Beranda / Rumah Tangga / Terjerat Godaan Sahabatku / Bab 07. Misi Membuatmu Jatuh Cinta

Share

Bab 07. Misi Membuatmu Jatuh Cinta

Penulis: Kanghajun
last update Terakhir Diperbarui: 2025-08-30 22:00:00

“Aku menerima pernikahan ini... bukan karena aku mencintaimu,” ucap Eva akhirnya, suaranya nyaris tak terdengar, namun cukup untuk membuat hati Bryan terasa tergores.

Bryan menatapnya lekat, sorot matanya berubah, namun ia tetap tenang. Eva memberanikan diri menatap sahabatnya itu, yang kini berada di ambang harapan dan luka.

“Tapi... aku harap kamu bisa mengerti,” lanjut Eva, mencoba jujur pada akhirnya.

Bryan mengangguk pelan, berusaha menyembunyikan kekecewaan yang jelas terpancar dari sorot matanya. “Tidak apa-apa,” katanya dengan suara pelan, lalu menarik napas dalam. “Tapi… ada satu hal lagi yang ingin aku tahu. Aku harap kamu bisa jujur kali ini.”

Eva menatapnya dengan bingung. Ia tidak menduga bahwa Bryan akan bersikap setenang ini. Bukannya lega, justru ada rasa sesak yang tumbuh di dadanya. Apakah ia terlalu menyakitinya, atau Bryan justru menahan kecewa?

“Jujur tentang apa?” tanyanya akhirnya.

Bryan menatapnya dalam-dalam. “Apa alasan sebenarnya kamu menerima pernikahan ini?” tanyanya langsung, tanpa basa-basi.

Eva menunduk, ragu sejenak. Tapi ia tahu Bryan berhak mendengarnya. “Karena aku butuh perlindunganmu, Bryan. Juan terus mengusikku. Dia menyebarkan rumor buruk tentangku... dan aku tidak tahu harus minta tolong pada siapa lagi,” jawab Eva pelan, namun jujur.

Mendengar nama itu disebut, rahang Bryan mengeras, dan sorot matanya langsung berubah menjadi dingin. “Apa yang dia lakukan padamu?” desisnya penuh amarah.

Eva menggenggam tangannya, lalu menyentuh pipi Bryan dengan lembut, mencoba menenangkannya. “Karena itulah aku hanya bisa mengandalkanmu. Aku tahu ini egois, tapi aku benar-benar tidak tahu harus bagaimana.”

Bryan menangkup tangan Eva yang menyentuh wajahnya, lalu mengecupnya perlahan dengan penuh makna. “Kalau begitu… gunakan aku sepuas hatimu, Eva. Asalkan pria itu tak lagi bisa menyakitimu,” ucapnya tulus. 

“Tapi satu hal, aku akan berusaha membuatmu jatuh cinta padaku. Dan kalau hari itu datang… kumohon, jangan usir aku dari hatimu.”

Kata-kata Bryan membuat jantung Eva berdegup tak beraturan. Perasaannya mulai kacau, ada gejolak yang selama ini ia pendam dan coba abaikan. Namun kali ini, semuanya terasa terlalu nyata.

“Iya… aku janji,” ucap Eva perlahan. “Jika aku benar-benar jatuh cinta padamu nanti, aku tidak akan menolaknya.”

Keesokan paginya, Bryan datang lagi ke rumah Eva, kali ini dengan niat bulat, meminta izin pada ayah Eva. Wajahnya terlihat lebih serius dari biasanya, meski tangan yang membawa beberapa bungkusan kado tampak sedikit gemetar.

“Eva, coba lihat siapa yang datang sepagi ini,” seru Tuan Adam sambil memotong stek panggang di meja makan, setelah bel rumah berbunyi.

Eva sedikit ragu menjawab, tapi akhirnya membuka suara. “Itu Bryan, Ayah.”

“Serius,” sahut ibunya, langsung berdiri penuh semangat. “Kalau begitu, biar Ibu saja yang buka pintunya!”

Eva hanya bisa menghela napas. Ia tahu ibunya memang sejak dulu menganggap Bryan seperti anak laki-lakinya sendiri. Malah, sering kali ibunya bilang, “Kalau kamu enggak nikah sama Bryan, Ibu yang akan jodohin kamu sama dia.” Kalimat itu dulu terdengar seperti ancaman.

