Bella ingin menolak permintaan Edgar tetapi tubuhnya berkata lain. Dia sangat menikmati setiap sentuhan lelaki tampan itu, bahkan kini tangan nakal Edgar sudah menyesap memainkan bagian inti tubuhnya.
Edgar mulai memainkan jarinya di sana, membuat tubuh Bella menggeliat liar merasakan sensasi yang memabukkan."Edgar. Ugh," racau Bella sambil memejamkan kedua matanya rapat.Edgar tersenyum lebar, lalu mulai mengarahkan pusakanya agar bisa masuk dengan sempurna ke liang kenikmatan Bella."Boleh ya, aku memulainya?" bisik Edgar tepat di telinga Bella."Iya, lakukanlah," angguk Bella memasrahkan dirinya dinikmati oleh Edgar.Suara desahan Edgar terdengar memenuhi ruang kamar mandi saat pusakannya berhasil tenggelam dengan sempurna. Ia memacu tubuhnya dengan ritme cepat, sadar akan waktu yang kurang tepat, karena sebentar lagi mereka akan berangkat kuliah.Kecepatan pacuan Edgar sama seperti kendaraan bermotor yang melaju kencang 120km perjam.Aakhhh! Raungan Edgar memenuhi ruang kamar mandi.Bella menutup mulut Edgar dengan telapak tangannya agar suara lelaki itu tidak terdengar."Bell, a-aku menyukai ini. Ah, tubuhmu membuatku candu." Edgar mendesah."Lakukan dengan cepat! Aku takut tiba-tiba Tuan datang dan masuk ke dalam kamar," ucap Bella berkeringat.Edgar menyalakan keran air shower untuk menyamarkan suara desahan mereka. Kini, tubuh keduanya basah kuyup diguyur air dengan suhu dingin. Namun, penyatuan itu membuat keduanya berkeringat dan merasakan sensasi panas luar biasa.Edgar benar-benar sudah di luar batas, dia tidak memperdulikan ayahnya lagi. Dan siapapun yang menjadi penghalang hubungan mereka berdua.Aakkhhh!Suara teriakan dan raungan Edgar semakin membuat Bella ketakutan, takut tiba-tiba Barta masuk ke dalam. Bisa-bisa mereka berdua dibunuh oleh Barta."Bell, aku mau keluar." Edgar meracau. "Kita keluar sama-sama ya."Edgar menghentakkan tubuhnya dengan kencang. "Aakhh …. " Suara teriakan Edgar langsung dihentikan dengan telapak tangan Bella saat dia mendengar suara langkah kaki masuk ke dalam kamar."Bel, kamu lihat benda hitam di lemari tidak?" tanya Barta yang masuk ke dalam kamar. "Jam segini kamu masih di dalam kamar mandi? Katanya mau berangkat kuliah?"Bella panik bukan main. Langsung melepas dekapan Edgar yang sudah diambang kenikmatan bercinta.Sial!Edgar harus menahan sesuatu yang sudah berada di ujung."Tuan Barta ada di dalam kamar," bisik Bella ketakutan."Iya aku tahu," balas Edgar santai."Aku takut," ucap Bella lalu melangkah perlahan mendekati pintu.KREK KREK KREK!Barta memutar mutar gagang pintu kamar mandi, tetapi dikunci."Bella! Kamu pingsan atau mati sih? Kok tidak ada sahutan sama sekali? Kamu belum ke kampus?" teriak Barta mulai emosi."Be-belum Tuan, sa-saya lagi sakit perut," sahut Bella tergagap."Sejak kapan kamu menjadi gapap seperti itu? Sedang apa kamu di dalam sana?" teriak Barta."Saya sedang buang air besar Tuan, maaf saya sakit perut. Tadi saya sudah siap-siap tapi saya balik lagi ke kamar mandi," dusta Bella."Ya sudah cepat! Saya yang akan mengantarmu. Sepertinya Edgar sudah pergi dengan temannya, karena dia tidak ada di kamar.""Iya Tuan." Bella menoleh ke belakang melihat Edgar tengah berusaha keluar melewati ventilasi udara yang menembus ke halaman belakang.Jantung Bella berdebar tidak