Beranda / Rumah Tangga / Terjerat Godaan Sahabatku / Bab 02. Batas yang Terlewati

Share

Bab 02. Batas yang Terlewati

Penulis: Kanghajun
last update Terakhir Diperbarui: 2025-06-22 08:49:22

“Apa ini… hangat… dan lembut?” gumam Eva pelan, kelopak matanya terbuka perlahan, menatap langit-langit kamar hotel yang asing. Tapi yang paling mengejutkan bukanlah tempat ia terbangun, melainkan kenyataan bahwa ia sedang berbaring di ranjang yang sama, bersama Bryan.

Bryan masih tertidur, wajahnya tenang, napasnya teratur. Tubuhnya terasa hangat di samping Eva. Ia sontak terlonjak pelan, menarik selimut ke atas tubuhnya dengan panik. Matanya menatap sekeliling, lalu menunduk, menyadari bahwa ia dan Bryan sama sekali tak mengenakan sehelai benang pun.

“Apa yang terjadi semalam?” pikiran Eva kacau. Kedua tangannya menekan pelipis, mencoba mengingat kembali potongan-potongan memori tadi malam. Adelia mulai mengingat betapa seksinya Bryan ketika mereka berdua bercumbu di atas ranjang bersama.

“Aku mencium Bryan? Dan kami….” pikirannya melayang, berkabut oleh kenangan samar yang sulit ia rangkai. "Astaga, apa aku sudah gila!, Bagimana bisa kami berdua melakukan ini, dan aku tidak menyangka Bryan begitu sangat terampil melakukan ciuman," batin Eva meronta.

Dengan jantung berdebar, Eva segera turun dari ranjang, memunguti pakaian yang berserakan di lantai, dan mengenakannya dengan tergesa. Ia menatap Bryan untuk terakhir kalinya sebelum meninggalkan kamar hotel, tanpa membangunkannya.

Dalam perjalanan pulang, pikiran Eva dipenuhi kegelisahan. Ia tak henti-hentinya memutar ulang kejadian antara dirinya dan Bryan. Sesuatu yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya, kini telah melewati batas yang dulu mereka jaga sebagai sahabat.

“Oh, tidak… Eva,” gumamnya pelan sambil menyandarkan kepala ke jendela mobil, lalu tak sengaja membenturkannya sedikit terlalu keras.

Suara itu membuat sang sopir terkejut.

Ia melirik lewat kaca spion dan bertanya hati-hati, “Anda tidak apa-apa, Nona?”

Eva cepat-cepat menyadari kebodohannya dan tersenyum canggung. Dengan rambut yang berantakan dan pakaian yang kusut, ia tampak seperti seseorang yang baru saja bangkit dari kekacauan.

“Ah, iya... saya tidak apa-apa,” jawabnya gugup sambil memperbaiki posisi duduk.

Setelah tiga puluh menit perjalanan yang terasa sangat lama, akhirnya ia tiba di depan rumah. Tanpa pikir panjang, Eva langsung membayar ongkos taksi dan buru-buru turun, terlalu malu untuk menunjukkan wajahnya lebih lama.

Sang sopir yang hendak mengembalikan uang kembalian, hanya bisa melongo melihat punggung Eva yang sudah menjauh. Ia pun berteriak, “Nona! Uang kembaliannya!”

Namun Eva tak menggubris. Ia melangkah cepat di jalan kecil menuju rumahnya yang terletak agak jauh dari jalan besar. “Aku benar-benar kacau,” gumamnya sambil mengeratkan tali tas selempangnya.

Namun langkahnya terhenti saat melihat sosok yang tak ingin ia temui. Wajahnya seketika membeku.

Juan mantan kekasih yang telah menghancurkan kepercayaannya, tengah berdiri dengan santainya di depan gerbang rumah, seolah tak terjadi apa-apa.

“Kamu ngapain di sini?” suara Eva terdengar datar, namun dingin, menahan gelombang emosi yang tiba-tiba menyeruak.

“E-Eva, aku bisa jelaskan. Aku tahu aku salah… Maafkan aku,” ucap Juan dengan suara lembut, segera melangkah mendekati Eva.