Tak lama, Bryan sudah berdiri di ruang tamu dengan penampilan super rapi. Rambutnya disisir ke samping, baju dimasukkan ke celana, bahkan sepatunya mengkilap seperti baru disemir lima kali.

“Tumben datang pagi-pagi, Nak,” ucap Tuan Adam sambil menatap Bryan dari ujung kepala sampai ujung sepatu, ia merasa sedikit curiga.

“Iya, Paman,” jawab Bryan gugup, mengelus belakang lehernya sebelum lanjut bicara.

“Kalau begitu duduklah. Nanti kita ke restoran bareng, Ibu sudah masak yang spesial hari ini,” ucap ibunya penuh semangat, senyumnya tidak kalah dari sinar mentari pagi.

Tapi Bryan tidak duduk. Ia malah berdiri kaku seperti patung lilin, lalu melirik Eva, yang duduk santai sambil menyeruput jus jeruknya.

“Kenapa?” tanya Eva pelan, menyipitkan mata melihat ekspresi Bryan yang seperti mau wawancara kerja.

Bryan menarik napas panjang, lalu bersuara lantang, “Paman, Tante, izinkan saya untuk menikah dengan putri kalian!”

Seisi ruangan langsung hening.

Eva hampir tersedak jusnya sendiri. “Uughkk!”

Brak!

Tuan Adam menghentak meja. Wajahnya antara bingung dan sedikit marah.

“Paman tahu kamu menyukai Eva, tapi kenapa harus menikahinya,” ucapnya dengan nada tinggi, menatap Bryan seperti baru sadar selama ini pria itu menaruh hati secara diam-diam.

Sementara itu, sang ibu justru berteriak girang seperti baru menang lotre.

“Kyaa! Akhirnya ibu punya anak laki-laki tampan seperti idola drama Korea!” teriaknya, hampir melonjak dari kursi.

Situasi berubah kacau balau. Tuan Adam masih menatap Bryan dengan sorot menuntut penjelasan, sementara Bryan berdiri seperti terdakwa di ruang persidangan.

“Iya, Ayah. Kami akan menikah,” jawab Eva akhirnya, mencoba menenangkan suasana.

Tuan Adam langsung bertanya dengan nada curiga, “Sejak kapan kalian berpacaran, sampai Ayah harus mendengar ini secara tiba-tiba?”

Eva menjawab cepat, “Dua minggu lalu.”

Bryan, hampir bersamaan menjawab, “Satu minggu lalu, Paman.”

Keduanya langsung saling menatap.

Bryan membisik pelan, “Kenapa dua minggu?”

Eva balas bisik, “Lah, bukannya kita deketnya udah dua minggu?”

Bryan membalas dengan suara nyaris tak terdengar, “Tapi yang resmi kan baru minggu lalu.”

“Resmi apanya?” bisik Eva mendadak kesal 

Tuan Adam berdehem keras, membuat keduanya refleks duduk tegak.

Bryan kembali merapikan penampilannya, seolah-olah tengah bersiap menghadapi ujian penting. Wajahnya mencoba terlihat tenang, meski detak jantungnya tidak bisa diajak kompromi.

“Ikut Paman sekarang,” ucap Tuan Adam bangun dari duduknya, sambil menatapnya tajam.

Bryan menelan ludah. Ia sempat melirik ke arah Eva sekilas, berharap mendapat sedikit dukungan dari tatapan gadis itu. Namun, Eva justru berpura-pura tak peduli, pura-pura sibuk dengan cangkir jusnya, padahal telinganya ikut siaga.

Sementara itu, sang ibu langsung menghampiri Eva dengan antusias yang sulit ditahan, wajahnya berbinar seperti menemukan babak baru dalam drama kesayangannya.

“Ceritakan pada Ibu, Eva. Sejak kapan kalian... hm, dekat?” tanyanya, meski kalimatnya terpotong sendiri oleh senyum geli yang menggantung di wajahnya.

Eva memutar bola matanya malas. "Ibu juga sudah dengar sendiri tadi,” jawabnya, malas-malasan.

“Iya, tapi beda rasanya kalau dengar langsung dari mulutmu. Lagi pula, kenapa kamu nggak pernah cerita sih kalau kalian udah lebih dari sekadar teman,” goda ibunya sambil terus mengamati ekspresi putrinya, yang tampak gelisah memandangi arah ruangan tempat Bryan dan ayahnya menghilang.