beraturan, takut kalau Barta mengetahui dia tengah bersama anaknya dan mereka baru saja saling berbagi peluh."Cepat Bell!" teriak Barta mulai kehabisan kesabaran."Iya Tuan, sebentar lagi saya selesai." Bella mengulur waktu agar Edgar keluar."Pakai pakaianmu! Cepat! Sebelum Papaku mendobrak pintu!" kata Edgar yang saat ini sudah berhasil naik ke lubang ventilasi udara."Iya," angguk Bella mulai memakai pakaiannya satu persatu.Edgar melompat ke bawah lalu berlari dengan cepat menuju kamarnya sambil memperhatikan keadaan.Bella sudah memakai pakaian lengkap. Dia naik ke atas closed lalu menutup kembali lubang ventilasi udara."Kamu sudah selesai atau belum? Saya banyak urusan di luar!" teriak Barta.BRUK BRUK BRUKBarta menendang pintu kamar mandi karena emosi. "Cepat!" Teriakannya terdengar melengking.Bella turun dari atas closed lalu melangkah mendekati pintu, membukanya lebar."Kamu bersama siapa di dalam? Kenapa lama sekali? Kamu menyembunyikan laki-laki di dalam sana? Hah?" tuduh Barta."Tidak Tuan, saya sedang buang air besar. Saya sakit perut karena diare Tuan," dusta Bella.Barta mengedarkan pandangan ke dalam kamar mandi. "Ya sudah, ayo cepat kita ke kampusmu! Saya banyak urusan. Saya kembali ke sini karena pistol saya tertinggal.""Iya Tuan," angguk Bella lalu berjalan beriringan dengan Barta.Barta menggenggam jemari lentik Bella sangat erat. Namun, sepertinya Bella kurang nyaman dengan apa yang dilakukan oleh suaminya."Kamu kenapa risih begitu? Hah? Aku ini suamimu!" desis Barta menatap tajam."Maaf Tuan," ucap Bella menundukkan kepala.TAK TAK TAKSuara langkah kaki berlari terdengar dari belakang. Edgar tergesa-gesa berlari melewati Bella dan ayahnya.Barta menatap bingung melihat Edgar masih ada di rumah. "Kamu belum ke kampus? Tadi Papa mencarimu di kamar tapi tidak ada. Dari mana saja kamu?"Edgar menghentikan langkah kakinya kemudian memutar tubuh ke belakang. Pandang matanya langsung tertuju pada tangan Barta yang tengah menggenggam erat jemari lentik Bella.Wajah dingin Edgar sudah menjelaskan betapa hancur hatinya saat ini."Jawab!" bentak Barta yang tidak pernah berkenalan dengan kata sabar."Aku ada di halaman belakang, aku sedang mempelajari tumbuhan untuk tugas kuliah," dusta Edgar masih terus memandangi tangan Barta dan Bella."Lalu sekarang, kamu sudah terlambat kuliah?" tanya Barta menatap tajam."Belum, satu jam lagi baru pelajaran dimulai," jawab Edgar dengan malas."Kalau begitu tolong kamu antar Bella ke kampus, kalian kan kuliah di universitas yang sama. Papa mau mencari pelaku pembakaran mobil, tadi Papa lupa membawa pistol." Barta melepas genggaman tangannya.Edgar mengangguk, memang itu yang dia harapkan sejak awal."Hati-hati, Pa," ucap Edgar berbasa-basi."Hmm," jawab Barta dingin.Edgar mendekati Bella lalu menggenggam jemari lentik Bella."Edgar! Lepas!" Bella menangkis tangan Edgar. "Bagaimana kalau Papamu melihat? Jangan nekat Edgar! Aku belum mau mati! Aku masih ingin membahagiakan kedua orang tuaku!""Kedua orang tuamu? Cih! Mereka sudah menjualmu pada Papaku! Dan kamu masih mau menganggap mereka ada?""Mereka melakukan itu karena terpaksa, dan aku yang menyetujui lamaran Papamu. Semua bukan kesalahan kedua orang tuaku!" dengkus Bella emosi.Edgar berdecih. Tetap tidak menyukai kedua orang tua Bella yang tega