“Bagaimana keadaannya, Dokter?”
Harger melangkah paling depan ketika pintu kamar terbuka. Dokter menyerahkan senyum ramah kepadanya, tetapi dia tidak bisa bersikap tenang setelah mendengar pernyataan Sholdie bahwa memang belakangan hari terakhir, sang hakim sering merasa tidak nyaman—dan pria itu selalu memaksakan diri sekadar mengerjakan sesuatu.Terlalu sakit jika selama ini Deu mengabaikan kesehatannya, bahkan tentang bekas luka tembak itu ....Napas Harger tersendat. Rasa takut sudah membuatnya membayangkan bagian terburuk yang selalu dia lewatkan. Sudah sejauh mana hubungan mereka, golakan kecewa, dan pelbagai hal menyakitkan yang telah mengubah sang hakim hingga rasanya pria itu tidak memedulikan apa pun, termasuk kepada diri sendiri.Betapa Harger bimbang dan gusar ketika dokter merincikan secara detil terkait keadaan sang hakim. Selama itu pula dia tidak pernah meninggalkan iris matanya dari mulut dokter yang bergerak—terus menengadah—sedikit tercengang—ya—r“Bagaimana dengan keadaannya?”“Deu sedang istirahat. Mungkin sudah sedikit lebih baik, aku belum melihatnya lagi setelah sarapan pagi.”Sebenarnya Harger sedikit terkejut ketika tiba – tiba mendapati Howard muncul, lalu mengambil posisi duduk saling berhadap – hadapan dengan sekian jengkal jarak darinya. Mereka tidak langsung melakukan banyak percakapan. Hanya duduk menikmati desis angin berembus di sini. Howard mungkin sudah tahu lebih dulu terhadap fasilitas di halaman belakang mansion sang hakim. Sesuatu yang barangkali dibangun sebagai alternatif tempat berkumpul. Bagian – bagian terbuka di sini dikhususkan untuk menikmati keasrian dari pemandangan hijau di sekitar mereka. Sangat menyenangkan, itulah alasan mengapa Harger memilih berada duduk sendirian sampai Howard menyusul keberadaannya.Mungkin jika Harger harus merunut tentang masa lalu sang hakim. Dia bisa mengira – ngira bahwa pria itu sering, ya, sering sekali mengajak Rubby bermain di tempat ini. Atau yang p
“Kau yakin tidak akan ketahuan?” tanya Harger ragu setelah Howard menyerahkan boneka kerropi yang telah didesain sedemikian rupa untuk menghindari pengetahuan yang lain. Sesuai rencana, Harger hanya perlu berpura – pura berjalan masuk ke kamar sang hakim sambil memeluk boneka keroppi, lalu meletakkan benda tersebut dari radius yang pas supaya kamera bisa menangkap sudut pandang di sekitar ranjang dengan baik. Memang, sebagai ganti, boneka keroppi dikhususkan untuk menghindari kecurigaan sang hakim jika dan jika pria itu menyadari Harger membawa sesuatu ke dalam. Deu hanya tahu keroppi salah satu kartun hewan favoritnya. Ya, boneka itu yang Harger sarankan kepada Howard untuk dibeli di salah satu toko di Venice, setelah Howard bertanya lewat pesan yang dikirimkan padanya beberapa waktu lalu.Dia menatap Howard skeptis, tetapi reaksi pria itu selalu tenang tak acuh, mengharuskan Harger mau dan ragu akhirnya tetap melangkahkan kaki masuk ke kamar sang hakim. Dia menelan ludah
“Aku bisa mengatakan semua ini kepada Daisy dan Mr. Thamlin, dengan atau tanpa izin darimu.” Tiba – tiba mata Harger memanas. Merasa seharusnya mereka tidak melakukan perdebatan di sini. Sayangnya, dia bahkan tak bisa menghentikan desakan dalam dirinya yang tersulut, alih – alih mencoba bicara lebih baik kepada sang hakim. Tidak ada yang bisa dirunut dengan tenang saat sikap permusuhan Deu seperti merampas udara di sekitar.“Kau tidak bertanya padaku apakah aku mau bertemu mereka atau tidak.”Benar saja. Harger sampai menggeleng putus asa ketika sang hakim bicara. Tidak tahan, dia langsung beranjak bangun, tidak lagi berdekatan—tidak lagi mencoba menelusuri sisi tergelap pada pria itu. Yang Harger inginkan hanyalah memberi sang hakim sedikit pemahaman.“Ini bukan tentang kau mau atau tidak,” ucapnya membantah pernyataan sang hakim barusan.“Daisy dan Mr. Thamlin peduli padamu, itu sebabnya mereka segera menyiapkan perjalanan ke kota. Tidakkah kau ingat kakek dan