“Ibumu tahu sendiri, Ayahmu itu sangat menyukai Bryan, sama seperti Ibu. Jadi tenang saja, dia nggak akan dimakan,” ucap sang ibu mencoba menenangkannya.

Namun Eva bersikap sebaliknya. Ia bersandar di sofa dengan tangan terlipat, serta bibir mengerucut, lalu menjawab dengan nada protes. “Huh, siapa juga yang khawatir. Lagi pula, aku sudah tahu dari dulu... kalian tuh perhatian banget sama dia, kadang kayak anak sendiri.”

Mendengar hal itu membuat Ibunya tertawa pelan. “Makanya, Ibu penasaran. Apa yang membuat kamu akhirnya mau menikahinya? Dulu kamu selalu menolak, dan….”

Belum sempat ibunya menyelesaikan kalimatnya, tiba-tiba terdengar suara cukup keras dari arah ruangan tempat Tuan Adam dan Bryan berada.

Brak!

“Ap-apa itu tadi?!” seru Eva dan ibunya hampir bersamaan, keduanya terlonjak kaget dari duduk mereka, dan saling berpandangan.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Terjerat Godaan Sahabatku   Bab 11. Altar Pernikahan

    Bryan berdiri tegak di altar, jas hitamnya terpasang sempurna, namun getar halus di ujung jarinya tak bisa ia sembunyikan. Ruangan penuh cahaya itu dihiasi deretan bunga lili dan mawar putih yang semerbak, berpadu dengan denting piano yang mengalun lembut, seolah menenangkan sekaligus menegangkan setiap jiwa yang hadir.Hari itu seharusnya menjadi momen paling bahagia, hari di mana ia dan Eva akhirnya mengucapkan janji suci. Keputusan yang dipercepat, setelah Bryan berhasil meyakinkan Eva untuk menutup telinga dari rumor, dan memilih tetap melangkah bersamanya.“Tenanglah… jangan gugup,” batinnya bergumam, sembari membetulkan dasi pita yang terasa semakin menyesakkan lehernya. Tatapan tamu undangan, dari sanak keluarga hingga sahabat-sahabat terdekat, tertuju penuh harap pada dirinya. Ada yang tersenyum tulus, ada pula yang hanya berbisik penuh tanda tanya.Lalu, pintu besar itu terbuka. Cahaya matahari yang menembus kaca berwarna-warni gereja

  • Terjerat Godaan Sahabatku   Bab 10. Menyelesaikan Kesalahpahaman

    Setelah melihat foto vulgar yang mirip dengan Eva, dada Bryan seakan diremas. Ia bergegas menyusul Eva, hatinya diliputi kebingungan.Setibanya di rumah, ia menekan bel berkali-kali, namun tak ada jawaban. Nama Eva ia seru berulang, tetap saja hening. Rasa panik merayapi tubuhnya, hingga sebuah ingatan terlintas begitu saja. Tanpa pikir panjang, ia berlari menuju tempat itu.Dugaan Bryan ternyata tepat. Eva duduk terpaku di bangku kayu taman bermain, wajahnya tertunduk, bahunya bergetar menahan tangis. Hari yang seharusnya penuh kebahagiaan, justru menyisakan luka dalam hatinya.Langkah Bryan perlahan terhenti di hadapannya. Dengan suara pelan ia berkata, “Eva… apa karena ini kamu tidak ingin bercerita padaku?”Eva tersentak, buru-buru mengangkat wajahnya. Matanya yang sembab menatap Bryan penuh keterkejutan. “Kamu… bagaimana bisa kamu tau aku ada disini,” bisiknya lirih.“Jawab saja, Eva. Aku tidak ingin

