"Dibandingkan melampiaskan secara asal- asalan, mbak juga harus menikmatinya dengan baik."Sagara sangat berani untuk maju perlahan dan mempertemukan kembali bibir keduanya. Tidak kasar seperti sebelumnya, kali ini dia memulai dengan perlahan. Memberikan lumatan- lumatan lembut yang mengirimkan sinyal- sinyal menyenangkan bagi Natalia yang tengah kebingungan. Laki- laki itu mengakhiri lumatannya dan menemukan Natalia yang mematung bingung. Bibir Sagara melengkungkan senyuman misterius setelah mengusap sudut bibir Natalia, "manis.""Cara terbaik untuk membalas dendam adalah menampilkan sisi terbaik dan bahagia yang tidak dia dapatkan saat dulu kalian bersama. Tidak perlu menghadapinya dengan emosi, juga tidak perlu melayangkan serangan- serangan brutal pada sembarang lelaki tanpa mengetahui tujuannya," bubuh Sagara sembari masih membelai lembut pipi wanita yang lebih dewasa darinya itu.Natalia menatap bingung sepasang bola mata hazel yang tak berkedip dihadapannya. Permainan kata- ka
Pagi itu kediaman Natalia Xaviera sunyi seperti biasanya. Sebenarnya sih sudah cukup siang untuk dikategorikan sebagai pagi. Jam dinding menunjukkan pukul 9. Di lantai 1 hanya ada Ibu Widya yang mengerjakan pekerjaannya dengan tenang. Tidak ada drama suara- suara panci ataupun vacuum cleaner bising yang merayap. Semuanya halus dan rapi dalam sekejap. Sementara itu, di lantai dua, wanita dengan rambut lurus panjang yang bergelung dalam selimut itu menggeliat pelan. Netranya terbuka secara perlahan kala sang surya menyelinap masuk dari jendela dekat balkon. Pinggangnya agak berat, rupanya ditimpa oleh lengan semi berotot pria muda yang masih terjerat mimpi dengan tenang. Natalia tidak heran saat menemukan presensi laki-laki yang memeluknya erat itu. Kulit mereka bersentuhan langsung, begitupula deru nafas yang saling bersahutan. Setelah kegiatan agak panas subuh tadi, mereka tak lanjut bicara apapun dan langsung terlelap begitu saja. Astaga, mengingat bagaimana manisnya Sagara
"Seger banget tampang lo, habis dapet jatah?"Celetukan asal tepat sasaran milik Mario membuat Sagara semakin berpikir bahwa lelaki itu adalah cenayang. Dia seorang pengamat yang baik selama ini, setiap detil perubahan mood Sagara dapat ditangkapnya dengan baik. Syukurnya, Mario sendiri pun hanya asal terka, dia bahkan tidak akan menganggap serius omongannya sendiri. Sagara sadar, sejak tadi pagi memang suasana hatinya sangat amat terlampau bagus. Lelaki itu datang ke kantor lima belas menit lebih awal dibarengi senyum yang tidak luntur sedetik pun. Dia juga membalas setiap sapaan dengan baik dan ceria. Wajahnya berseri seperti habis memenangkan undian berhadiah bernilai miliaran. Yap, Sagara terlihat sebahagia itu.Bagaimana tidak? Meskipun bukan menjadi kekasih, dia baru saja memenangkan jackpot! Bekerjasama dengan Natalia Xaviera—wanita cantik idaman semua pria, siapa yang menolak? Sagara beruntung, bukan?Kali ini dia berusaha untuk mengontrol ekspresinya agar tidak terlalu kent
“Sial!” Lelaki usia awal dua puluhan itu merutuk—mengabsen pengisi kebun binatang dengan luwes. Bibirnya komat-kamit berbarengan dengan emosinya yang kian memuncak. Sepolos apapun Sagara, nyatanya dia masih bisa mengumpat di depan ponselnya ketika sedang bermain game.Dua alisnya mengerut sementara matanya sibuk menganalisis pergerakan karakter dalam layar. Jemari- jemarinya super sibuk dengan debaran kencang karena aroma kekalahan yang semakin tercium jelas. Di tengah masa- masa kritisnya, Sagara justru semakin tidak fokus kala merasakan sesuatu merayap dari belakang lehernya hingga benda kenyal menempel di punggungnya. Belum lagi helaan nafas yang menggelitik telinganya. Astaga, siapa yang bisa fokus? “Sedang main game?” Sagara makin panik kala jemari- jemari panjang itu dengan semakin berani meraba kulit dadanya. Selain itu, ada satu tangan nakal yang berusaha bergerak turun dan jelas saja membuatnya was- was. “S-sebentar,” cegahnya saat menyadari wanita dibelakangnya justru s