menjadikan Bella istri seorang Lintah Darat Kejam."Cepat kita ke kampus!" ajak Edgar."Aku .... " Bella terlihat ragu."Jangan menolak! Lihat mobil Papaku sudah pergi, tidak ada siapapun yang melihat. Kecuali penjaga rumah tidak berguna itu. Bisa-bisanya mereka tidak tahu mobil Papa terbakar." Edgar dan Bella berjalan beriringan ke halaman rumah.Bella terdiam di depan pintu mobil, "Jadi yang membakar mobil itu bukan kamu?""Memangnya kamu pikir aku gila? Mobil itu harganya sangat mahal. Daripada aku membakarnya lebih baik aku menjual mobil itu lalu uangnya untuk kita jalan jalan keluar negeri."Bella mengangguk lalu naik ke dalam mobil setelah Edgar membuka pintu."Aku ingin menyelesaikan apa yang tertunda tadi," ucap Edgar lalu melajukan mobilnya keluar dari rumah mewah Barta Wijaya.DEG!Bella menatap Edgar tidak mengerti, "Maksudnya? Kita mau ke mana?""Hotel," jawab Edgar menyeringai.Satu tahun kemudian, memasuki usia Bryan dan Nancy yang ke 6. Tepat hari itu pula, sebuah acara besar-besaran digelar dengan sangat meriah.Hari ini adalah hari dimana Naomi akan melangsungkan pernikahan dengan Galih. Setelah sebelumnya Edgar dan Bella berusaha untuk menjodohkan mereka, akhirnya keduanya kembali dekat dan saling mengungkapkan perasaan.Hingga akhirnya setelah satu tahun menjalin hubungan, kini Naomi dan Galih pun memutuskan untuk melanjutkan hubungan mereka ke jenjang pernikahan.“Sayang, aku sangat bahagia karena akhirnya Naomi dan Galih benar-benar akan menikah,” kata Bella pada Edgar, sesaat setelah mereka tiba di aula pernikahan tersebut.“Aku juga sangat bahagia, Sayang. Tidak sia-sia kita membuat kedekatan di antara mereka lagi.” Edgar mengangguk setuju.Bella hanya terkekeh mendengar perkataan sang suami. Kini mereka melanjutkan langkah mereka, menjadi saksi pernikahan antara Naomi dan Galih.Tepat di atas pelaminan, keduanya tampak bersanding dengan senyum yan
“Rencana kita pagi ini mau kemana?” tanya Edgar pada anak-anak dan istrinya.Mereka telah menyelesaikan acara sarapannya dan kini tengah bersiap untuk berangkat menuju tempat liburan.“Bagaimana kalau ke water park atau ke pantai saja, Pa?” Nancy menawarkan.“Hmm, sepertinya bagus juga. Ya sudah, kalau begitu kita pergi ke water park dulu, setelah itu baru kita pergi ke pantai.” Edgar mengangguk setuju.“Yeeii.” Bryan dan Nancy bersorak kegirangan.Kedua anak kecil itu dengan antusias segera masuk ke dalam mobil, hendak disusul oleh Bella dan Edgar. Namun sebelum mereka masuk mobil, tiba-tiba saja datang sebuah taksi yang berhenti tepat di depan rumah mereka.Tak lama setelah itu, terlihat seorang wanita yang melangkah masuk ke halaman dan berhenti di hadapan Bella.“Bella,” ucapnya menyapa wanita itu.Mendengar suara itu, sontak membuat Bella terkejut dan segera mengangkat wajahnya. Seketika ia tercengang, saat melihat sosok Naomi sedang berdiri di hadapannya.“Naomi!” pekik Bella kag