Namun, bagi Eva, keberadaan Juan hanya membuatnya semakin muak. Ia menatap pria itu dengan penuh kecewa dan jijik. “Aku tidak butuh penjelasan apa pun darimu,” balas Eva dingin, nadanya menusuk, tatapannya merendahkan.

Tak menyerah, Juan berlutut di hadapan Eva, kedua tangannya bersimpuh memohon, berharap permohonannya bisa mengubah keputusan sang gadis. “Aku masih mencintaimu, Eva. Aku hanya khilaf… sekali saja. Aku janji tidak akan mengulanginya,” katanya dengan suara memelas.

Eva memalingkan wajah, tak tersentuh sedikitpun oleh tangisan pura-pura Juan. “Minggir! Aku tak ingin mendengarmu lagi. Kita sudah selesai.”

Ia melangkah melewati tubuh Juan yang masih tersungkur, namun pria itu tak rela diperlakukan begitu saja.

Tiba-tiba, dengan kasar Juan menarik lengan Eva dan mendorongnya ke dinding. “Hanya karena aku sekali tidur dengan perempuan lain, kamu mau putus? Kamu gila, ya!” bentaknya penuh emosi.

Terkejut atas perilaku Juan yang kasar, membuat tubuh Eva gemetar karena rasa takut, Eva berusaha melawan, matanya membelalak marah. “Kau gila! Ini rumahku! Beraninya kau bertingkah seperti binatang di sini!” teriaknya, mencoba melepaskan diri dari cengkeraman Juan yang semakin menekan tubuhnya.

“Diam, dasar perempuan tak tahu diri! Mana ada pria yang sanggup menahan diri saat kekasihnya sibuk kuliah di luar negeri! Aku juga punya kebutuhan, Eva!” makinya tanpa malu, kini tangannya menutup mulut Eva dengan paksa.

Air mata mulai menggenang di mata Eva. Tubuhnya bergetar karena rasa takut, membuat kakinya lemas. Meski hatinya menjerit, ia tak mampu melawan. “Umph… lepasin aku… hiks… sakit,” lirihnya di balik tangan Juan yang mencengkeram wajahnya.

Namun sebelum hal lebih buruk terjadi, suara langkah terburu-buru terdengar dari dalam rumah. Tuan Adam, ayah Eva, yang sejak tadi menunggu kepulangan putrinya, mendengar keributan dari luar. Ketika ia membuka pintu dan melihat kejadian mengerikan itu, amarahnya meledak.

Dengan sigap, Tuan Adam menarik kerah baju Juan dan mendorongnya menjauh dari Eva. “Laki-laki macam apa kau ini?! Berani-beraninya kau perlakukan putriku seperti itu!” teriaknya berjalan ke arah pria itu, sambil menggenggam tinjunya siap menghantam wajah Juan yang terlihat terkejut.

Tak lama, Nyonya Liliy keluar menyusul, membawa mantel hangat dan segera menyelimuti tubuh putrinya yang menggigil. Tangannya bergetar saat menyentuh bahu Eva yang trauma. Wajahnya pucat, seolah jantungnya hampir berhenti menyaksikan anak perempuannya mengalami kekerasan seperti itu.

“Om… sa-saya tidak melakukan apa-apa,” elak Juan, menutupi wajahnya saat Tuan Adam melayangkan pukulan ke arah tubuhnya.

“Diam! Saya melihat tanganmu sendiri yang berani menyentuh putriku dengan cara seperti itu!” bentak Tuan Adam dengan sorot mata tajam dan amarah yang nyaris tak terbendung.

Juan masih mencoba membela diri, dengan nada sok suci. “Tidak mungkin saya menyakitinya. Saya dan Eva saling mencintai,” katanya, melirik ke arah Eva yang masih berdiri dengan tubuh gemetar penuh ketakutan.

“Cinta? Cinta macam apa yang membenarkan kekerasan seperti itu? Sampai kapan pun, aku tidak akan pernah merestui anakku bersama pria sekeji dirimu. Jadi, jangan pernah datang ke sini!"

Eva yang melihat ayahnya semakin terpancing emosinya mulai merasa khawatir. Ia tidak ingin ayah yang paling ia cintai, terseret ke dalam masalah hukum hanya karena ingin melindunginya.

“Ayah… tolong hentikan. Eva tidak ingin Ayah menjadi pelaku kekerasan juga,” ucap Eva lirih, air mata mulai mengalir dari sudut matanya.