  • Terjerat Godaan Sahabatku   Bab 09. Amarah Yang Tak Menentu

    “Bryan!” seru Eva, matanya terbelalak lega ketika suara yang sangat ia kenal terdengar tepat di hadapannya.Nyonya Lea segera menarik tangannya, wajahnya masam. “Hei, Nak, sebaiknya kau jangan ikut campur. Perempuan ini memang pantas mendapat tamparan!” ujarnya ketus, menatap lelaki itu tanpa menyadari bahwa dialah calon suami Eva.Sorot mata Bryan menajam, rahangnya mengeras mendengar penghinaan itu. “Berani sekali kau mengangkat tangan padanya. Memangnya kau siapa hingga bisa memperlakukan calon istri saya dengan cara seperti itu?!” suaranya dingin menusuk.Nyonya Lea sempat terkejut, namun segera tersenyum miring penuh kelicikan. “Oh, jadi kau laki-laki malang itu?” sindirnya tajam. “Dengar baik-baik, Nak. Wanita ini tidak pantas bersanding denganmu. Dia kotor, sok suci, dan hanya akan mempermalukanmu!”Tubuh Eva bergetar hebat. Air mata mulai memenuhi pelupuknya, bukan karena hinaan, tapi kar

  • Terjerat Godaan Sahabatku   Bab 08. Restu Keluarga

    Keduanya bergegas menuju ruangan itu, raut wajah Eva tampak makin gusar setelah mendengar suara keras dari dalam.“Ibu… jangan-jangan ayah,” gumam Eva pelan, tatapannya penuh was-was pada ibunya yang juga terlihat cemas.“Hus, jangan asal bicara. Mana mungkin ayahmu sampai memukul Bryan,” sahut sang ibu, meski nada suaranya terdengar sama khawatirnya.Tak sanggup menahan rasa penasaran, Eva langsung menarik daun pintu dengan agak keras. Namun, begitu pintu terbuka, keduanya justru terpaku kaget, ayahnya dan Bryan ternyata tengah duduk berhadapan sambil serius memainkan papan catur.“Ayah!!” teriak Eva spontan, wajahnya pucat, seolah-olah baru saja menyelamatkan Bryan dari sesuatu yang berbahaya.Tuan Adam terlonjak kaget, bidak catur di tangannya hampir jatuh. “Eva? Kenapa kamu masuk begitu saja?” tanyanya bingung melihat putrinya dan istrinya menatapnya dengan wajah panik.Sementara itu

  • Terjerat Godaan Sahabatku   Bab 07. Misi Membuatmu Jatuh Cinta

    “Aku menerima pernikahan ini... bukan karena aku mencintaimu,” ucap Eva akhirnya, suaranya nyaris tak terdengar, namun cukup untuk membuat hati Bryan terasa tergores.Bryan menatapnya lekat, sorot matanya berubah, namun ia tetap tenang. Eva memberanikan diri menatap sahabatnya itu, yang kini berada di ambang harapan dan luka.“Tapi... aku harap kamu bisa mengerti,” lanjut Eva, mencoba jujur pada akhirnya.Bryan mengangguk pelan, berusaha menyembunyikan kekecewaan yang jelas terpancar dari sorot matanya. “Tidak apa-apa,” katanya dengan suara pelan, lalu menarik napas dalam. “Tapi… ada satu hal lagi yang ingin aku tahu. Aku harap kamu bisa jujur kali ini.”Eva menatapnya dengan bingung. Ia tidak menduga bahwa Bryan akan bersikap setenang ini. Bukannya lega, justru ada rasa sesak yang tumbuh di dadanya. Apakah ia terlalu menyakitinya, atau Bryan justru menahan kecewa?“Jujur tentang apa?&rdq

  • Terjerat Godaan Sahabatku   Bab 06. Hubungan Yang Rumit

    Setelah mendengar suara Eva di telepon yang terdengar seperti menerima lamarannya, Bryan tidak bisa diam. Ia pun dengan cepat menemui Eva, meskipun ada rasa bahagia, namun bercampur dengan kegelisahan, tanpa sadar ia sudah berdiri di depan pintu rumah gadis itu. Dadanya berdebar kencang, dan darahnya berdesir naik ke kepala, membakar setiap pikirannya dengan tanda tanya.Ia menekan bel dengan tangan yang sedikit berkeringat, menelan ludah sembari berharap dirinya tak salah dengar. Namun, harapan itu mendadak berubah getir saat pintu terbuka.Eva berdiri di ambang pintu dengan mata sembab dan wajah sendu. Senyum yang sempat menghiasi wajah Bryan langsung pudar, berganti kecemasan yang mendalam.“Apa yang terjadi, Eva? Matamu... kamu habis menangis?” tanyanya, suaranya penuh kekhawatiran.Eva buru-buru memalingkan wajah, menyembunyikan air mata yang masih menggantung di ujung bulu matanya. “Aku... aku baik-baik saja,” ujarnya pelan,

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status