Harger tersenyum gugup ketika akhirnya Daisy dan Mr. Thamlin tiba di Venice. Pasangan tua itu dijemput oleh Sholdie ... dengan sesaat lalu sesuatu terasa begitu ganjil di benak Harger. Dia pikir, Howard-lah yang memberi Sholdie sebuah perintah, tetapi justru tidak ada satu pun pengakuan muncul saat Harger bertanya. Dugaan jatuh kepada sang hakim, itu segera terbukti setelah secara naratif Sholdie membenarkan—lalu bagaimanapun Sholdie telah berpamitan untuk menyiapkan kamar kepada tamu—diikuti satu pelayan wanita lainnya di belakang.“Bagaimana kabar Deu, Harger?”Pertanyaan Daisy membuat Harger setengah mengerjap tidak siap. Sudut bibirnya segera melekuk sekadar meyakinkan Daisy yang terlihat cukup cemas.“Sudah sedikit lebih baik.”Sebenarnya Harger tidak bisa memastikan apakah dia mengatakan sesuatu berdasarkan apa yang sudah dia temukan atau tidak, karena bahkan setelah perdebatan kemarin sore, Harger sudah tidak lagi melangkahkan kaki ke kamar sang hakim. Semua y
“Kau ini aneh, bisa menyaksikan live action secara langsung malah mendatangiku untuk lihat dari CCTV.”Harger sudah mengambil posisi sebegitu siap, tetapi Howard dengan sengaja mengatakan sesuatu yang membuatnya mengambil jarak sebentar, lalu mengernyit—memperhatikan pria itu lamat.Kekehan khas dan apa pun yang ada di wajah Howard segera memberitahu Harger. Dia mendengkus, dengan sigap kembali memusatkan perhatian ke layar monitor di hadapan mereka. Tangkapan gambar yang pas di sudut pandang kamar sang hakim—menyerahkan seluruh pemandangan bagaimana Daisy duduk pinggir ranjang. Mencoba membujuk Deu supaya mau mengonsumsi obat yang dibuatnya, meski gerakan tangan sang hakim persis seperti menolak tawaran wanita tua itu. Obat pahit ....Harger yakin masalah terbesar Deu adalah ramuan tumbuk yang sedang tergenggam di tangan Daisy. Bukan lagi tentang konflik ketegangan di antara mereka, atau Mr. Thamlin yang tampaknya sibuk sendiri memeluk pilar ranjang. Begini lebih b
Semua berjalan baik – baik saja selama tiga hari. Peristiwa – peristiwa di satu waktu tertentu seolah perlahan memilih menyingkir, alih – alih terus meninggalkan perasaan terkutuk di antara mereka. Harger senang jika dia bisa menyaksikan kebahagiaan Daisy di sini—begitu telaten merawat cucunya untuk benar – benar pulih dari demam tinggi dan diagnosis dokter, dan setiap penolakan yang tidak pernah sang hakim lakukan—itu merupakan bagian terpenting. Paling tidak, hubungan antara dua orang itu, telah menjadi manifestasi terbaik. Tidak ada lagi yang perlu Harger khawatirkan mengenai kesedihan Daisy, wanita tua itu akan pulang ke pedesaan dengan perasaan bahagia. Ini waktunya.“Kau yakin tidak ingin tinggal di sini lebih lama?” tanya Harger sambil memperhatikan sang hakim meletakkan kebutuhan Daisy ke bagasi mobil. Tidak tahu mengapa malah bertanya seperti itu, sementara di hari yang sama dia dan Howard juga akan meninggalkan Venice. Sudah cukup rasanya menghadapi pelbagai pemikiran
“Sudah sedikit lebih tenang sekarang?”Deu hanya memiliki satu waktu menunggu Harger yang menangis sesengguk untuk kemudian memisahkan diri saat embusan napas di dadanya tidak lagi begitu menggebu. Dengan tentatif, dia memutuskan untuk menangkup wajah Harger—lalu menyapukan ibu jari mengusap air yang membasah di sana. Tatapan setengah kosong, sisa – sisa air yang masih menganak, dan bahkan luka di mata Harger yang menyeruak, mengungkapkan betapa kesedihan atau apa pun perasaan Harger ... telah bertingkat – tingkat serupa pijakan tangga yang riskan. Tidak seharusnya Deu menyembunyikan kebenaran itu terlalu lama. Harger benar tentang drinya yang egois. Semua itu memberinya banyak pelajaran. Mengapa dia tak mencoba memperbaiki apa yang telah runtuh? Dengan mengembalikan paspor—lalu mengambil satu keputusan memberi Harger kebebasan adalah tindakan tolol yang Deu tahu pernah dia lakukan. Dia tak harus bersikap seperti demikian. Tetapi bagaimana terhadap Harger? Apa Har
“Kau ingin cerai?”Pertanyaan sang hakim setelah pria itu memutuskan diam beberapa saat seolah ingin memastikan apakah Harger terlibat dengan kesalahan bicara. Tidak ada yang salah dari kebutuhan yang terasa begitu menakutkan sepanjang malam. Harger yakin bahwa dia mengambil pilihan yang benar, selepas macam – macam pertimbangan terakhir—itulah yang harus dia pastikan terjadi.“Ya, aku ingin kita cerai,” ucapnya—putus asa tak menemukan sedikitpun petunjuk dari mata gelap sang hakim. Pria yang bahkan masih menindih di tubuhnya, terlalu sulit dibaca.“Tidak bisa. Kita tidak bisa bercerai.”Begitulah. Rasanya itu terdengar seperti luapan bernada lirih, dan sang hakim menyingkir secara perlahan—begitu tenang—akhirnya mengenakan kembali pakaian yang tersingkir berantakan di ranjang.“Kau seharusnya tidak membiarkanku menyentuhmu jika ingin bercerai. Pengadilan tidak akan menerimanya.”Itu pernyataan lanjutan. Suara berat sang hakim sarat ambisi serius, membuat Har