Mendengar suara Eva yang penuh harap, Tuan Adam terdiam. Napasnya memburu, tinjunya masih mengepal, namun perlahan ia melepaskan kerah baju Juan dengan penuh amarah yang tertahan.

“Cih… Kali ini kau selamat,” desisnya. “Tapi dengar baik-baik.  Jika aku melihatmu menyakiti putriku lagi, walau hanya sekali, aku bersumpah, kau tidak akan pernah selamat!”

Setelah itu, Tuan Adam melangkah pergi, menghampiri istri dan anaknya dengan sorot mata yang tetap waspada. Sambil meninggalkan tempat itu.

Sementara Juan menatap penuh luka dan dendam dari kejauhan. Hatinya panas oleh penghinaan yang baru saja ia terima. Dalam hati, ia bergumam penuh kemarahan.  “Lihat saja… Saat aku berhasil menjadikan Eva istriku, bukan hanya dia yang akan aku kendalikan. Aku akan balas semua penghinaan keluarga ini, berkali-kali lipat.”

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Terjerat Godaan Sahabatku   Bab 11. Altar Pernikahan

    Bryan berdiri tegak di altar, jas hitamnya terpasang sempurna, namun getar halus di ujung jarinya tak bisa ia sembunyikan. Ruangan penuh cahaya itu dihiasi deretan bunga lili dan mawar putih yang semerbak, berpadu dengan denting piano yang mengalun lembut, seolah menenangkan sekaligus menegangkan setiap jiwa yang hadir.Hari itu seharusnya menjadi momen paling bahagia, hari di mana ia dan Eva akhirnya mengucapkan janji suci. Keputusan yang dipercepat, setelah Bryan berhasil meyakinkan Eva untuk menutup telinga dari rumor, dan memilih tetap melangkah bersamanya.“Tenanglah… jangan gugup,” batinnya bergumam, sembari membetulkan dasi pita yang terasa semakin menyesakkan lehernya. Tatapan tamu undangan, dari sanak keluarga hingga sahabat-sahabat terdekat, tertuju penuh harap pada dirinya. Ada yang tersenyum tulus, ada pula yang hanya berbisik penuh tanda tanya.Lalu, pintu besar itu terbuka. Cahaya matahari yang menembus kaca berwarna-warni gereja

  • Terjerat Godaan Sahabatku   Bab 10. Menyelesaikan Kesalahpahaman

    Setelah melihat foto vulgar yang mirip dengan Eva, dada Bryan seakan diremas. Ia bergegas menyusul Eva, hatinya diliputi kebingungan.Setibanya di rumah, ia menekan bel berkali-kali, namun tak ada jawaban. Nama Eva ia seru berulang, tetap saja hening. Rasa panik merayapi tubuhnya, hingga sebuah ingatan terlintas begitu saja. Tanpa pikir panjang, ia berlari menuju tempat itu.Dugaan Bryan ternyata tepat. Eva duduk terpaku di bangku kayu taman bermain, wajahnya tertunduk, bahunya bergetar menahan tangis. Hari yang seharusnya penuh kebahagiaan, justru menyisakan luka dalam hatinya.Langkah Bryan perlahan terhenti di hadapannya. Dengan suara pelan ia berkata, “Eva… apa karena ini kamu tidak ingin bercerita padaku?”Eva tersentak, buru-buru mengangkat wajahnya. Matanya yang sembab menatap Bryan penuh keterkejutan. “Kamu… bagaimana bisa kamu tau aku ada disini,” bisiknya lirih.“Jawab saja, Eva. Aku tidak ingin

  • Terjerat Godaan Sahabatku   Bab 09. Amarah Yang Tak Menentu

    “Bryan!” seru Eva, matanya terbelalak lega ketika suara yang sangat ia kenal terdengar tepat di hadapannya.Nyonya Lea segera menarik tangannya, wajahnya masam. “Hei, Nak, sebaiknya kau jangan ikut campur. Perempuan ini memang pantas mendapat tamparan!” ujarnya ketus, menatap lelaki itu tanpa menyadari bahwa dialah calon suami Eva.Sorot mata Bryan menajam, rahangnya mengeras mendengar penghinaan itu. “Berani sekali kau mengangkat tangan padanya. Memangnya kau siapa hingga bisa memperlakukan calon istri saya dengan cara seperti itu?!” suaranya dingin menusuk.Nyonya Lea sempat terkejut, namun segera tersenyum miring penuh kelicikan. “Oh, jadi kau laki-laki malang itu?” sindirnya tajam. “Dengar baik-baik, Nak. Wanita ini tidak pantas bersanding denganmu. Dia kotor, sok suci, dan hanya akan mempermalukanmu!”Tubuh Eva bergetar hebat. Air mata mulai memenuhi pelupuknya, bukan karena hinaan, tapi kar