Natalia menahan desahannya kala benda asing menggoda inti tubuhnya. Hanya menyentuh permukaan luar, namun sepertinya sudah membuatnya menjelma menjadi cacing kepanasan. Tubuhnya menggelinjang sementara tangannya kini menahan lengan kokoh dibelakangnya agar tidak terus menerus mengusilinya. “Do it or nah?” Sagara mengirimkan senyuman miring yang menjadi ciri khas barunya. Lelaki muda itu merekam dengan jelas bagaimana wajah needy seorang Natalia Xaviera saat berada dibawah kukungannya. Tak langsung memberikan keputusan, dia justru memilih untuk memberikan godaan sedikit lagi. Tubuh Natalia memunggunginya karena Sagara menyudutkan wanita itu ke sandaran sofa. Sagara mengecup punggung telanjang itu sembari menghirup dalam- dalam aroma memabukkan Natalia Xaviera. “Say please…” bisikan rendah itu lagi-lagi mengirimkan sensasi menyenangkan bagi Natalia. Wanita itu menggigit bibirnya dalam kabut gairah. Tubuhnya sudah benar- benar tidak tahan. “Do it, please…”Sesuai request, Natalia t
Sekitar pukul tujuh pagi ketika Natalia menggeliat kecil dari tidurnya. Wanita yang memaksa diri untuk bangkit untuk mengaduh sesaat kala menyadari tubuhnya masih perih dan pegal. Gelenyar aneh kembali hinggap dalam dirinya, pipinya tanpa sadar merona karena pertempuran gila semalam yang tak pernah ia duga akan jadi sepanas itu. Berbeda dengan sebelumnya, kali ini mereka benar- benar melakukannya dan sama- sama sadar seratus persen. Natalia memang sudah gila karena pulang dari rapat melelahkan kemarin dia justru dengan nekat memancing hasrat Sagara yang baru sehari setuju untuk menjadi housemate with benefit-nya. Tapi serius, Natalia masih tidak bisa percaya bahwa ia benar- benar telah dicumbu oleh brondong polos namun ternyata liar itu. Lelaki muda yang dia kira polos dan cupu ternyata berhasil membuatnya merintih hingga menggila semalaman. Pengalaman bersama Sagara tentu harus dia nobatkan menjadi pengalaman ranjang terbaiknya. Bahkan dengan mantan- mantannya sebelumnya Natalia
"Apa ada berita baik, bu?"Natalia itu cantik, super cantik dan menarik bahkan. Tapi sebagai asisten yang telah menemani bosnya itu cukup lama, Deana tidak bisa mengabaikan fakta bahwa rona kemerahan dan binar di netra Natalia menyorotkan kegembiraan yang tidak biasa. Wanita dengan potongan rambut pendek itu meletakkan kopi wajib milik Natalia diatas meja. Sementara si bos yang sedari tadi senyum-senyum sendiri setelah keluar dari ruangan rapat hanya membalas dengan senyuman kecil kearahnya.Natalia melepaskan kacamata kerja miliknya, menyeruput kopinya sedikit sebelum kembali meletakkan cangkir kesayangan diatas meja. Pandangannya kini teralih pada Deana yang masih menatapnya dengan penuh rasa penasaran. Senyum miringnya terukir tipis, "bukankah menurutmu pembahasan di ruang rapat tadi cukup menarik?"Deana balas tersenyum kecil. Memang hasil rapat tadi jelas sangat menguntungkan posisi perusahaan dan juga Natalia. Namun ratusan kali pun dia mengekori Natalia rapat sebelumnya, ek
"Gar, habis makan lo ikut gue ke Calla, ya!"Sagara menghentikan suapannya setelah tepukan dari David menyapa bahunya. Sagara hanya balas mengangguk saja. Sementara seniornya itu langsung menyambar esteh milik Mario yang ikut bengong terhadap perlakuan semena- mena-nya itu. Wajah David agak memerah, nafasnya juga masih setengah tersengal—mirip orang habis lari marathon. Bedanya, baik Sagara maupun Mario yakin bahwa David bukan tipe yang akan secara suka ria ikut lari begitu. "Habis ngapain, bang?" Mario awalnya hendak protes karena minumnya diserobot oleh sang senior. Tapi pada akhirnya dia tidak jadi protes. Terlanjur kasihan melihat seniornya yang paling sering diandalkan satu divisi itu. Dari tampangnya saja sudah kelihatan kalau David habis mengemban tugas negara. David menyandarkan tubuhnya di tembok. Kebetulan Sagara dan Mario memang paling sering duduk di kantin bagian pojok belakang. Selain karena mendapat tembok sebagai senderan, juga karena dekat jendela. "Biasa, ngurusi