“Papa, ayo kita main!” Suara seorang anak laki-laki memecahkan kesunyian di pagi hari yang cerah.Bersamaan dengan itu, terdengar suara ketukan pintu yang cukup keras dari arah luar kamar.Tak terasa lima tahun kemudian berlalu dengan sangat cepat. Kehidupan Edgar dan Bella semakin bahagia sekarang. Mereka tinggal di rumah utama milik Barta, bersama dengan kedua anaknya dan ditemani oleh kedua asisten rumah tangga yang setia, Bi Marni dan Bi Imah yang merupakan mantan asisten rumah tangga Barta dulu.Tok! Tok! Tok!“Papa, bangun!”Edgar membuka selimutnya dengan cepat. Pria itu tampak menghembuskan nafasnya kasar. Ia memutar bola matanya malas, seraya melirik pada Bella yang sedang tertawa kecil sambil menyandarkan kepala di dadanya.“Astaga, Sayang! Kenapa sepagi ini Bryan sudah mengganggu momen kebersamaan kita?” dengus Edgar pelan.“Karena dia tahu kalau hari ini kamu tidak masuk kantor, Sayang. Jadi dia ingin memanfaatkan kesempatan ini untuk bermain denganmu,” jawab Bella sembari
Edgar menajamkan pandangannya, untuk memastikan jika pria pengemis yang dilihatnya itu memang benar-benar adalah Barta.“Iya, tidak salah lagi. Itu memang papa.” Ia mengangguk cepat.Setelah memastikan bahwa pria pengemis itu adalah Barta, maka Edgar pun lekas turun dari mobilnya. Ia berniat untuk menemui papanya itu. Dari kejauhan, Edgar sudah mengamati setiap detail penampilan papanya. Barta tampak mengenakan pakaian dan topi compang camping yang seolah menyembunyikan jati dirinya.Tak akan ada satu orang pun yang mengira jika pria itu adalah Barta Wijaya, sosok rentenir kaya raya yang terkenal kejam.Tak butuh waktu lama, kini akhirnya langkah Edgar pun tiba juga di hadapan Barta. Ia melihat pria itu terus saja membungkukkan kepalanya.Namun satu hal yang membuat Edgar merasa kebingungan, karena sejak tadi papanya itu tampak sembunyi-sembunyi memainkan sebuah ponsel mewah dari balik bajunya.“Papa,” panggil Edgar dengan keheranan.Suara panggilan dari Edgar itu pun sontak membuat
“Sudah apa, Bi?” desak Edgar merasa penasaran, karena ia merasa jika ART nya itu terlalu berbelit-belit untuk bicara padanya.“Begini, Den. Setahu bibi, Tuan Barta pernah mempunyai seorang nasabah yang tidak sanggup membayar hutangnya. Dia juga tidak punya apa-apa untuk bisa dijadikan sebagai jaminan atau penebus hutang. Jadi Tuan Barta mengirim para debt colector untuk menagih hutang nasabahnya itu. Tapi rupanya tak hanya sekedar menagih hutang saja, para debt colector itu bahkan sampai mencelakai nasabah itu dan membuatnya meninggal dunia,” terang wanita paruh baya itu dengan sedikit takut-takut.“Astaga!” Edgar membeliak, sebab rupanya pernyataan dari asisten rumah tangga di rumah papanya itu cukup membuatnya terkejut bukan main.Edgar meraup wajahnya kasar, merasa frustasi dengan apa yang sudah dilakukan oleh papanya. Pria itu bahkan tampak menghembuskan nafasnya yang terasa berat, seolah menyimpan sebuah beban besar di dadanya.“Bibi serius? Orang itu sampai meninggal dunia?” tan
Edgar merasa sangat terkejut saat melihat ada foto Brata yang terpampang di dalam sebuah artikel berita. Namun yang lebih membuatnya terkejut, yakni karena artikel itu memuat berita jika Barta masuk dalam DPO atau Daftar Pencarian Orang, alias buronan.“Ini benar papa kan? Lalu kenapa papa bisa jadi DPO?” Edgar bertanya pada dirinya sendiri, dengan kedua mata yang membelalak kaget.Pria itu terus menatap lekat ke arah foto pria yang terpampang di ponselnya tersebut. Ia ingin memastikan sekali lagi, bahwa pria di foto itu bukanlah Barta.Namun, mau sekeras apapun Edgar berusaha untuk meyakinkan dirinya, tetap saja tak bisa memungkiri bahwa pria di berita itu memanglah papanya.“Astaga! Ini memang benar-benar papa. Sebaiknya nanti aku cari dia dan tanyakan apa yang sebenarnya terjadi,” angguk Edgar pada dirinya sendiri.Jam sudah menunjuk ke angka setengah tujuh, membuat Edgar tak punya banyak waktu lagi untuk lebih berlama-lama berada di tempat perbelanjaan tersebut.Pria itu pun denga