  • Terjerat Godaan Sahabatku   Bab 08. Restu Keluarga

    Keduanya bergegas menuju ruangan itu, raut wajah Eva tampak makin gusar setelah mendengar suara keras dari dalam.“Ibu… jangan-jangan ayah,” gumam Eva pelan, tatapannya penuh was-was pada ibunya yang juga terlihat cemas.“Hus, jangan asal bicara. Mana mungkin ayahmu sampai memukul Bryan,” sahut sang ibu, meski nada suaranya terdengar sama khawatirnya.Tak sanggup menahan rasa penasaran, Eva langsung menarik daun pintu dengan agak keras. Namun, begitu pintu terbuka, keduanya justru terpaku kaget, ayahnya dan Bryan ternyata tengah duduk berhadapan sambil serius memainkan papan catur.“Ayah!!” teriak Eva spontan, wajahnya pucat, seolah-olah baru saja menyelamatkan Bryan dari sesuatu yang berbahaya.Tuan Adam terlonjak kaget, bidak catur di tangannya hampir jatuh. “Eva? Kenapa kamu masuk begitu saja?” tanyanya bingung melihat putrinya dan istrinya menatapnya dengan wajah panik.Sementara itu

  • Terjerat Godaan Sahabatku   Bab 07. Misi Membuatmu Jatuh Cinta

    “Aku menerima pernikahan ini... bukan karena aku mencintaimu,” ucap Eva akhirnya, suaranya nyaris tak terdengar, namun cukup untuk membuat hati Bryan terasa tergores.Bryan menatapnya lekat, sorot matanya berubah, namun ia tetap tenang. Eva memberanikan diri menatap sahabatnya itu, yang kini berada di ambang harapan dan luka.“Tapi... aku harap kamu bisa mengerti,” lanjut Eva, mencoba jujur pada akhirnya.Bryan mengangguk pelan, berusaha menyembunyikan kekecewaan yang jelas terpancar dari sorot matanya. “Tidak apa-apa,” katanya dengan suara pelan, lalu menarik napas dalam. “Tapi… ada satu hal lagi yang ingin aku tahu. Aku harap kamu bisa jujur kali ini.”Eva menatapnya dengan bingung. Ia tidak menduga bahwa Bryan akan bersikap setenang ini. Bukannya lega, justru ada rasa sesak yang tumbuh di dadanya. Apakah ia terlalu menyakitinya, atau Bryan justru menahan kecewa?“Jujur tentang apa?&rdq

  • Terjerat Godaan Sahabatku   Bab 06. Hubungan Yang Rumit

    Setelah mendengar suara Eva di telepon yang terdengar seperti menerima lamarannya, Bryan tidak bisa diam. Ia pun dengan cepat menemui Eva, meskipun ada rasa bahagia, namun bercampur dengan kegelisahan, tanpa sadar ia sudah berdiri di depan pintu rumah gadis itu. Dadanya berdebar kencang, dan darahnya berdesir naik ke kepala, membakar setiap pikirannya dengan tanda tanya.Ia menekan bel dengan tangan yang sedikit berkeringat, menelan ludah sembari berharap dirinya tak salah dengar. Namun, harapan itu mendadak berubah getir saat pintu terbuka.Eva berdiri di ambang pintu dengan mata sembab dan wajah sendu. Senyum yang sempat menghiasi wajah Bryan langsung pudar, berganti kecemasan yang mendalam.“Apa yang terjadi, Eva? Matamu... kamu habis menangis?” tanyanya, suaranya penuh kekhawatiran.Eva buru-buru memalingkan wajah, menyembunyikan air mata yang masih menggantung di ujung bulu matanya. “Aku... aku baik-baik saja,” ujarnya pelan,

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status