. Merasa seharusnya mereka tidak melakukan perdebatan di sini. Sayangnya, dia bahkan tak bisa menghentikan desakan dalam dirinya yang tersulut, alih – alih mencoba bicara lebih baik kepada sang hakim. Tidak ada yang bisa dirunut dengan tenang saat sikap permusuhan Deu seperti merampas udara di sekitar.“Kau tidak bertanya padaku apakah aku mau bertemu mereka atau tidak.”Benar saja. Harger sampai menggeleng putus asa ketika sang hakim bicara. Tidak tahan, dia langsung beranjak bangun, tidak lagi berdekatan—tidak lagi mencoba menelusuri sisi tergelap pada pria itu. Yang Harger inginkan hanyalah memberi sang hakim sedikit pemahaman.“Ini bukan tentang kau mau atau tidak,” ucapnya membantah pernyataan sang hakim barusan.“Daisy dan Mr. Thamlin peduli padamu, itu sebabnya mereka segera menyiapkan perjalanan ke kota. Tidakkah kau ingat kakek dan
Harger tersenyum gugup ketika akhirnya Daisy dan Mr. Thamlin tiba di Venice. Pasangan tua itu dijemput oleh Sholdie ... dengan sesaat lalu sesuatu terasa begitu ganjil di benak Harger. Dia pikir, Howard-lah yang memberi Sholdie sebuah perintah, tetapi justru tidak ada satu pun pengakuan muncul saat Harger bertanya. Dugaan jatuh kepada sang hakim, itu segera terbukti setelah secara naratif Sholdie membenarkan—lalu bagaimanapun Sholdie telah berpamitan untuk menyiapkan kamar kepada tamu—diikuti satu pelayan wanita lainnya di belakang.“Bagaimana kabar Deu, Harger?”Pertanyaan Daisy membuat Harger setengah mengerjap tidak siap. Sudut bibirnya segera melekuk sekadar meyakinkan Daisy yang terlihat cukup cemas.“Sudah sedikit lebih baik.”Sebenarnya Harger tidak bisa memastikan apakah dia mengatakan sesuatu berdasarkan apa yang sudah dia temukan atau tidak, karena bahkan setelah perdebatan kemarin sore, Harger sudah tidak lagi melangkahkan kaki ke kamar sang hakim. Semua y
“Kau ini aneh, bisa menyaksikan live action secara langsung malah mendatangiku untuk lihat dari CCTV.”Harger sudah mengambil posisi sebegitu siap, tetapi Howard dengan sengaja mengatakan sesuatu yang membuatnya mengambil jarak sebentar, lalu mengernyit—memperhatikan pria itu lamat.Kekehan khas dan apa pun yang ada di wajah Howard segera memberitahu Harger. Dia mendengkus, dengan sigap kembali memusatkan perhatian ke layar monitor di hadapan mereka. Tangkapan gambar yang pas di sudut pandang kamar sang hakim—menyerahkan seluruh pemandangan bagaimana Daisy duduk pinggir ranjang. Mencoba membujuk Deu supaya mau mengonsumsi obat yang dibuatnya, meski gerakan tangan sang hakim persis seperti menolak tawaran wanita tua itu. Obat pahit ....Harger yakin masalah terbesar Deu adalah ramuan tumbuk yang sedang tergenggam di tangan Daisy. Bukan lagi tentang konflik ketegangan di antara mereka, atau Mr. Thamlin yang tampaknya sibuk sendiri memeluk pilar ranjang. Begini lebih b