“Aku sama sekali tidak tahu dimana Tuan Barta, Pa. Sejak semua permainan licikku terbongkar dan para polisi menangkapku, dia marah dan pergi begitu saja meninggalkan aku. Aku tahu kalau dia pasti marah dan kecewa, apalagi setelah tahu bahwa anak kami bukanlah anak laki-laki seperti yang dia harapkan,” jawab Naomi dengan suaranya yang serak menahan isak tangis.“Tapi kenapa kamu sampai nekat melakukan itu, Naomi? Sedangkan kamu tahu sendiri, seperti apa Tuan Barta itu.” Mamanya Naomi ikut menimpali.Naomi kembali mengangkat wajahnya, menatap pada kedua orang tuanya itu secara bergantian. Gadis itu pun juga lekas menyeka air matanya dengan kasar.“Karena Tuan Barta berjanji untuk memberikan hartanya pada anakku, jika aku berhasil melahirkan anak laki-laki, Ma. Kalau sampai aku melahirkan anak perempuan, maka dia pasti tidak akan mau memberikan hartanya pada kami.” Naomi masih saja menangis tanpa bisa ia bendung lagi.Kedua orang tuanya pun kini nampak saling berpandangan. Rasa iba mulai
“Bagaimana, Sayang? Apa kamu setuju?” tanya Edgar, membuat Bella segera tersadar atas pertanyaan suaminya barusan.“Tentu saja aku sangat setuju, Edgar. Lagipula aku juga sudah mulai menyayangi bayi ini, sama seperti aku menyayangi Bryan.” Bella mengangguk, setuju dengan apa yang disarankan oleh Edgar, jika mereka akan mengasuh bayi itu.“Syukurlah kalau kamu setuju. Sekarang kita harus memberi nama pada bayi ini.”“Kalau begitu, biar aku saja yang memberi nama pada bayi ini,” sahut Bella tiba-tiba.“Silahkan, Sayang.”Bella segera tersenyum manis, sembari menatap bayi mungil dalam gendongannya itu. Dibelainya pipi sang bayi yang masih merah itu, lalu dikecupnya kening bayi tersebut dengan sangat lembut.“Aku akan memberinya nama Nancy. Ya, Nancy Wijaya,” ucap Bella dengan wajah yang sangat bahagia.“Wah, nama yang sangat indah, Sayang. Mulai sekarang, kita punya sepasang bayi yang tampan dan cantik. Bryan dan Nancy.” Edgar pun turut merasa bahagia.“Iya, dan mereka adalah anak kita.
“Syukurlah karena sekarang kamu sudah kembali ke pelukan papa, sayang,” ucap Edgar sambil terus menciumi wajah baby Bryan berulang kali.Pria itu tak hentinya menitikkan air mata, tapi buru-buru menyekanya karena perasaan haru kini sudah mulai menguasainya. Edgar mengangkat wajah, menatap pada para polisi yang membawa Naomi ke mobil mereka. Lalu pandangannya kembali tertuju pada Baby Bryan yang kini nampak tertawa-tawa di pelukan Edgar.“Semuanya sudah berakhir, Sayang. Sekarang kita pulang dan temui mama kamu. Oke?”Edgar tersenyum dan menciumi wajah putranya sekali lagi. Dengan langkah tergesa, pria itu pun lekas menuju ke mobilnya yang terparkir di basement hotel tersebut.Tanpa membuang waktu lebih lama lagi, kini ia pun lekas mengemudikan mobilnya menuju ke rumahnya, dimana saat ini Bella pasti sedang menunggu kedatangannya.***Di rumahnya, sejak tadi Bella terus saja mondar-mandir dengan perasaan panik. Ia terus berdecak cemas, memikirkan nasib Edgar yang kini entah berada dim